Setelah Singapura, Kasus Pertama Omicron Terdeteksi di Malaysia
Malaysia melaporkan mendeteksi kasus pertama varian baru Covid-19 Omicron. Kasus itu ditemukan pada mahasiswi asing dari Afrika Selatan melalui Singapura. Sehari sebelumnya, di Singapura juga ditemukan 2 kasus Omicron.
Oleh
Mahdi Muhammad dan Mh Samsul Hadi
·5 menit baca
AFP/MOHD RASFAN
Seorang penumpang dengan mengenakan masker mengantre check-in untuk penerbangannya di Bandara Internasional Kuala Lumpur di Sepang, Malaysia, 29 November 2021.
KUALA LUMPUR, JUMAT — Malaysia mendeteksi kasus pertama varian baru Covid-19, Omicron, di negara itu pada seorang mahasiswi asing dari Afrika Selatan. Menteri Kesehatan Malaysia Khairy Jamaluddin, Jumat (3/12/2021), mengungkapkan, mahasiswi tersebut tiba dari Afrika Selatan dua pekan lalu dan sudah menjalani karantina.
Otoritas di Malaysia telah mengadakan tes ulang atas sampel-sampel positif setelah pada 24 November lalu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Omicron sebagai varian yang harus diwaspadai. Mahasiswi berusia 19 tahun itu tidak menampakkan gejala dan telah menjalani vaksinasi.
Ia tiba di Malaysia dari Singapura. Setelah menjalani karantina selama 10 hari, mahasiswi itu keluar dari karantina pada 29 November lalu. Lima orang lain yang satu kendaraan dengannya dinyatakan negatif dari hasil tes Covid-19.
Meski demikian, tambah Khairy, otoritas kesehatan negeri jiran telah meminta mahasiswi dan delapan orang kontak terdekatnya untuk kembali menjalani tes setelah sampel tesnya dikonfirmasi memperlihatkan varian baru Omicron.
Penyebaran varian Omicron terus meluas setelah negara-negara melaporkan telah mendeteksi varian tersebut pada warga di tempat mereka. Kamis (2/11/2021), Singapura juga mengonfirmasi dua kasus Omicron dari dua penumpang penerbangan asal Afrika Selatan.
AFP/MOHD RASFAN
Seorang penumpang dengan mengenakan masker berjalan di Bandara Internasional Kuala Lumpur di Sepang, Malaysia, 29 November 2021.
Sementara itu, dari Johannesburg dilaporkan bahwa sebuah studi pendahuluan para ilmuwan Afrika Selatan menyatakan, varian baru virus SARS-CoV-2, Omicron, tiga kali lebih mungkin menyebabkan infeksi ulang (reinfeksi) pada individu yang pernah terinfeksi Covid-19 dibandingkan dengan varian Delta ataupun Beta.
Infeksi ulang
Hasil studi memperlihatkan 35.670 kasus dugaan infeksi ulang di antara 2,8 juta orang dengan hasil tes positif hingga 27 November lalu. Kasus-kasus itu dianggap sebagai kasus reinfeksi jika hasil tes mereka positif dalam rentang waktu 90 hari.
Hasil studi yang diumumkan pada Kamis (2/12/2021) itu memberikan bukti epidemologis tentang kemampuan Omicron menghindari kekebalan dari infeksi sebelumnya. Namun, studi tersebut belum ditinjau oleh ilmuwan lain.
”Reinfeksi baru-baru ini terjadi pada pasien yang terinfeksi Covid-19 varian Delta,” cuit Direktur Pusat Keunggulan DSI-NRF Afrika Selatan dalam Pemodelan dan Analisis Epidemiologi.
Meski demikian, Pulliam mencatat, tim peneliti tidak memiliki informasi tentang status vaksinasi individu sehingga mereka tidak dapat menilai sejauh mana Omicron menghindari kekebalan yang terbentuk di dalam tubuh pascavaksinasi.
Menurut Pulliam, data soal vaksinasi pada individu yang mengalami infeksi ulang menjadi sangat penting, terutama untuk menilai tingkat keparahan galur Omicron.
Michael Head, seorang ilmuwan di University of Southampton, memuji penelitian tersebut sebagai penelitian dengan kualitas yang tinggi. Dia mengatakan, hasil studi para ilmuwan Afsel ini memperlihatkan kemampuan galur Omicron yang sangat mengkhawatirkan.
AP PHOTO/PETER DEJONG
Polisi berkuda berpatroli di pusat kota setelah demonstrasi menentang pembatasan dan penguncian wilayah karena Covid-19 di Nijmegen, Belanda, Minggu (28/11/2021). Otoritas kesehatan Belanda mengonfirmasi bahwa 13 orang yang tiba dari Afrika Selatan pada hari Jumat (26/11/2021) dinyatakan positif Covid-19 galur Omicron.
