Pasca-Letusan Gunung Api dan Tsunami, Tonga Rusak Parah
Pasca-letusan gunung berapi bawah laut dan gelombang tsunami, wilayah Tonga hancur berantakan. Tiga hari setelah bencana, belum ada informasi yang diperoleh karena komunikasi yang terputus. Bantuan pun belum bisa masuk.
Akibat gelombang tsunami pascagempa gunung berapi bawah laut di Tonga, tempat parkir di Santa Cruz, California, Amerika Serikat, terendam banjir, 15 Januari 2022.
WELLINGTON, SELASA— Wilayah di sepanjang Pantai Barat Pulau Tongatapu, Tonga, rusak parah pasca-letusan gunung berapi bawah laut dan gelombang tsunami di negara kawasan Kepulauan Pasifik Selatan itu, Sabtu lalu. Seorang perempuan warga negara Inggris, Angela Glover (50), terkonfirmasi tewas. Sampai saat ini, bantuan apa pun tidak bisa masuk ke Tonga karena bandara ditutup. Jalur komunikasi terputus akibat kabel telekomunikasi bawah laut putus. Seluruh wilayah kepulauan Tonga masih tertutupi abu tebal.
Komisi Tinggi Selandia Baru, Selasa (18/1/2022), melaporkan bahwa sepanjang Pantai Barat dari Pulau Tongatapu rusak parah setelah gunung berapi Hunga-Tonga-Hunga-Ha’apai yang berada di pulau tak berpenghuni itu meletus. Selama ini Tongatapu, pulau utama, dikenal sebagai pulau yang memiliki banyak lokasi wisata dan menjadi ibu kota Nuku’alofa.
Baca juga: Pascagempa dan Tsunami, Tonga Terputus dari Dunia, 4 WNI Belum Bisa Dikontak
Kabar mengenai Glover diperoleh dari adiknya, Nick Eleini. Glover dikabarkan tewas tersapu gelombang tsunami ketika hendak menyelamatkan anjing-anjing yang dipeliharanya di tempat penampungan anjing bersama suaminya. Jasad Glover kemudian ditemukan. Sementara suaminya dikabarkan berhasil selamat karena berpegangan pada pohon kelapa. ”Kami mendapat kabar jasad kakak saya sudah ditemukan,” kata Eleini tanpa menyebutkan dari mana ia mendapatkan kabar itu.
Selain Glover, belum ada laporan korban luka atau tewas lainnya. ”Kami tidak mempunyai informasi mengenai jumlah korban atau informasi apa pun mengenai bencana ini,” kata Zed Seselja, Menteri Urusan Pasifik di Pemerintahan Australia.
Kapal-kapal di dermaga Tutukaka, Selandia Baru, juga terdampak gelombang tsunami dari letusan gunung berapi di Tonga, 16 Januari 2022.
Seselja menekankan prioritas saat ini adalah segera mengirimkan bantuan ke Tonga. Namun, upaya itu terganjal kondisi bandara yang masih diselimuti abu. Ia memperkirakan akses bandara baru akan bisa dibuka pada Rabu mendatang.
Baca juga: Tsunami akibat Letusan Gunung Api di Tonga Melanda Negara Pasifik
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengaku mendeteksi sinyal darurat atau permintaan bantuan yang lemah di salah satu pulau di Kepulauan Ha’apai yang lokasinya terisolasi, yakni Pulau Mango. PBB mengkhawatirkan nasib penduduk Pulau Fonoi dan Mango. Kedua pulau ini termasuk dalam Kepulauan Ha’apai. Jumlah penduduk di Mango hanya 36 orang, sedangkan di Fonoi 69 orang.
Dari citra satelit yang diunggah Kantor PBB untuk Koordinasi Kemanusiaan (OCHA), terlihat kerusakan-kerusakan bangunan di Pulau Nomuka. Para pemilik resor atau lokasi wisata di Pantai Ha’atafu di Semenanjung Hihifo, 21 kilometer dari Nuku’alofa, mengungkapkan bahwa seluruh bangunan tersapu bersih tsunami.
