Rakyat Irak Tangisi Peringatan 100 Tahun Negerinya
Irak dikenal memiliki kekayaan alam melimpah yang tak dimiliki negara Arab lain, berupa air dan minyak. Tetapi, dalam usia 100 tahun Irak, rakyat negeri itu malah melihat keterpurukan dalam semua sektor kehidupan.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·6 menit baca
Negeri Irak modern, yang kini berpenduduk sekitar 40 juta jiwa, telah berusia 100 tahun (1921-2021). Negeri Irak semula berbentuk monarki di bawah kekuasaan Raja Faisal I yang naik takhta pada 23 Agustus 1921.
Kemudian negeri Irak berubah menjadi republik lewat kudeta yang dilancarkan Brigadir Jenderal Abd al-Karim Qasim pada 14 Juli 1958. Kudeta ini mengakhiri sistem monarki di negeri itu. Sistem republik terus diterapkan di Irak sampai saat ini. Periode 1921-2021 disebut era modern di Irak.
Usia 100 tahun bagi Irak modern, tentu, merupakan usia bagi sebuah negeri yang cukup matang. Seharusnya rakyat Irak telah menikmati kemajuan dan kesejahteraan negerinya dari proses panjang prestasi yang diraihnya selama 100 tahun itu.
Akan tetapi sebaliknya, rakyat Irak justru kini menangisi peringatan 100 tahun negerinya tersebut. Negeri Irak selama 100 tahun terakhir ini justru berjalan mundur, di saat banyak negeri lain meraih kemajuan luar biasa. Rakyat Irak kini malah melihat keterpurukan dalam semua sektor kehidupan di negerinya.
Negeri Irak pun praktis tertinggal dari banyak negara lain yang secara peradaban jauh lebih muda serta dari segi kekayaan alam dan sumber daya manusia (SDM) lebih miskin. Padahal, Irak adalah negeri yang dikenal memiliki peradaban tua dan maju pada era kuno. Peradaban tulis-menulis pertama kali lahir di Irak pada era Dinasti Sumeria pada abad ke-4.000 SM.
Irak juga dikenal memiliki kekayaan alam melimpah yang tidak dimiliki negara Arab lainnya. Irak adalah sebuah negeri yang menjadi aliran dua sungai, yaitu Sungai Tigris dan Eufrat, sehingga disebut negeri yang kaya air.
Irak juga memiliki cadangan minyak sekitar 143 miliar barel. Negeri itu merupakan negara terbesar ketiga pemilik cadangan minyak setelah Arab Saudi dan Venezuela. Pada tahun 1970-an hingga 1990-an, Irak memproduksi 3,5 juta barel minyak per hari. Namun, invasi Irak ke Kuwait tahun 1990, yang disusul embargo internasional atas Irak, menghentikan ekspor minyak Irak tersebut sehingga memperburuk kondisi ekonomi negara itu.
Setelah ambruknya rezim Saddam Hussein tahun 2003, Irak secara bertahap berusaha mengembalikan kapasitas produksi minyaknya sehingga Irak pada tahun 2012 berhasil memproduksi 3,4 juta barel minyak per hari. Maka, Irak disebut negara Arab yang memiliki kekayaan paling sempurna, yakni kaya air dan minyak.
Pemerintah Irak, hari Sabtu (11/12/2021) pekan lalu, di Baghdad, memperingati 100 tahun negeri Irak modern dengan sederhana. Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi dalam sambutan peringatan 100 tahun negeri Irak modern mengatakan, jalan yang dilalui negara Irak sulit dan menyakitkan. Akan tetapi, jalan tersebut merupakan satu-satunya jalan yang harus ditempuh negara Irak demi anak cucu bangsa mereka.
Aktivis politik Irak dalam akun Twitter-nya, seperti dikutip situs Al Jazeera, mengatakan bahwa sungguh sangat sedih dan menyakitkan di saat memperingati 100 tahun negeri Irak, justru negeri ini telah dibajak berbagai milisi bersenjata sehingga tidak ada kedaulatan di negeri itu. Gubernur Provinsi Sala al-din, Ammar al-Jaber, dalam akun Twitter-nya juga mencuit, sudah 100 tahun usia negara Irak, namun sejumlah pihak menginginkan negeri ini terus menjadi ajang kekerasan, peperangan, dan kehancuran.
Irak pun kini sering dijuluki negara gagal akibat terpuruk baik secara ekonomi maupun politik. Praktik korupsi yang luar biasa di Irak sejak ambruknya rezim Saddam Hussein tahun 2003 menjadi faktor utama ambruknya perekonomian Irak.
