Pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan lagi sanksi untuk perusahaan-perusahaan di China yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM di Xinjiang.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Pemerintah Amerika Serikat memberlakukan sanksi perdagangan terhadap 11 perusahaan yang diduga terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, China. Keputusan AS itu menambah tekanan pada China terkait kasus dugaan Partai Komunis China melakukan detensi massal, kerja paksa, dan pelakuan kejam lain terhadap kelompok minoritas Muslim di Xinjiang.
Kasus Xinjiang merupakan salah satu persoalan yang menyebabkan hubungan antara AS dan China memburuk hingga ke titik terendah dalam beberapa dekade. Selain 11 perusahaan itu, Senin (20/7/2020), AS juga menjatuhkan sanksi pada empat pejabat China yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM itu. Membalas keputusan AS, China juga mengumumkan hukuman pada empat senator yang kerap mengkritik catatan HAM China.
Ke-11 perusahaan yang kena sanksi itu termasuk pabrik-pabrik baju dan pemasok teknologi. Dua perusahaan itu, antara lain, Xinjiang Silk Road BGI dan Beijing Liuhe BGI, salah satu perusahaan pengurutan-gen terbesar di dunia. AS menilai perusahaan itu selama ini melakukan analisis genetik untuk menekan minoritas Muslim.
Departemen Perdagangan AS menyebutkan karena terkena sanksi sehingga akses ke-11 perusahaan itu pada teknologi dan barang-barang lain dari AS akan dibatasi. Namun, tidak disebutkan spesifik barang atau teknologi apa saja yang dibatasi.
”Ketentuan baru ini memastikan barang dan teknologi AS tidak digunakan China untuk menyerang masyarakat minoritas Muslim,” ujar Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross dalam pernyataan tertulisnya.
Kelompok-kelompok pejuang HAM mengatakan, pasukan keamanan di Xinjiang tampaknya membuat bank data genetik dengan mengumpulkan sampel-sampel jutaan orang termasuk sampel darah dan lain-lain dengan cara paksa. Pemerintah China telah mengumpulkan informasi genetik dari seluruh rakyat China selama 20 tahun terakhir. Alasannya, data itu akan digunakan untuk kepentingan penegakan hukum.
Dari hasil penyelidikan tahun 2018 dan 2020, kantor berita The Associated Press menemukan tiga perusahaan yang memberlakukan kerja paksa. Salah satunya adalah perusahaan Nanchang O-Film Tech, pemasok layar dan lensa untuk perusahaan Apple, Samsung, dan perusahaan teknologi lainnya. Para pekerja asal Xinjiang yang bekerja di pabrik yang berlokasi di Nanchang tidak boleh keluar tanpa didampingi. Mereka juga diwajibkan mengikuti kelas-kelas politik.
Pihak bea cukai AS juga telah menahan proses pengiriman dari perusahaan kedua yakni, Hetian Haolin Hair Accessories, karena diduga dibuat dengan keringat para pekerja paksa. Adapun perusahaan ketiga yang terkena sanksi itu disebutkan bernama Hetian Taida, produsen pakaian olahraga untuk tim olahraga kampus-kampus di AS. Mereka juga disebutkan mempekerjapaksakan tahanan.
Sebelum sanksi terbaru ini, AS sebelumnya juga menjatuhkan sanksi serupa terhadap 37 perusahaan pada Oktober 2019 dan Juni 2020. Semua perusahaan itu juga dituduh terlibat dalam pelanggaran HAM di Xinjiang.
Kesetiaan partai
Pemerintah China menahan sedikitnya 1 juta warga etnis minoritas Muslim Uighur dan kelompok minoritas etnis Muslim lainnya di kamp-kamp pengasingan. Bagi China, itu bukan kamp pengasingan melainkan tempat pelatihan vokasi untuk mencegah masuknya ideologi radikalisme dan separatis di kelompok etnis muslim. Namun, tempat-tempat itu, menurut pengakuan China, sudah ditutup.
Para warga etnis Muslim yang pernah dimasukkan ke kamp itu mengaku dipaksa, sering kali dengan kekerasan, untuk menanggalkan agama, budaya, dan bahasa yang digunakan. Mereka juga harus bersumpah setia pada pemimpin partai komunis sekaligus Presiden China Xi Jinping.
Kementerian Luar Negeri China mengecam sanksi AS itu dan menegaskan pihaknya juga akan mengambil langkah-langkah tertentu untuk melindungi perusahaan-perusahaan China. (AP)