Siap siaga
Kabar mengenai situasi terakhir Tonga ini diperoleh dari pesawat pemantau Australia dan Selandia Baru, Senin. Bangunan-bangunan di sepanjang pantai hancur berantakan. Kapal Angkatan Laut Australia, HMAS Adelaide, sudah disiagakan di dekat Tonga untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan bencana segera setelah mendapat permintaan dari Tonga. Selandia Baru juga siap menerbangkan pesawat Hercules C-130 ke Tonga jika sudah mendapat kejelasan aman untuk mendarat di Tongatapu.
Hanya saja, Wakil Kepala Misi Tonga di Australia Curtis Tu’ihalangingie khawatir bahwa pengiriman-pengiriman bantuan itu justru akan menyebarkan Covid-19. Selama ini Tonga mengklaim sebagai negara bebas Covid-19. Bantuan apa pun yang dikirimkan harus dikarantina terlebih dahulu dan kemungkinan tidak akan ada yang boleh turun dari pesawat bantuan. ”Kami tidak mau ada gelombang tsunami Covid-19,” ujarnya.
Dari citra satelit yang diperoleh dari satelit cuaca Jepang, Himawari-8, terlihat citra letusan gunung berapi di Tonga, 15 Januari 2022.
Letusan gunung berapi Hunga-Tonga-Hunga-Ha’apai, yang berada di sepanjang Cincin Api Pasifik menimbulkan gelombang tsunami di Samudra Pasifik. Gempa dan tsunami terdengar sampai ke Selandia Baru yang berjarak 2.300 kilometer. Gempa akibat letusan gunung itu juga terasa hingga ke Fiji, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Jepang. Akibat gelombang yang tinggi, dua orang di Peru dilaporkan tewas tenggelam.
Baca juga: Letusan Gunung Berapi Bawah Laut Picu Tsunami di Tonga
Hasil citra satelit sekitar 12 jam setelah letusan menunjukkan bahwa Pulau Hunga-Tonga-Hunga-Ha’apai semuanya dilaporkan hilang. Ini menyulitkan para ahli vulkanologi untuk memantau aktivitas gunung berapi itu. Gunung tersebut sebelumnya terakhir kali meletus pada 2014. Para ahli mengatakan, gunung berapi itu telah mengeluarkan asap selama sekitar sebulan sebelum letusan.
Direktur Palang Merah untuk Wilayah Asia Pasifik Alexander Matheou mengatakan bahwa prioritas tindakan yang harus dilakukan adalah pemurnian air untuk menghilangkan kontaminasi abu, menyediakan tempat berlindung yang aman, dan menyatukan kembali keluarga yang terpisah akibat bencana.
Gelombang laut yang tinggi menghantam pantai Wrights di Teluk Bodega, California, Amerika Serikat, 15 Januari 2022.
Kepala Tonga Cable, Samiuela Fonua, mengatakan, upaya pengiriman bantuan terhambat karena ketiadaan komunikasi. Ada dua kabel telekomunikasi bawah laut yang terputus akibat letusan dan tidak bisa diperbaiki sampai gunung berapinya tenang kembali.
Laut terancam
Letusan gunung berapi menyebabkan kerusakan jangka panjang pada terumbu karang, mengikis garis pantai, dan merusak habitat ikan. Sejak meletus, gunung itu melepaskan sulfur dioksida dan nitrogen oksida, dua gas yang menciptakan hujan asam saat berinteraksi dengan air dan oksigen di atmosfer.
Ahli vulkanologi di University of Auckland, Shane Cronin, menjelaskan bahwa karena iklim Tonga tropis, kemungkinan besar akan turun hujam asam di sekitar Tonga selama beberapa waktu ke depan. Hujan asam ini bisa merusak lahan pertanian dan menghancurkan panen stok pangan, seperti jagung, pisang, sayur-sayuran hijau, dan talas atau keladi. ”Ketahanan pangan Tonga bisa terancam,” ujarnya.
