Terbang ke Norwegia, Taliban Cari Dukungan Dunia Barat
Delegasi Taliban terbang ke Oslo, Norwegia, untuk mencari dukungan Barat. Ini merupakan diplomasi pertama Taliban ke Barat setelah mereka menggulingkan pemerintahan Afghanistan dukungan Barat per Agustus 2021.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·5 menit baca
OSLO, MINGGU — Delegasi Taliban tiba di Oslo, Norwegia, Sabtu (22/1/2022) malam atau Minggu (23/2) dinihari WIB, untuk mencari dukungan negara-negara Barat atas pemerintahan mereka saat ini. Taliban kembali berkuasa di Afghanistan pada 15 Agustus 2021 setelah mereka berhasil menggulingkan pemerintahan yang mendapat dukungan kuat dari negara-negara Barat.
Taliban kini berharap, pertemuan dengan para diplomat Barat di Oslo akan ”mengubah suasana perang, menjadi situasi damai” di negaranya yang porak-poranda akibat perang. Selain dengan para diplomat Barat, delegasi Taliban juga hendak bertemua anggota masyarakat sipil Afghanistan yang berada di Norwegia.
Dipimpin Menteri Luar Negeri Interim, Amir Khan Mutaqqi, rombongan Taliban telah berada di Oslo. Menurut video yang dirilis situs surat kabar Verdens Gang, dalam pesawat yang disewa oleh Pemerintah Norwegia, terdapat 15 orang, termasuk pemimpin delegasi. Ini adalah delegasi pertama yang dikirim ke Barat setelah Taliban berkuasa sejak 15 Agustus 2021.
Dalam kunjungan selama tiga harinya itu, Taliban akan bertemu dengan sejumlah kalangan. Pada Minggu (23/1/2022) siang WIB, Taliban sedianya bertemu dengan anggota masyarakat sipil Afghanistan, termasuk tokoh-tokoh perempuan dan wartawan yang meninggalkan Afghanistan karena merasa terancam setelah Taliban merebut kekuasaan dari pemerintahan dukungan Barat, Agustus 2021.
Petemuan lanjutan akan dilakukan dengan delegasi Amerika Serikat (AS), Perancis, Inggris, Jerman, Italia, dan Uni Eropa, Senin (24/1/2022). Keesokan harinya di hari terakhir lawatan, delegasi Taliban akan menggelar pertemuan bilateral dengan para pejabat Pemerintah Norwegia. Semua pertemuan dengan para diplomat Barat itu diharapkan akan membawa dampak perubahan lebih baik bagi Afghanistan.
Taliban kembali berkuasa sejak 15 Agustus 2021, ketika pasukan AS dan koalisinya bersiap menuntaskan penarikan pasukannya dari perang 20 tahun di Afghanistan. Namun, sejak Taliban mengumumkan pemerintahan sementaranya pada 7 September, hingga kini belum ada negara yang mengakuinya. Kabinet interim mereka belum sepenuhnya inklusif seperti yang diharapkan.
”Emirat Islam (Pemerintahan Afghanistan di bawah Taliban) telah mengambil langkah-langkah untuk memenuhi tuntutan dunia Barat. Kami berharap dapat memperkuat hubungan kami melalui diplomasi dengan semua negara, termasuk negara-negara Eropa dan Barat umumnya,” kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid.
Taliban ingin ”mengubah suasana perang ... menjadi situasi damai” di Afghanistan. Dilaporkan, pembicaraan dalam setiap pertemuan di Oslo akan terfokus pada hak asasi manusia (HAM) dan bantuan kemanusiaan karena kemiskinan di Afghanistan saat ini sudah semakin parah.
Situasi kemanusiaan di Afghanistan terus memburuk secara drastis sejak Taliban menumbangkan pemerintahan dukungan Barat sebelumnya. Bantuan internasional ke Afghanistan pun tiba-tiba terhenti dan AS telah membekukan 9,5 miliar dollar AS yang merupakan aset bank sentral Afghanistan, Da Afghan Bank, yang disimpan di bank sentral AS.
