Perlu Kerja Sama dengan Taliban untuk Atasi Krisis Kemanusiaan di Afghanistan
Amerika Serikat dan sekutunya perlu mempertimbangkan kembali langkahnya agar bekerja sama dengan Taliban demi mencegah terjadinya krisis kemanusiaan di Afghanistan.
Para pemerhati kawasan, aktivis, dan organisasi kemanusiaan memperingatkan akan terjadinya ”katastropi kemanusiaan” di Afghanistan. Kelaparan dan kemiskinan bisa membunuh jutaan warga Afghanistan pada musim dingin ini; dampaknya bisa lebih buruk daripada semua kekerasan dalam dua dekade terakhir.
Seorang pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa pada awal Desember 2021 ini mengatakan, Afghanistan bakal menghadapi keruntuhan ekonomi paling cepat dalam sejarah modern. Sementara Deborah Lyons, Kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA), memperingatkan dunia untuk tidak sekali-kali meninggalkan rakyat Afghanistan dalam kemiskinan dan kelaparan.
”Meninggalkan rakyat Afghanistan sekarang ini akan menjadi kesalahan bersejarah, dengan konsekuensi yang tragis,” kata Lyons yang juga Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Afghanistan itu, seperti dikutip situs berita internal PBB, un.org.
Sejak Afghanistan dikuasai Taliban pada pertengahan Agustus 2021, tidak ada pendapatan yang masuk ke kantong penguasa baru negara di Asia Selatan itu. Ekonomi berbasis tunai di Afghanistan telah menyusut jauh hingga pada tingkat yang mengkhawatirkan dan memusingkan.
Baca juga : Afghanistan di Bawah Taliban
Hal itu terjadi karena pemerintah Barat menghentikan bantuan pembangunan, membekukan aset negara, melumpuhkan bank, dan pembatasan yang membuat sektor swasta lunglai. Krisis ekonomi yang diakibatkannya juga membuat lebih dari separuh warga Afghanistan terancam kelaparan.
Skala bencananya diperkirakan bakal sangat besar. Program Pangan Dunia memperkirakan, hingga 23 juta warga Afghanistan—lebih dari setengah popul— sedang menghadapi kerawanan pangan akut. Tiga juta anak balita berisiko meninggal akibat kekurangan gizi akut.
Di tengah musim dingin yang sedang menuju puncaknya sekarang, skala kelaparan dan kemiskinan tinggi mendorong Afghanistan ke ambang bencana kemanusiaan. Jutaan pekerja sektor publik belum digaji dalam beberapa bulan ini.
Pengambilalihan oleh Taliban membuat rakyat Afghanistan merasa ditinggalkan, dilupakan, dan dihukum oleh keadaan yang bukan akibat kesalahan mereka. Tidak heran jika PBB membutuhkan dana 4,5 miliar dollar AS untuk menangani kebutuhan mendesak di Afghanistan pada tahun 2022.
Menurut Integrated Food Security Phase Classification (IPC), unit analisis keamanan pangan di bawah Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), krisis pangan di Afghanistan telah meluas dengan rekor tertinggi. Pada September-Oktober lalu, 19 juta orang mengalami kerawanan pangan akut tingkat tinggi.
IPC juga menyebutkan, musim dingin saat ini merupakan masa paceklik yang sangat mengancam, bisa jatuh banyak korban jiwa karena kelaparan atau kekurangan pangan. Selama musim dingin antara November 2021 dan Maret 2022, ketahanan pangan dipastikan menurun tajam.
Pada akhir Desember 2021, setidaknya sekitar 23 juta warga Afghanistan berada dalam kondisi kerawanan pangan akut tingkat tinggi. Jumlahnya meningkat hampir 35 persen jika dibandingkan dengan musim dingin tahun lalu yang tercatat sekitar 17 juta orang.
Baca juga : Bertahan Hidup dengan Menjual Anak Perempuan
Persoalan ini tidak semata karena kombinansi bencana alam kekeringan, konflik ataupun perang, dan keterpurukan ekonomi yang sangat menghancurkan. Faktor utama yang memperburuk keadaan itu ialah pembatasan atau pembekuan bantuan ekonomi dan keuangan oleh Barat.
Kemungkinan akses pangan rumah tangga pada akhir musim dingin dan musim semi 2022 akan semakin buruk karena episode iklim La Nina yang berkelanjutan. Juga akibat harga pangan yang tinggi, pembatasan Barat terhadap Taliban, meningkatnya pengangguran, dan masalah lainnya.
