Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa masyarakat dunia sedang cemas dan khawatir atas kondisi perekonomian global akibat gelombang baru pandemi. Kecemasan ini harus dijawab dengan aksi-aksi nyata.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·5 menit baca
Jalan berliku membentang di awal tahun 2022 ini. Pemulihan ekonomi global yang mulus dibayang-bayangi keraguan. Gelombang pandemi Covid-19 akibat galur Omicron telah mendorong beberapa negara kembali memberlakukan pembatasan yang lebih ketat. Inflasi meningkat tajam karena lonjakan harga energi dan permintaan melebihi pasokan yang terbatas di beberapa sektor.
Pendapat, pandangan, keluh kesah, hingga tekad atas hal-hal yang terjadi dan bakal dihadapi secara global tahun ini dan beberapa tahun mendatang mengemuka dalam Agenda Davos 2022 yang digelar Forum Ekonomi Dunia (WEF), selama sepekan kemarin. Tampil sebagai pembicara dalam forum yang digelar secara virtual itu para pemimpin dunia, lembaga keuangan, dan perusahaan global. Presiden Joko Widodo hadir bersama para pemimpin dunia lain, seperti Presiden China Xi Jinping, Perdana Menteri India Narendra Modi, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison, dalam forum itu.
Presiden Xi memperingatkan tentang sejumlah risiko yang mengancam pemulihan ekonomi global. Termasuk di antaranya gangguan rantai pasokan global, pasokan energi yang ketat, dan kenaikan harga komoditas. “Jika negara-negara dengan ekonomi utama memilih putar arah lewat kebijakan moneter, akan ada dampak negatif dan serius yang akan menantang stabilitas ekonomi dan keuangan global," kata Xi.
Xi membanggakan jalur reformasi yang dilakukan China. Dengan pertumbuhan ekonomi 8 persen tahun 2021, menurut dia, China mencapai target ganda pertumbuhan tinggi dengan inflasi rendah. Namun demikian, dia juga mengatakan para pemimpin China menyadari pekerjaan lebih lanjut yang diperlukan untuk mencapai kemakmuran bagi semua orang. “Kami tetap berkomitmen untuk melakukan reformasi dan keterbukaan,” katanya, lalu menimpalinya dengan pengandaian. “Gelombang pasang benar-benar harus mengangkat semua perahu.”
Presiden Joko Widodo menyatakan, masyarakat dunia sedang cemas dan khawatir. Itu setidaknya tergambar dalam Global Risk Report 2022 WEF. Sebanyak 84,2 persen responden dalam laporan itu merasa khawatir dan resah terhadap keadaan dunia. Menurut Presiden, kecemasan ini harus dijawab dengan aksi nyata.
Indonesia berusaha agar masa presidensi Indonesia dalam Kelompok 20 (G-20) tahun 2022 ini bisa menjadi bagian penting untuk menjawab keresahan tersebut. Caranya dengan menjadi katalis bagi pemulihan ekonomi global yang inklusif. Lewat tema Presidensi G20 Indonesia yang berbunyi Recover Together, Recover Stronger Indonesia akan mengedepankansifat kemitraan dan inklusivitas serta menyediakan platform terobosan dalam upaya transformasi di berbagai bidang.
Presiden Jokowi menjelaskan, presidensi G-20 Indonesia fokus pada tiga prioritas utama yang sejalan dengan prioritas nasional dan kondisi global. Pertama, menata kembali arsitektur kesehatan global agar lebih inklusif dan tanggap terhadap krisis. Kedua, optimalisasi teknologi digital atau transformasi ekonomi. Ketiga, transisi energi yang lebih ramah lingkungan.
Bauran aneka kebijakan yang dilakukan setiap negara secara individu maupun bersama seperti di Uni Eropa memang secara perlahan menggerakkan ekonomi. Pasar tenaga kerja terlihat membaik dibandingkan periode awal pandemi Covid-19. Namun, gelombang pandemi terbaru mendorong beberapa negara kembali memberlakukan pembatasan. Harga energi naik secara signifikan dan ikut mendorong kenaikan tingkat inflasi, selain karena tingginya permintaan barang-barang lain di tengah pasokan yang terbatas. Dinamika faktor-faktor itu dapat menahan aktivitas ekonomi, minimal dalam jangka pendek.
