Pada 2019, Baghdad dan Beijing sepakat ada pertukaran minyak dengan sejumlah proyek. Beijing akan mendapat 100.000 barel minyak per hari dari Baghdad dengan imbalan pembangunan proyek-proyek infrastruktur di Irak.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
BAGHDAD, SENIN — China kembali berjanji terlibat dalam pembangunan ulang Irak selepas negara Timur Tengah itu dilanda perang sejak 2003. Kontraktor China akan membangun ribuan sekolah, rumah, klinik, dan bandara.
Dalam laporan media South China Morning Post dan kantor berita AFP pada Senin (20/12/2021) dini hari disebutkan, PowerChina dan SinoTech telah menandatangani nota kesepahaman pembangunan 1.000 sekolah. PowerChina akan membangun 679 sekolah, sedangkan SinoTech membangun sisanya.
Pekan lalu di Baghdad, Perdana Menteri Irak Mustafa al-Khadimi menyaksikan penandatanganan 15 kontrak pembangunan 1.000 sekolah itu. Wakil Presiden Power China Li Daze dan Direktur SinoTech wilayah Timur Tengah Koo Jun meneken kontrak itu dengan Direktur Eksekutif Komite Pembangunan Ulang Pendidikan Tinggi Irak Karar Muhammad.
Proyek itu merupakan bagian dari upaya Irak membangun lagi hingga 7.000 sekolah baru. Pembangunan sekolah baru juga merupakan salah satu upaya Irak bangkit dari dampak perang selepas serbuan Amerika Serikat dan sekutunya pada 2003.
Penandatanganan kontrak China-Irak berlangsung dua pekan setelah AS mengumumkan misi perangnya di Irak berakhir. Washington hanya akan mempertahankan hingga 2.500 tentaranya untuk menjadi pelatih dan penasihat aparat Irak.
Dalam beberapa tahun terakhir, Irak terus mendesak AS menarik tentaranya. Desakan terakhir disampaikan Khadimi kepada Presiden AS Joe Biden kala mereka bersua di Gedung Putih beberapa pekan lalu. Parlemen Irak sudah bolak-balik membuat keputusan tentang permintaan penarikan pasukan AS dan sekutunya dari negara itu.
Upaya pemulihan
Serbuan AS dan sekutunya pada 2003 menyebabkan perang berkepanjangan di Irak. Di tengah perang, kelompok militan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sempat bangkit dan menguasai wilayah sumber minyak Irak. Kini, hanya tersisa sel-sel kecil milisi NIIS di berbagai penjuru Irak.
Selain kebangkitan aneka milisi, perang juga merusak berbagai fasilitas dan bangunan di Irak. Pendidikan salah satu sektor terdampak parah. Unicef menyebut, sebanyak 3,2 juta anak Irak putus sekolah. Di sejumlah provinsi, hampir 90 persen anak putus sekolah. Mereka tidak bisa mendapat pendidikan karena gedung sekolah sudah hancur bertahun-tahun.
Banyak klinik, jalan, dan pembangkit listrik juga rusak. Berkali-kali aneka fasilitas umum di Irak jadi sasaran pengeboman, baik jarak jauh maupun dengan metode bunuh diri.
Setelah situasi semakin terkendali, Irak berusaha bangkit lagi.
Pada 2019, Baghdad dan Beijing sepakat ada pertukaran minyak dengan sejumlah proyek. Beijing akan mendapat 100.000 barel minyak per hari dari Baghdad. Sebagai gantinya, Beijing akan membangun bandara kecil di Nasiriyah, 90.000 rumah dan 1.000 klinik di Baghdad. Beijing juga berjanji membangun saluran pembuangan di Baghdad.
Penasihat khusus PM Khadimi, Sabah Abdul Lateef, mengatakan bahwa para pihak sedang merampungkan perincian teknis kontrak. ”Proyek ini akan dijalankan sesuai dengan kesepakatan setelah semua masalah hukum beres. Proyek akan berjalan begitu kesepakatan tuntas sepenuhnya,” katanya.
Pada Agustus 2021, Presiden China Xi Jinping dan Presiden Irak Bahram Salih juga membahas pembangunan ulang Irak lewat percakapan telepon. Dalam percakapan itu, Xi berjanji membantu Irak memulihkan diri.
Kedutaan Besar China di Baghdad mengklaim China telah menjajaki keterlibatan pada aneka proyek konstruksi bangunan umum dan infrastruktur. Kontraktor-kontraktor China telah menyatakan minat membangun sekolah, bandara, jaringan rel kereta, pengolahan air, hingga pembangkit listrik di Negeri Seribu Satu Malam itu.
China diklaim sebagai salah satu investor besar di Irak, khususnya pada sektor perminyakan. China juga merupakan salah satu konsumen utama minyak Irak.
Irak merupakan satu dari lima negara pemilik cadangan minyak terbesar. Sayangnya, nasib Irak sama dengan Iran dan Venezuela, yang sama-sama masuk lima besar pemilik cadangan minyak. Namun, perekonomian negara-negara itu hancur lebur dan warganya hidup dalam kesulitan.
Iran tidak bisa maksimal memanfaatkan kekayaan minyaknya karena tekanan internasional. Venezuela salah urus perekonomian, sementara Irak hancur karena perang. Banyak jaringan pipa dan ladang minyak Irak hancur selama perang. (AFP/REUTERS)