Persoalan yang melilit Afghanistan ini sudah diduga jauh sebelum Taliban menggulingkan pemerintahan dukungan Barat, Agustus lalu. Selama bertahun-tahun, perundingan di hotel-hotel mewah di Doha, Qatar, diplomat Amerika Serikat sudah memperingatkan Taliban tentang skenario terburuk jika mereka gagal merundingkan perdamain intra-Afghanistan.
Pesan para diplomat AS itu jelas dan tegas. Taliban disarankan tidak merebut Kabul dengan todongan senjata. “Jika Anda melakukannya, rezim Anda akan menghadapi beban isolasi ekonomi, membuat negara Anda tidak punya uang.” Peringatan itu bukan pepesan kosong.
Setelah Taliban mengabaikan peringatan itu dan maju menuju kemenangan pada Agustus 2021, pemerintah Barat merespons dengan pembekuan bantuan pembangunan dan aset negara. Masuk akal bagi pejabat Barat untuk merasa benar membatasi kemampuan rezim Taliban.
”Namun, langkah Barat itu tetap merupakan sebuah kesalahan besar. Sekalipun jika sanksi seperti itu cocok untuk banyak kejahatan Taliban di masa lalu, mengisolasi Afghanistan akan merugikan diri sendiri dan bertentangan dengan tujuan Barat,” kata Graeme Smith, Konsultan Senior International Crisis Group, dalam artikelnya di Foreign Affairs, 29 Desember 2021.
Baca juga : Afghanistan Tak Kunjung Damai, NIIS Terus Merongrong Taliban
Menurut penulis buku The Dogs Are Eating Them Now: Our War in Afghanistan itu, pendekatan yang lebih realistis bagi Barat, termasuk AS tentunya, adalah berkolaborasi dengan Taliban untuk menyediakan layanan dasar. Saran ini didasarkan pada perhitungan kepentingan geopolitik saat ini, bukan mempertimbangkan kesalahan masa lalu.
AS dan sekutunya, kata Smith, harus melonggarkan pembatasan mereka dan mulai bekerja membantu menghidupkan kembali ekonomi Afghanistan. Langkah ini akan memperkuat stabilitas regional, membendung perdagangan narkoba, dan mengurangi kemungkinan krisis migrasi.
Smith mengatakan, menyelamatkan jutaan warga Afghanistan dari kemiskinan juga dapat mendongkrak kembali wibawa Barat. Kekacauan yang terjadi pasca-penarikan pasukan AS dan sekutu Barat-nya pada akhir Agustus 2021 telah menjatuhkan wibawa Barat, terutama AS.
Bersikap lunak dan bekerja sama dengan Taliban mungkin membuat pejabat Barat dihujani kritik. Takut akan kritik membuat mereka mengambil keputusan yang kontradiktif terhadap Afghanistan. Di satu sisi pemerintah Barat mengirim bantuan untuk membantu rakyat Afghanistan, tetapi di sisi lain mereka tidak memberikan dukungan material apa pun terhadap Taliban.
Baca juga : AS Longgarkan Sanksi demi Bantuan Kemanusiaan Afghanistan
Hasilnya aneh. Pejabat Barat mencoba membangun kembali sektor perbankan sambil bersikeras bahwa bank sentral Afghanistan harus tetap diblokir dari sistem keuangan global dan pembekuan asetnya. Ribuan ton makanan dikirim ke warga Afghanistan yang kelaparan, tetapi pembatasan ekonomi sebenarnya juga membuat warga kelaparan.
Diplomat Barat mendorong Taliban untuk memberikan akses pendidikan bagi anak perempuan. Namun, pemerintah mereka sendiri memotong dana pendidikan bagi Afghanistan. Ini sebuah ironi.
Sanksi memiliki efek yang sangat buruk. AS dan entitas lainnya telah memutuskan untuk mengizinkan sanksi yang sudah ada sebelumnya terhadap Taliban menjadi sanksi de facto terhadap pemerintah Afghanistan. Langkah ini sebenarnya menghukum seluruh penduduk.
AS dan Dewan Keamanan PBB membuat beberapa pengecualian kecil untuk mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan. Namun, mereka mempertahankan pembatasan pada kategori kegiatan ekonomi yang luas. Bisnis dibiarkan dalam kegelapan tentang apa yang sebenarnya diizinkan, membuat bank dan pemasok internasional gelisah tentang transaksi yang melibatkan Afghanistan.