Tim riset Manulife Investment Management menilai tantangan makro yang panjang, termasuk ekspektasi kenaikan suku bunga Fed Rate di Amerika Serikat, menyiratkan bahwa paruh pertama tahun 2022 menantang. Tingkat inflasi bisa sangat tinggi selama beberapa bulan pertama tahun ini. Namun, prospek untuk paruh kedua tahun ini terlihat lebih baik. Pasokan global diharapkan lebih baik dan dibangun ulang lewat mulai berjalannya produksi. Gangguan rantai pasokan pun diproyeksikan berkurang sehingga dapat mendorong pemulihan yang lebih berkelanjutan di tahun-tahun mendatang.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menekankan fleksibilitas kebijakan sangat penting pada tahun ini. Inflasi yang terjadi terus menerus, tingkat utang fiskal, dan pandemi Covid-19 berkelindan menghadirkan tantangan kompleks bagi para pembuat kebijakan. Dengan cara yang sangat terkoordinasi, bank sentral dunia dan otoritas fiskal telah mencegah dunia jatuh ke dalam depresi besar lainnya.
Namun ia menilai tantangan di depan masih besar. Sebab, pandemi yang berkepanjangan telah berakibat hilangnya momentum pemulihan. Selain kenaikan inflasi, rekor tingkat utang global yang menembus 26 triliun dollar AS juga patut menjadi perhatian. “Lebih dari 60 persen negara berkembang menuju kesulitan utang,” katanya. Ia menekankan nilai itu lebih dari dua kali lipat dibandingkan beberapa tahun lalu.
Kampanye vaksinasi dan pemberian vaksin penguat secara global akan ikut menentukan. Tidak semata cepat, tetapi juga merata. Hal itu masih menjadi tantangan sejak vaksin Covid-19 berhasil dikembangkan, termasuk belakangan obat penyakit itu. Namun, secara umum perkembangan terkait vaksin dan obat Covid-19 diharapkan menjadikan masyarakat lebih baik dalam menghadapi gelombang baru pandemi dan kendalanya. Perkembangan itu diharapkan mengurangi dampak pandemi terhadap perekonomian.
Terkait fokus pertama presiden Indonesia dalam G-20, Presiden Jokowi menekankan bahwa produksi vaksin harus ditingkatkan dengan distribusi merata. Hal itu dilakukan dengan mendorong mobilisasi investasi dan pendanaan yang dibutuhkan secara cepat, termasuk mendorong aneka upaya untuk mencegah krisis selanjutnya. Presiden berjanji akan memperjuangkan penguatan arsitektur sistem ketahanan kesehatan dunia yang dijalankan sebuah badan dunia, semacam IMF di sektor keuangan.
Badan itu bertugas menggalang sumber daya kesehatan dunia, antara lain untuk pembiayaan darurat kesehatan dunia serta pembelian vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan. Selain itu, badan tersebut juga merumuskan standar protokol kesehatan global, antara lain mengatur perjalanan lintas batas negara agar standar protokol kesehatan di semua negara bisa sama. Tugas lainnya, memberdayakan negara berkembang dalam kapasitas manufaktur lokal, antara lain pengelolaan hak paten, akses terhadap teknologi, serta investasi produksi alat kesehatan dan obat-obatan.
Dibutuhkan pembiayaan bersama untuk arsitektur baru sistem ketahanan kesehatan dunia. Biayanya jelas jauh lebih kecil dibandingkan kerugian dunia akibat kerapuhan sistem kesehatan global, sebagaimana saat kita menghadapi pandemi Covid-19 ini. Ia menilai seharusnya negara-negara maju tidak berkeberatan untuk mendukung inisiatif bersama ini. “G-20 akan sangat berperan dalam menggerakkan pembangunan arsitektur ketahanan kesehatan global saat ini. Artinya, dibutuhkan sebuah kesepakatan bersama di G-20 terlebih dahulu,” kata Jokowi.
Adapun Xi mendorong negara-negara memperkuat kerja sama aktif dalam penelitian dan pengembangan obat-obatan. Ia mengatakan, China telah mengirim setidaknya 2 miliar dosis vaksin Covid-19 ke lebih dari 120 negara dan organisasi internasional, dan dilanjutkan dengan 1 miliar dosis berikutnya. “Kita perlu memperkuat kerja sama dan bersama-sama mengalahkan pandemi,” kata Xi. Ia menambahkan, komunitas internasional telah berjuang keras ketika berhadapan dengan pandemi yang akan memengaruhi masa depan umat manusia.