Menurut laporan Perserikan Bangsa-Bangsa (PBB), kelaparan di Afganistan saat ini mengancam 23 juta warga negara itu atau sekitar 55 persen dari populasi. PBB membutuhkan 4,4 miliar dollar AS dari negara-negara donor tahun ini untuk mengatasi krisis kemanusiaan di Afghanistan tersebut.
”Pertemuan-pertemuan ini tidak mewakili legitimasi atau pengakuan terhadap Taliban,” kata Menteri Luar Negeri Norwegia Anniken Huitfeldt, Jumat (21/1/2022). ”Namun, kita perlu berbicara dengan otoritas de facto di negara ini. Kita tidak bisa membiarkan situasi politik mengarah pada bencana kemanusiaan yang lebih buruk lagi.”
Ali Maisam Nazary, Kepala Hubungan Luar Negeri Front Perlawanan Nasional—sebuah kelompok oposisi yang menyebut dirinya sebagai benteng terakhir melawan kontrol total Taliban—mengecam Norwegia karena mensponsori pertemuan Taliban dengan diplomat Barat. ”Kita semua harus mengangkat suara kita dan mencegah negara mana pun yang berupaya memulihkan kelompok teroris sebagai perwakilan Afghanistan,” cuit Nazary di Twitter, Jumat. Front Perlawanan Nasional berbasis di Paris, Perancis.
Bom dan penculikan perempuan aktivis
Saat delegasi Taliban menuju Oslo, sebuah bom meledak di Herat, Afghanistan barat, Sabtu. Ledakan bom di sebuah kendaraan minivan itu menewaskan 7 orang dan melukai 9 orang lainnya. Tidak ada pihak yang mengaku bertanggung jawab. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) telah mengklaim serangkaian serangan serupa sebelumnya sejak Taliban berkuasa.
Pejabat lokal Taliban di Herat, Naeemulhaq Haqqani, mengatakan bahwa penyelidikan atas serangan bom itu sedang berlangsung. Sejauh ini belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab. Namun, dugaan kuat mengarah kepada jaringan kelompok teror NIIS atau sayap NIIS yang disebut NIIS-Khorasan.
NIIS selalu mengklaim bertanggung jawab atas berbagai serangan bom serupa yang terjadi sejak Taliban berkuasa. Pengeboman pada Sabtu itu merupakan serangan pertama di Herat. Di masa lalu, selama masa perjuangan, Taliban juga kerap menggunakan serangan bom bunuh diri.
Seorang pejabat intelijen Taliban di Herat barat mengatakan, bom itu melekat pada tangki bahan bakar minivan. Dia berbicara dengan syarat anonim karena dia tidak berwenang untuk merilis informasi tersebut ke publik. Kepala Ambulans Herat, Ebrahim Mohammadi, mengatakan bahwa para korban luka, termasuk tiga yang berada dalam kondisi kritis, telah dipindahkan ke rumah sakit provinsi.
Sejak kembali berkuasa, Taliban telah memberlakukan pembatasan luas kepada masyarakat, umumnya ditujukan kepada kelompok perempuan. Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) meminta Taliban untuk menemukan dua aktivis hak-hak perempuan, yakni Tamana Zaryab Paryani dan Parawana Ibrahimkhel, yang menghilang pada Rabu dari Kabul.
”Kami mendesak Taliban untuk memberikan informasi tentang keberadaan mereka dan melindungi hak-hak semua warga Afghanistan,” cuit UNAMA di Twitter, Sabtu. Taliban telah membantah terlibat dalam penghilangan mereka.
Seorang saksi mata mengatakan bahwa setidaknya sepuluh orang bersenjata yang mengaku sebagai anggota intelijen Taliban masuk ke sebuah apartemen Rabu di Kabul dan menangkap Tamana Zaryab Paryani dan tiga saudara perempuannya. Aktivis hak-hak perempuan mengunggah video di media sosial sesaat sebelum mereka dibawa pergi. Dikatakan, Taliban menggedor pintunya.
Paryani termasuk di antara sekitar 25 wanita yang ambil bagian dalam protes anti-Taliban akhir pekan lalu. (REUTERS/AP)