Para Elite Politik di Libya Berlomba Dekati Israel Jelang Pemilu Presiden
Isu hubungan Libya-Israel belakangan ini cukup menarik perhatian publik menyusul upaya sejumlah tokoh Libya membangun narasi positif terhadap Israel.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
Perdana Menteri Libya Abdulhamid al-Dabaiba dan Direktur Mossad David Barnea dilansir menggelar pertemuan rahasia di Amman, Jordania, dalam beberapa hari terakhir ini. Pada pertemuan itu, Dabaiba dan Barnea disebut membahas isu kerja sama keamanan dan kemungkinan normalisasi hubungan antara Libya dan Israel di masa mendatang.
Laman harian Suriah, Al-Hadath, Rabu (12/1/2021), yang kemudian dikutip media Israel, The Jerusalem Post dan Israel Hayom, melansir pertemuan rahasia Dabaiba-Barnea tersebut.
Pemerintah Israel sejauh ini belum memberi komentar tentang pertemuan Dabaiba-Barnea di Jordania itu. Pemerintah Israel selama ini memiliki tradisi politik bahwa mereka tidak akan memberi komentar terkait pertemuan pejabat Israel dan pejabat asing yang digelar secara rahasia. Biasanya media Israel membocorkan pertemuan rahasia tersebut.
Hal itu juga terjadi ketika dilansir pertemuan rahasia antara PM Israel Benjamin Netanyahu dan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) di kota Neom, Arab Saudi, pada November 2020. Pemerintah Israel sampai saat ini tidak mengonfirmasi secara resmi pertemuan Netanyahu-MBS tersebut. Hanya berbagai media utama Israel yang ramai memberitakan pertemuan rahasia Netanyahu-MBS itu.
Adapun pihak Libya, seperti dikutip media Turki, Daily Sabah, Kamis (13/1/2022), membantah bahwa ada pertemuan rahasia Dabaiba-Barnea itu. Menurut Daily Sabah, memang ada usaha dari Direktur Mossad David Barnea untuk bisa bertemu dengan PM Dabaiba di Amman. Namun, PM Libya itu menolak ajakan Barnea untuk bertemu.
Isu hubungan Libya-Israel terakhir ini cukup menarik perhatian publik menyusul upaya sejumlah tokoh Libya membangun narasi positif terhadap Israel. Putra Khalifa Haftar yang kini berkuasa di Libya timur, Saddam Haftar, diberitakan oleh koran Israel, Haaretz, telah bertemu pejabat Mossad secara rahasia di Tel Aviv pada November 2021.
Saddam Haftar disinyalir meminta bantuan Israel terkait rencana Khalifa Haftar untuk mencalonkan diri pada pemilihan Presiden Libya. Bahkan, Saddam Haftar dilansir telah menandatangani kontrak dengan perusahaan iklan Israel untuk kampanye Khalifa Haftar pada ajang pemilu presiden Libya nanti.
Khalifa Haftar juga berjanji akan membuka hubungan resmi Libya-Israel jika ia kelak terpilih sebagai Presiden Libya. Khalifa Haftar sempat disebut meminta bantuan pesawat tanpa awak (drone) Israel untuk menghadapi pesawat nirawak Turki, Bayraktar TB2, dalam perang perebutan kota Tripoli tahun 2020.
Saat itu, pasukan Haftar dipukul mundur oleh pasukan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA)—yang didukung Turki—dari pinggiran kota Tripoli, antara lain berkat pengerahan pesawat nirawak TB2.
Hal ini memaksa Haftar meminta bantuan Israel agar segera mengirim pesawat nirawak canggih buatan Israel ke Libya. Namun, Israel dengan alasan teknis tidak bisa memenuhi permintaan Haftar. Pasukan Haftar pun harus mundur dari Tripoli.
Anak Khadafy
Tokoh Libya lain yang menjalin komunikasi dengan Israel adalah Saiful Islam Khadafy, putra mendiang Pemimpin Libya Moammar Khadafy. Menurut koran Haaretz, Saiful Islam Khadafy telah melakukan komunikasi dengan Israel sejak tahun 2011. Ketika itu, ia sempat meminta bantuan Israel untuk menyelamatkan rezim bapaknya.
Rezim Khadafy, saat mendapat serangan udara dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), melihat bahwa hanya Israel yang bisa membantu menghentikan serangan NATO tersebut mengingat hubungan khusus Israel dengan AS. Saiful Islam Khadafy diberi tugas menjalin kontak dengan Israel untuk menghentikan serangan udara NATO.
Namun, upaya Saiful Islam Khadafy itu gagal. Ayahnya tumbang dan tewas di tangan rakyatnya sendiri di dekat kota Sirte, Libya tengah.
Saiful Islam Khadafy lalu melakukan kontak lagi dengan pejabat Israel untuk meminta bantuan menghadapi pemilu presiden Libya. Ia telah mengumumkan dirinya akan maju sebagai kandidat presiden.
PM Dabaiba, yang dilansir bertemu rahasia dengan Direktur Mossad, juga menyatakan keinginannya maju sebagai kandidat presiden pada pemilu presiden Libya mendatang.
Pemilu presiden Libya semula dijadwalkan digelar pada Desember 2021, tetapi ditunda hingga waktu yang akan ditentukan kemudian.
Konflik bersenjata secara terbuka telah mengoyak Libya sejak tahun 2011 hingga saat ini. Di tengah kecamuk konflik itu, para tokoh elite Libya meminta bantuan negara-negara asing, termasuk Israel, dalam upaya menghentikan situasi anarkistis di negara tersebut.
Seperti diketahui, Israel terus berusaha memperluas Kesepakatan Ibrahim (Abraham Accord) dalam upaya membuka hubungan resmi lebih banyak lagi dengan negara Arab atau negara berpenduduk mayoritas Muslim. Di antara negara incaran Israel dalam kerangka Kesepakatan Ibrahim adalah Indonesia, Pakistan, Irak, dan Libya.
Mossad memainkan peran besar dalam menyukseskan Kesepakatan Ibrahim itu. Berita tentang upaya Direktur Mossad untuk bertemu PM Libya adalah bagian dari peran sentral Mossad untuk memperluas kaukus Kesepakatan Ibrahim. Hingga kini, melalui Kesepakatan Ibrahim, Israel telah membuka hubungan resmi dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko.