Untuk melemahkan junta militer Myanmar, para aktivis HAM mendesak dunia tak membeli batu permata dari Myanmar. Hasil penjualan batu permata itu menjadi salah satu sumber pendapatan utama militer.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Jika peduli pada nasib rakyat Myanmar, stop membeli permata dari Myanmar. Begitu desakan aktivis-aktivis hak asasi manusia kepada para pengusaha perhiasan yang biasanya membeli permata.
Permata adalah salah satu sumber kekayaan tambang Myanmar. Jika tidak ada yang membeli permata Myanmar, harapannya, junta militer akan kehilangan pendapatan. Dengan demikian, anggaran untuk membeli persenjataan pun akan tergerus.
Laporan organisasi hak asasi manusia (HAM), Global Witness, yang dipublikasikan pada Rabu (15/12/2021) menyebutkan, junta militer terlibat dalam penambangan batu permata meski sudah ada moratorium izin baru sebelum kudeta militer, 1 Februari lalu. Dorongan dari para aktivis HAM dimulai ketika Kongres Amerika Serikat (AS) tak kunjung mengesahkan rancangan undang-undang perlindungan demokrasi di Myanmar pada 2021. Jika UU itu sudah disahkan dan efektif berlaku, AS tidak bisa lagi mengimpor batu permata dari Myanmar.
”Industri tambang permata Myanmar ini penuh korupsi dan pelanggaran HAM yang mengerikan. Padahal, batu permata ini simbol hubungan dan cinta kasih manusia,” kata Clare Hammond dari Global Witness.
Pada pekan lalu, perusahaan perhiasan mewah Harry Winston mengumumkan tidak akan membeli perhiasan apa pun lagi yang datang dari Myanmar. Perusahaan perhiasan di India, Vaibhav Global, juga sudah sejak akhir November lalu tidak lagi mencantumkan segala perhiasan dari Myanmar di daftar produknya. Selain menghapus perhiasan dari Myanmar, mereka juga kini tengah menyelidiki asal-muasal dari semua perhiasan yang mereka jual. Produk Vaibhav dijual di situs-situs online, termasuk di Amazon, Overstock, dan Walmart.
Perusahaan Tiffany & Co tidak pernah membeli permata Myanmar lagi meski AS sudah mencabut sanksinya pada 2016. Cartier, Signet Jewelers, dan Boodles juga sudah menyatakan tidak akan membeli permata dari Myanmar. Namun, batu-batu mulia Myanmar, seperti rubi berwarna merah darah dan batu berharga lainnya, banyak dijual di situs-situs online. Banyak juga permata dari daerah Mogok yang dijual. Mogok merupakan salah satu wilayah di Myanmar yang dilanda konflik.
Global Witness dan kelompok-kelompok HAM lainnya mendesak semua penjual permata dan perhiasan lain untuk tidak membeli dan menjual produk-produk dari Myanmar. Pertimbangannya, industri tambang batu mulia itu menjadi salah satu sumber pendapatan utama militer Myanmar.
Tidak ada yang tahu pasti seberapa besar pasar industri tambang batu mulia ini karena banyaknya penyelundupan dan penjualan di pasar gelap. Pendapatan dari penjualan batu giok, mutiara, dan batu permata diperkirakan miliaran dollar AS.
”Kekayaan sumber daya alam Myanmar menjadi sumber penghidupan bagi para jenderal. Selama puluhan tahun militer memperkuat kekuasaan dengan menjarah sumber alam yang berharga,” sebut laporan Global Witness.
Dua perusahaan yang dikelola Pemerintah Myanmar, yakni Myanmar Economic Corp dan Myanma Economic Holdings Ltd, mendominasi perdagangan batu giok dan batu permata melalui beragam anak perusahaan. Ada juga pedagang batu giok lain yang diduga ada kaitan dengan pemimpin junta militer, Min Aung Hlaing.
AS dan negara-negara lain sudah kembali menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang berafiliasi dengan militer serta para pemimpin militer berikut keluarga mereka. Salah satu perusahaan yang terkena sanksi adalah Myanma Gems Enterprise yang menangani izin dan lisensi perdagangan batu giok dan permata serta mengumpulkan keuntungan penjualan.
Industri batu giok saja diperkirakan menghasilkan keuntungan antara 346 juta dollar AS dan 415 juta dollar AS. Banyak perdagangan di pasar gelap yang jumlahnya tak diketahui. Pasar gelap muncul karena pemerintahan Aung San Suu Kyi menghentikan pemberian lisensi baru pada 2016 dan lisensi terakhir berlaku pada 2020. Jadi, aktivitas penambangan yang sekarang berjalan itu sama saja dengan ilegal karena tidak mengantongi izin.
Mayoritas penambangan batu rubi, safir, dan permata dilakukan di wilayah Mogok dan dilakukan secara ilegal. Peralatan tambangnya pun seadanya. Ini membahayakan warga petambang. Banyak batu giok dan batu mulia lainnya dikirim ke Thailand untuk dibersihkan dan disempurnakan. Setelah itu, asal-muasal batu-batu mulia itu sudah sulit untuk diketahui. (AP)