Departemen Keuangan Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada individu dan entitas bisnis di China, Myanmar, dan Korea Utara terkait keterlibatan mereka membantu pemerintah masing-masing melakukan pelanggaran HAM.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
WASHINGTON, SABTU — Pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terkait pelanggaran hak asasi manusia terhadap puluhan orang dan entitas bisnis di China, Myanmar, dan Korea Utara. Kanada dan Inggris mendukung tindakan itu dengan menjatuhkan sanksi yang sama kepada Myanmar.
”Tindakan yang kami lakukan hari ini, bermitra dengan Inggris dan Kanada, mengirimkan pesan bahwa negara demokrasi di seluruh dunia akan melawan mereka yang menyalahgunakan kekuasaan karena menimbulkan penderitaan dan penindasan,” kata Wally Adeyemo, Wakil Menteri Keuangan AS, dalam pernyataan, Jumat (10/12/2021).
Penjatuhan sanksi terbaru kepada tiga negara itu itu diumumkan bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia dan pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) untuk Demokrasi. Presiden AS Joe Biden dalam pidato penutupan KTT virtual itu mengatakan, sanksi adalah bagian dari inisiatif untuk menumbuhkembangkan kembali demokrasi, menghadang autokrasi dan otoritarianisme di seluruh dunia, memerangi korupsi, serta mempromosikan HAM.
Washington sudah beberapa kali menjatuhkan sanksi kepada orang-orang dan entitas bisnis yang diduga berperan dalam pelanggaran HAM terhadap warga Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, China barat. Beberapa perusahaan asal China yang diduga melakukan kerja paksa kepada warga Uighur telah masuk daftar hitam Pemerintah AS dan tidak bisa melantai di bursa saham Wall Street.
Menurut catatan Perserikatan Bangsa-Bangsa, tindakan keras Beijing terhadap warga Uighur mulai terjadi sejak awal 2017. Seperti dikutip laman Al Jazeera, sejumlah laki-laki dan perempuan Uighur serta etnis minoritas Muslim lain ditahan atau dipenjara. Selain itu, sekitar 1 juta warga Uighur telah dikirim ke sebuah kamp pembinaan karakter.
China menolak tuduhan tersebut. Beijing mengatakan, kebijakannya terhadap warga Uighur dan minoritas Muslim lain di Xinjiang diperlukan untuk memerangi ekstremisme serta mempromosikan perbaikan kondisi sosial ekonomi untuk warga miskin dan tertinggal.
Kedutaan Besar China di Washington mengecam tindakan AS menjatuhkan sanksi terbarunya. Kedutaan menyebut hal itu sebagai campur tangan serius dalam urusan dalam negeri China serta pelanggaran berat terhadap norma-norma dasar hubungan internasional. Juru bicara Kedubes China, Liu Pengyu, mengatakan, tindakan itu membahayakan hubungan kedua negara. Ia mendesak Washington untuk membatalkannya.
Identifikasi etnis Uighur
Salah satu entitas bisnis China yang dikenai sanksi adalah perusahaan kecerdasan buatan SenseTime. Washington menuding perusahaan itu sebagai bagian dari industri militer China dan teknologi pengenalan wajah (facial recognition) yang dikembangkan untuk menentukan etnis seseorang atau sekelompok orang, terutama etnis Uighur.
Akibat sanksi tersebut, calon investor AS harus menahan diri untuk berinvestasi di SenseTime. Padahal, perusahaan itu tengah dilirik sejumlah pemodal AS. Setelah penjatuhan sanksi, SenseTime mulai membahas nasib rencana penawaran saham perdana (IPO) di bursa saham Hong Kong. Tambahan modal sekitar 767 juta dollar AS yang diharapkan diperoleh saat IPO kemungkinan besar akan terganjal.
SenseTime dalam pernyataan tertulis mengatakan, tuduhan Washington tidak berdasar. ”Kami telah mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku terkait dengan bisnis kami,” kata perusahaan tersebut.
Selain sanksi untuk China, Departemen Keuangan AS menyatakan, mereka menjatuhkan sanksi kepada dua entitas militer Myanmar dan sebuah organisasi yang membantu mereka membungkam hak politik warga sipil penentang kudeta militer 1 Februari. Depkeu AS juga menjatuhkan sanksi kepada empat kepala daerah, termasuk Myo Swe Win, yang ditunjuk junta memimpin wilayah Bago.
Kanada menjatuhkan sanksi kepada empat entitas yang terafiliasi dengan junta militer. Sementara Inggris memberlakukan sanksi baru terhadap militer Myanmar. Tindakan penjatuhan sanksi itu dinilai lembaga Global Witness sebagai sebuah langkah yang sia-sia karena industri gas alam Myanmar, sumber utama keuangan junta, tidak terdampak.
Terhadap Korut, Depkeu AS memasukkan Kejaksaan Pusat Korut dalam daftar hitam bersama mantan Menteri Urusan Jaminan Sosial yang kini Menteri Angkatan Bersenjata Rakyat, Ri Yong Gil. Depkeu juga memasukkan sebuah universitas di Rusia yang memfasilitasi pengiriman pekerja dari Korut. (REUTERS)