”Analisis ini memang terlihat sangat mengkhawatirkan, kekebalan alami individu yang pernah terinfeksi bisa dilewati. Mungkinkah ini masih menjadi alarm palsu?” katanya dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya, Anne von Gottberg, ilmuwan Afrika Selatan yang bekerja pada Institut Nasional untuk Penyakit Menular, memperkirakan bahwa vaksin masih akan efektif untuk mencegah tingkat keparahan pada individu yang terinfeksi. Pada saat yang bersamaan, dia juga mengingatkan, galur Omicron akan membuat Afrika Selatan menghadapi lonjakan kasus.
”Kami percaya jumlah kasus akan meningkat secara eksponensial di semua provinsi di negara ini. Kami percaya vaksin akan tetap melindungi dari penyakit serius, rawat inap, dan kematian,” katanya dalam konferensi pers Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) wilayah Afrika.
Per Rabu (1/12/2021), Institut Nasional Penyakit Menular (NICD) Afsel mencatat ada 8.561 kasus Covid-19 baru, dua kali lipat dibandingkan sehari sebelumnya. Sebanyak 74 persen dari sampel kasus baru itu adalah galur Omicron.
Petugas kesehatan bersiap untuk melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) kepada salah seorang pelancong di Bandara Internasional OR Tambo di Johannesburg, Afrika Selatan, Minggu (27/11/2021).
Apabila dirata-rata, Afsel mencatat 3.500 kasus baru per hari, naik tiga kali lipat dibandingkan rata-rata harian sebelumnya yang mencatat 1.000 kasus. Bahkan, pada periode September-Oktober, rata-rata kasus harian 3.000-an kasus per hari setelah Pemerintah Afsel melakukan pengetatan saat galur Delta merebak dan mencapai puncak pada periode Juni-Juli. (Kompas.id, 2 Desember 2021)
Merebaknya galur Omicron telah membuat banyak negara menutup pintu masuknya bagi warga Afrika Selatan. Hal ini dikritik oleh WHO sebagai tindakan berlebihan karena dinilai sumber penyebab masih belum jelas.
”Afrika Selatan dan Botswana mendeteksi varian tersebut. Kami tidak tahu dari mana asalnya. Menghukum orang yang berhasil mendeteksi atau melaporkan itu sebuah hal yang tidak adil,” kata Ambrose Talisuna, ahli epidemologi Kongo dan Penasihat Program Kedaruratan Kesehatan WHO wilayah Afrika.
Peran vaksin
Kemunculan varian baru virus SARS-CoV-2 yang mampu membuat orang terinfeksi kembali sangat mengejutkan dunia. Sebelumnya, dunia dibuat panik oleh kemunculan galur Delta. Dampaknya pada global mengkhawatirkan, terutama pengaruhnya bagi upaya dunia untuk bangkit kembali pascapandemi.
Namun, pandangan optimistis datang dari Ugur Sahin, pendiri perusahaan bioteknologi BioNTech, salah satu perusahaan yang ikut andil menemukan vaksin Covid-19. ”Saya pribadi tidak terlalu khawatir dengan situasi ini,” kata Sahin, dikutip dari laman The Economist.
AFP/AHMAD GHARABLI
Kontestan Miss Universe tiba di Bandara Ben Gurion, Tel Aviv, Israel, Minggu (28/11/2021). Israel mulai menutup perbatasannya untuk semua orang asing dan mewajibkan karantina bagi warganya yang pulang dari luar negeri untuk mencegah penyebaran galur baru Omicron.
Sahin mengakui bahwa informasi tentang varian baru SARS-CoV-2 masih sangat sedikit. Para ilmuwan juga masih terus mencari informasi tentangnya. Meski begitu, Sahin meyakini, meski Omicron berhasil mengatasi respons antibodi (baik alami maupun dibentuk oleh vaksin)—lapisan pertama perlindungan terhadap virus—lapisan kedua sistem imun tubuh akan terlibat dalam upaya berikutnya yang melibatkan sel-T untuk menyerang sel yang terinfeksi dan menghentikan reproduksi virus.
Sahin juga berusaha meredakan kekhawatiran bahwa individu dan populasi warga yang telah divaksinasi bisa menjadi sangat sakit jika terinfeksi galur ini. Dia mengatakan, dalam menggunakan alur pikiran ilmiahnya, bahwa warga yang sudah divaksin, termasuk menggunakan suntikan dosis penguat (booster), hanya akan terinfeksi ringan atau sedang jika terpapar galur Omicron.
Sahin menambahkan, timnya akan mengumpulkan data status vaksinasi individu yang terpapar galur baru ini, baik hanya separuh dosis, dosis lengkap (dua dosis), atau telah menggunakan booster. Data ini akan memungkinkan Sahin dan timnya untuk menghitung risiko yang ditimbulkan Omicron berhubungan dengan status vaksinasi. (AFP/REUTERS)