Taliban Alami Kemajuan, Saatnya Dunia Bantu Atasi Krisis di Afghanistan
Lima bulan dalam kekuasaannya, Taliban dilaporkan telah membuat kemajuan dengan meningkatkan pendapatan dan memberantas korupsi. Sudah ada tanda-tanda pemerintah Taliban mulai inklusif.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·5 menit baca
KABUL, KAMIS — Afghanistan mulai mengalami perbaikan dan kemajuan setelah lima bulan Taliban mengambil alih kekuasaan. Pendapatan negara dan pemberantasan korupsi meningkat. Taliban berhasil mendapatkan devisa 1 miliar dollar AS dari hasil ekspor. Kabinet interim Taliban sudah memperlihatkan sifat inklusif walau belum sempurna sesuai dengan harapan dunia.
Terkait dengan kemajuan itu, Taliban dan Misi Bantuan PBB untuk Afghanistan menyerukan komunitas internasional agar mulai membantu Afghanistan. Hanya dengan dukungan dunia luar, Afghanistan di bawah Taliban keluar dari berbagai krisis ekonomi, keuangan, dan kemanusiaan.
Seruan untuk membantu Afghanistan muncul dalam konferensi ekonomi yang digelar pertama kali oleh Taliban di Kabul, ibu kota Afghanistan, Rabu (19/1/2022). Konferensi dipimpin Perdana Menteri Interim Taliban Mullah Mohammad Hasan Akhund.
Wakil Akhund, Mullah Abdul Ghani Baradar, yang juga negosiator utama dalam kesepakatan damai Washington-Taliban, 29 Februari 2020, di Doha, Qatar, juga hadir bersama anggota kabinet Taliban lainnya. Kesepakatan di Doha itu membuka jalan bagi penarikan pasukan AS dan sekutunya dari Afghanistan.
Perwakilan organisasi kemanusiaan dan komunitas diplomatik yang masih berada di Afghanistan juga menghadiri konferensi tersebut. Sejumlah pebisnis dan akademisi tampak di antara peserta. Konferensi diadakan saat Afghanistan berada di ambang bencana kemanusiaan dan krisis ekonomi.
Dalam pidatonya, Akhund menyerukan pembebasan aset Afghanistan yang dibekukan. Dikatakan, pemerintahannya tidak meminta uang. ”Bantuan yang kami minta bukan untuk pejabat pemerintah, melainkan untuk bangsa yang miskin ini,” kata Akhund.
Menteri Keuangan Taliban Mullah Hidayatullah Badri mengatakan pada pertemuan itu bahwa ekonomi Afghanistan membutuhkan miliaran dollar AS aset Afghanistan yang dibekukan di luar negeri. Washington telah membekukan 9,5 miliar dollar AS aset bank sentral Afghanistan, Da Afghan Bank.
Aset Kabul di luar negeri, terutama di AS, telah dibekukan setelah Taliban merebut kekuasaan negara itu pada 15 Agustus 2021. Komunitas internasional ragu-ragu untuk secara resmi mengakui pemerintahan Taliban. Dikhawatirkan Taliban akan menerapkan tindakan keras, seperti terjadi di bawah pemerintahan jilid I mereka pada 1996-2001.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak AS dan Bank Dunia untuk mencairkan aset Afghanistan. Itu penting untuk mencegah krisis di Afghanistan menjadi lebih buruk. ”Kita harus cepat menyuntikkan likuiditas ke dalam perekonomian dan menghindari kehancuran yang akan menyebabkan kemiskinan, kelaparan, dan kemelaratan bagi jutaan orang,” kata Guterres di New York.
Lima bulan berkuasa, Taliban dilaporkan telah membuat kemajuan dengan meningkatkan pendapatan dan memberantas korupsi. Selain itu, Taliban juga sudah mulai membentuk pemerintahan yang inklusif dengan menunjuk perwakilan minoritas dalam kabinet.