Impian ingin menjadikan negeri Irak pasca-era Saddam Hussein menjadi negeri makmur hanya khayalan belaka. Sebab, yang terjadi adalah sebaliknya, yakni malapetaka.
Presiden Irak Barham Salih dalam wawancara dengan televisi Al Jazeera pada pertengahan September lalu mengungkapkan, sedikitnya sekitar 150 miliar dollar AS uang negara lenyap akibat praktik korupsi dan dibawa kabur ke luar negeri sejak tahun 2003. Komite transparansi di parlemen Irak memperkirakan uang yang dikorupsi sejak tahun 2003 sekitar 350 miliar dollar AS atau sekitar 32 persen dari pendapatan nasional Irak selama 18 tahun terakhir ini.
Kementerian Perencanaan Irak menyebutkan, ada 4.000 proyek sejak tahun 2003 yang terbengkalai karena dana pembangunan proyek tersebut dikorupsi para elite politik. Akibatnya, pembangunan proyek-proyek itu tidak bisa berlanjut akibat tidak adanya dana.
Menurut organisasi Transparency International (TI) yang berbasis di Berlin, Jerman, Irak adalah salah satu negara paling korup di dunia. Irak menduduki urutan ke-160 dari 180 negara paling korup di dunia, menurut laporan indeks korupsi versi TI tahun 2020. Institut Keuangan Internasional (IIF) menyebut, ekonomi Irak pada tahun 2020 merupakan yang terburuk sejak tahun 2003 akibat pandemi Covid-19.
IIF memprediksi, hanya ada pertumbuhan ekonomi terbatas pada tahun ini dan tahun depan, yakni 1,6 persen pada tahun 2021 dan 3,1 persen pada tahun 2022.
Akibat terpuruknya ekonomi Irak tersebut, meletus unjuk rasa rakyat Irak yang berkobar pada Oktober 2019 sebagai protes atas terus memburuknya kondisi kehidupan di negeri itu. Aksi protes rakyat Irak tersebut sering disebut gerakan Musim Semi Arab gelombang kedua. Aksi unjuk rasa tersebut mereda akibat merebaknya Covid-19 mulai Maret 2020 di Irak.
Dalam konteks politik pun, sistem demokrasi yang dibangun pasca-era Saddam Hussein gagal membawa stabilitas dan kesejahteraan di negeri Irak. Sistem demokrasi di Irak hanya melahirkan kekerasan politik dan perang saudara.
Lahirnya Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Irak pada tahun 2014 adalah akibat gagalnya demokrasi di Irak menciptakan stabilitas, keadilan, dan kesejahteraan rakyatnya. Saat ini, NIIS di Irak secara militer telah dikalahkan. Namun, sel-sel tidur NIIS masih aktif dan kadang mampu melancarkan serangan secara sporadis.
Bahkan, kedaulatan Irak sejak tahun 2003 terbelenggu pula oleh pengaruh Iran dan AS, yang membuat Irak tidak pernah mengenyam kedaulatannya secara penuh.
Melihat situasi yang karut-marut di Irak saat ini, Presiden Barham Salih dalam rangka memperingati 100 tahun negeri Irak menyerukan, perlu segera diadakan kontrak sosial dan politik baru di Irak. Menurut Salih, sistem politik yang dibangun pasca-era Saddam Hussein sudah gagal membawa stabilitas, keadilan, kesejahteraan, dan pemerintahan yang bersih.
Salih mengusulkan agar dilakukan amendemen sejumlah butir dalam konstitusi Irak agar bisa membantu terciptanya pemerintahan yang bersih dan modern sehingga rakyat Irak kembali percaya kepada pemerintah. Ia mengatakan, salah satu krisis utama di Irak saat ini adalah rakyat sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah yang dianggap korup dan tidak kompeten dalam bekerja.
Salih menyerukan pula, Irak harus segera melakukan reformasi ekonomi dengan tidak mengandalkan lagi pada sektor minyak. Sebab, dunia ke depan semakin menerapkan ekonomi hijau yang berdampak akan semakin berkurangnya permintaan atas minyak.
Salih meminta Irak segera mengikuti jejak Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi yang melakukan reformasi ekonomi dengan meluncurkan visi Arab Saudi 2030 dan visi Abu Dhabi 2030. Visi tersebut bermisi mengurangi ketergantungan terhadap minyak dan mengembangkan diversifikasi ekonomi. Saat ini 90 persen sumber APBN Irak datang dari minyak.
Maka, harus segara diluncurkan pula visi Irak 2030 atau visi Irak 2040 dengan mengembangkan diversifikasi ekonomi di Irak.