Baca juga: Masa Depan Suram Terumbu Karang
Hasil citra satelit menunjukkan abu dan asap menyebar ke arah barat. Ini berarti Tonga bisa terhindar dari hujan asam ini. Namun, kemungkinan Fiji yang akan terkenda dampaknya. Menyadari ancaman ini, Pemerintah Fiji sudah memantau kualitas udaranya dan mengimbau masyarakat untuk melindungi tangki simpanan air di rumah dan tetap berada di dalam rumah jika hujan turun.
Selain kualitas udara yang terancam, kondisi laut dan hasil perikanan juga dikhawatirkan akan terdampak. Mayoritas warga Tonga selama ini hidup dari kekayaan laut. Bisa dibayangkan, wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Tonga saja mencapai sekitar 700.000 kilometer persegi laut atau 1.000 kali lebih luas ketimbang wilayah daratannya. Ahli geologi di University of Otago di Selandia Baru, Marco Brenna, khawatir abu yang tebal di Tonga akan menghancurkan kehidupan laut.
Foto ini diambil tanggal 21 Desember 2021 dan menunjukkan awan putih tebal yang menjulang dari gunung berapi bawah laut, Hunga Ha’apai.
Beberapa pekan sebelum letusan Gunung Tonga itu, Badan Geologi Tonga sempat memperingatkan ikan-ikan yang berada di dekat gunung itu sudah terkontaminasi dengan debit vulkanik beracun sehingga ikan yang diperoleh dari wilayah itu kemungkinan besar beracun. Kemudian, letusan gunung itu memperparah situasi.
Air keruh akibat abu di dekat gunung berapi akan menghilangkan makanan ikan dan tempat mereka berlindung. Akan ada ikan-ikan tertentu yang hilang, tetapi akan ada juga yang selamat dan akan pindah dari lokasi itu. ”Struktur dasar laut akan berubah dan butuh waktu lama untuk pulih dan laut bisa menjadi sumber ikan lagi,” ujar Badan Geologi Tonga.
Baca juga: Tutupan Terumbu Karang di Dunia Menyusut 50 Persen
Abu dari letusan itu juga akan merusak terumbu karang. Padahal, terumbu karang itu selama ini menjadi andalan industri pariwisata di Tonga dan bisa mendatangkan pemasukan sekitar 5 miliar dollar AS per tahun sebelum pandemi Covid-19. Sebenarnya, sebelum letusan, terumbu karang Tonga sudah terancam oleh pandemi dan perubahan iklim, termasuk pemutihan karang dan angin topan yang kuat.
Ahli biologi laut di University of Guam, Tom Schils, yang mempelajari letusan gunung berapi dan terumbu karang di Kepulauan Mariana Utara, khawatir terumbu karang di daerah terdampak letusan kemungkinan sudah terkubur abu.
Letusan gunung berapi seperti itu juga melepaskan lebih banyak besi ke air dan ini akan mendorong pertumbuhan ganggang biru-hijau dan bunga karang yang justru akan semakin merusak terumbu karang. Padahal, kata ahli ekologi terumbu karang di Institut Oseanografi Scripps, Brian Zgliczynski, proses tumbuh kembang terumbu karang membutuhkan waktu bertahun-tahun.”Spesies yang lebih toleran pada kualitas air atau yang bisa hidup dengan kualitas air yang buruklah yang akan hidup. Sementara ikan dan terumbu karang belum akan ada,” ujarnya.
Hilangnya terumbu karang bagi Tonga ini akan berarti besar karena itu artinya kemampuan Tonga menghadapi kenaikan permukaan air. Ancaman badai juga akan terpengaruh. Ini kekhawatiran terbesar bagi Tonga, mengingat perubahan iklim menyebabkan permukaan air laut naik hingga 6 milimeter per tahun.
Dalam laporan Tonga tahun 2015, nilai terumbu karang, rumput laut, dan hutan bakau di Tonga mencapai sekitar 11 juta dollar AS per tahun. Setelah letusan itu, alat pengukur permukaan laut Tonga mencatat gelombang tsunami setinggi 1,2 meter dan tsunami itu juga yang mempercepat erosi pantai.”Pertahanan pesisir dan tanah reklamasi terdampak tsunami sehingga membuat pulau-pulau di wilayah itu menjadi kian rentan,” kata Cronin. (REUTERS/AFP)