Nooruddin Azizi dari suku Tajik yang berbahasa Persia-Iran dari Panjshi menjadi menteri perdagangan. Mohammad Hassan Ghiasi, dokter dari komunitas Syiah Hazara yang sejak lama selalu menjadi sasaran serangan Taliban, menjadi wakil menteri kesehatan.
Deborah Lyons, Kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan, yang juga hadir dalam konferensi Taliban, mengatakan, ekspor Afghanistan telah mencapai angka 1 miliar dollar AS untuk pertama kali. Taliban telah membayar gaji pegawai negeri. Dia memuji Taliban atas anggaran baru mereka yang semata-mata dibiayai oleh pendapatan nasional dan tidak bergantung pada hibah lembaga donor.
Walau demikian, Lyons menekankan bahwa Taliban perlu membentuk pemerintah inklusif dengan menjamin hak-hak minoritas dan perempuan. ”Ekonomi berkembang hanya ketika perempuan dan semua segmen masyarakat terlibat,” katanya pada konferensi ekonomi sehari itu.
Perempuan menjalankan satu dari lima pekerjaan di Afghanistan hingga tahun 2020. Namun, sekarang mereka dilarang bekerja di beberapa daerah. Pendidikan untuk anak perempuan juga terbatas meskipun para pemimpin Taliban mengatakan bahwa mereka berharap dapat membuka semua sekolah untuk anak perempuan di seluruh negeri setelah Maret 2022.
Seruan untuk pencairan aset Afghanistan telah meningkat dalam beberapa minggu terakhir. Senator AS dari Partai Demokrat, Bernie Sanders, Selasa lalu, mencuit di Twitter. Ia meminta Presiden Joe Biden agar membebaskan aset bank sentral Afghanistan yang telah dibekukan Washington. ”Afghanistan sedang menghadapi bencana kemanusiaan. Saya mendesak pemerintahan Biden untuk segera membebaskan miliaran dana Afghanistan yang dibekukan demi membantu (Taliban) mencegah krisis dan mencegah kematian jutaan orang di Afghanistan,” katanya.
”Yang terpenting di antara kemajuan ini adalah penerapan anggaran nasional yang untuk pertama kali sepenuhnya dibiayai oleh pendapatan nasional,” kata Lyons. Dia mengaitkan peningkatan pendapatan sebagian besar dengan upaya Taliban untuk mengekang korupsi.
Lyons mengatakan, komunitas internasional akan tetap berkomitmen kepada rakyat Afghanistan. ”Kami ingin terus bekerja dengan Anda untuk melayani dan mendukung rakyat Afghanistan,” kata Lyons merujuk pada pemerintahan Taliban.
Dia juga memperingatkan bahwa kebutuhan kemanusiaan di Afghanistan sangat besar. Sekitar 1 juta anak berisiko kelaparan. Hampir 90 persen dari populasinya berada di bawah garis kemiskinan. Kelaparan mengancam dua pertiga penduduk Afghanistan. PBB telah memperingatkan bahwa 8,7 juta warga Afghanistan berada di ambang kelaparan.
Menurut Lyons, banyak yang harus dilakukan Taliban untuk membangun dan meraih kepercayaan dari mereka yang telah bekerja untuk pemerintah sebelumnya. Selain itu, Taliban juga perlu meraih kepercayaan dari warga Afghanistan lainnya, termasuk para profesional, yang melarikan diri karena takut kepada Taliban.
Organisasi Buruh Internasional (ILO), Rabu, mengatakan, lebih dari setengah juta warga Afghanistan kehilangan pekerjaan sehingga pengangguran meningkat. Perempuan paling terpukul. Perusahaan berjuang untuk tetap bertahan ketika ribuan orang Afghanistan meninggalkan negara itu setiap hari. Kondisi ini bisa meningkat lebih tajam lagi pada 2022 karena minimnya lapangan kerja. (AP/AFP/REUTERS)