Pada gilirannya, pengusaha lokal tidak bisa mendapatkan uang dari rekening bank mereka. Mereka juga sulit melakukan transaksi atas impor makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya. Kebijakan ini tidak hanya membuang-buang uang bantuan, tetapi juga merusak kepentingan Barat.
Konsekuensinya sudah terlihat dalam kasus meningkatnya jumlah migran yang melarikan diri melintasi perbatasan. Pada Oktober 2021 saja, diperkirakan 300.000 orang lari ke Iran. Banyak dari pengungsi ini menunggu musim semi untuk menyeberang ke Turki, sehingga mereka dapat melakukan perjalanan ke Eropa.
Krisis ekonomi Afghanistan yang semakin parah akan menyuburkan perdagangan obat-obatan terlarang. Para ahli memperkirakan, petani Afghanistan akan memperluas produksi obat-obatan terlarang. Ekonomi bayangan ini paling menguntungkan Taliban. Kaum perempuan dan anggota masyarakat yang rentan lainnya di Afghanistan akan menanggung beban kehancuran sosial.
Baca juga : Afghanistan, di Antara Perang dan Narkotika
Alih-alih ”menyakiti” Taliban, para donor Barat merusak lembaga-lembaga pemerintah yang telah mereka bangun dengan miliaran dollar AS di Afghanistan. Bagian terbaik dari warisan kebaikan Barat di negara ini— peningkatan literasi, penurunan angka kematian ibu—bisa hilang begitu saja.
Efek regional dari kegagalan negara di Afghanistan sulit diprediksi. Namun, hal itu dapat mengancam stabilitas Pakistan, Iran, dan negara-negara Asia Tengah, karena perang saudara di Afghanistan memiliki rekam jejak yang meluas ke perbatasan.
Kerja sama
Saran Smith layak dipertimbangkan. Pilihan yang lebih baik ialah Barat ataupun AS perlu bekerja sama dengan negara yang dikuasai Taliban untuk mempertahankan fungsi dasarnya: perawatan kesehatan, pendidikan, perbankan sentral, penyediaan listrik, dan program sosial. Beberapa solusi murah, bahkan gratis, dan dapat segera diimplementasikan.
Misalnya, AS dan sekutunya serta PBB dapat mengklarifikasi bahwa sanksi berlaku hanya untuk anggota Taliban yang masuk daftar hitam dan bukan pemerintah Afghanistan. Ini cara yang cepat dan tanpa biaya untuk meringankan beban ekonomi Afghanistan.
Langkah-langkah lain akan mahal dan membutuhkan upaya gigih selama bertahun-tahun. Namun, di sisi lain bisa pula dipertimbangkan karena menjadi alternatif untuk memperlambat kemunduran Afghanistan. Tanggung jawab utama terletak pada AS, donor utama, yang membekukan aset bank sentral Afghanistan.
P Michael McKinley, Duta Besar AS untuk Afghanistan (2014-2016), dalam artikelnya di Foreign Affairs, 3 Desember 2021, meminta AS dan sekutunya untuk bekerja cepat guna mengantisipasi bencana kemanusiaan di Afghanistan. AS bisa membujuk lagi lembaga keuangan internasional yang telah meninggalkan Afghanistan untuk kembali ke negara itu.
Baca juga : Rakyat Dipaksa Memilih Mengungsi atau Lapar
AS dan sekutunya, kata McKinley, tidak dapat membatalkan kegagalan yang menyebabkan jatuhnya Kabul pada bulan Agustus. Namun, AS dan sekutunya dapat memastikan rakyat Afghanistan bisa mengetahui bahwa ”dunia tidak akan berpaling dari mereka pada saat di mana mereka sangat membutuhkan”.
Washington mungkin perlu menggunakan pengaruhnya di Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, dan Bank Pembangunan Asia untuk membuat lembaga-lembaga ini kembali beroperasi di Afghanistan.
Pemerintah AS perlu segera mengizinkan bank sentral Afghanistan untuk melakukan bisnis dengan dunia luar dan memberi sinyal mengembalikan dana atau aset yang dibekukan ke bank sentral Afghanistan setelah Taliban menjamin penggunaannya dengan baik dan benar.
Semoga semuanya itu dapat membantu Afghanistan pulih lagi, sambil menagih pemerintahan Taliban yang inklusif. (AFP/AP/REUTERS)