Industri Militer Turki Maju Pesat, Jadi Incaran Jaringan Mata-mata Asing
Industri militer Turki mengalami kemajuan pesat dalam melakukan inovasi. Ini menyebabkan Turki menjadi target jaringan mata-mata pesaing asing.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Kemajuan industri militer Turki dewasa ini mendorong para pesaing di sektor industri militer negara lain melakukan aksi mata-mata untuk mengetahui rahasia industri militer Turki tersebut. Sebuah jaringan mata-mata mulai berhasil menembusnya.
Stasiun televisi Al Jazeera yang berbasis di Doha, Qatar, Kamis (14/1/2021), melaporkan, aksi operasi gabungan antara dinas intelijen dan aparat keamanan Turki, Selasa (12/1/2021), di Ankara, berhasil membekuk jaringan beranggotakan enam orang yang memata-matai aktivitas industri militer Turki. Di antara enam oknum tersebut terdapat seorang direktur pada salah satu pabrikan di industri militer Turki.
Enam oknum itu diduga kuat membocorkan rahasia kemajuan yang dicapai industri militer Turki saat ini kepada perusahaan dan negara asing yang bergerak dalam sektor produksi peralatan militer.
Menurut Al Jazeera, dinas intelijen Turki memantau selama satu bulan terhadap gerak-gerik sehari-hari enam oknum mata-mata terhadap jaringan industri militer Turki itu sebelum dibekuk di rumah mereka di Ankara.
Dilaporkan, sumber keamanan Turki mengungkapkan bahwa aparat keamanan bekerja sama dengan dinas intelijen Turki kini sedang menginterogasi enam oknum tersebut untuk mengetahui sejauh mana mereka membocorkan rahasia industri militer Turki kepada pihak asing. Dalam penggerebekan atas rumah enam oknum mata-mata tersebut, dilaporkan telah ditemukan mata uang dollar AS dalam jumlah besar dan peralatan sensitif lainnya.
Deteksi elektronik
Gerakan jaringan mata-mata tersebut berhasil dideteksi oleh alat deteksi elektronik canggih buatan pabrikan produk militer Turki, Aselsan. Pabrikan Aselsan yang didirikan pada 1975 secara khusus memproduksi alat deteksi militer untuk dipasok ke Kementerian Pertahanan Turki dalam upaya melindungi dari operasi mata-mata asing yang ingin menembus rahasia industri militer Turki.
Berkat produk alat deteksi kontra mata-mata besutan pabrikan Aselsan tersebut, aparat keamanan bekerja sama dengan dinas intelijen Turki sering berhasil mengungkap operasi mata-mata di Turki, khususnya kegiatan mata-mata terhadap industri militer di negara itu.
Pada Oktober 2020, aparat keamanan dan dinas intelijen Turki berhasil membekuk seorang mata-mata, pegawai lokal di kantor Konsulat Amerika Serikat (AS) di Istanbul. Pengadilan Turki telah menghukum oknum mata-mata itu dengan hukuman lima tahun penjara. Dia diduga melakukan aktivitas mata-mata untuk jaringan ulama besar Fethullah Gullen. Ankara telah menetapkan gerakan Gullen sebagai gerakan teroris setelah diduga terlibat dalam aksi kudeta gagal atas pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan, 15 Juli 2016.
Pada Oktober 2020, aparat keamanan dan dinas intelijen Turki menangkap seorang warga Palestina, Ahmed al-Astal (45), dengan tuduhan melakukan kegiatan mata-mata untuk Uni Emirat Arab (UEA). Al-Astal dituduh menyampaikan informasi kepada dinas intelijen UEA tentang perkembangan situasi dalam negeri Turki dan segala sesuatu yang terkait dengan upaya kudeta gagal pada Juli 2016 terhadap pemerintahan Erdogan.
Dinas intelijen Turki dilaporkan semakin memperketat pemantauan, khususnya terhadap industri militer negara itu, menyusul hubungan AS-Turki terakhir ini tegang lantaran Turki bersikeras membeli sistem anti-serangan udara canggih buatan Rusia S-400. Pemerintah AS telah menjatuhkan sanksi terhadap industri pertahanan Turki lantaran Turki menolak untuk membatalkan pembelian rudal S-400.
Maju pesat
Industri militer Turki mengalami kemajuan pesat dalam melakukan inovasi teknologi militer, khususnya teknologi pesawat tanpa awak (drone). Dilaporkan, Turki telah berhasil melakukan swasembada hingga 70 persen dalam pengadaan mesin militernya. Pesawat nirawak buatan Turki, The Bayraktar TB-2s, merupakan puncak teknologi yang dicapai Turki di sektor pesawat nirawak.
Berkat The Bayraktar TB-2s, Turki berhasil memenangi pertempuran Tripoli di Libya, pertempuran Idlib di Suriah, dan terakhir pertempuran Nagorno-Karabakh di Azerbaijan. Teknologi The Bayraktar TB-2s itu merupakan hasil pengembangan teknologi pesawat nirawak generasi pertama Turki, yaitu pesawat nirawak pengintai, IHA, dan pesawat nirawak militer, SIHA.
Pada akhir 2017, Turki sudah memiliki 94 pesawat nirawak The Baykatar TB-2s yang digunakan militer dan polisi Turki. Pesawat The Baykatar TB-2s ditengarai mampu terbang tanpa henti selama 24 jam dan bisa melakukan pengeboman yang dipandu dari satelit.
Turki telah menjual pesawat nirawak The Baykatar TB-2s ke Qatar dan Ukraina. Sumber Pemerintah Turki mengklaim, seperti dikutip situs Al Jazeera, Indonesia dan Tunisia kini sedang melakukan perundingan untuk mendapatkan The Baykatar TB-2s buatan Turki itu.
Turki disebut masuk empat besar dalam industri pesawat nirawak, bersama AS, China, dan Israel. Selain pesawat nirawak, Turki berhasil memproduksi helikopter tempur, ATAK, rudal balistik Bora, artileri 155 mm tipe T-155 Firtina, dan kapal selam Milden.
Dilaporkan, Turki berambisi menjadi negara pengekspor senjata untuk memperkuat basis ekonomi negara itu yang sangat mengandalkan perdagangan internasional. Pada 2019, ekspor senjata Turki mencapai nilai 2,5 miliar dollar AS, naik dari tahun 2018, atau setara dengan Rp 35,2 triliun (kurs Rp 14.055) dari sebelumnya sekitar 2,3 miliar dollar AS.