Putri Diana meninggal 24 tahun lalu, tetapi sampai sekarang masih menjadi pembicaraan. Persepsi mengenai Diana juga berubah, dari sebagai idola menjadi tinjauan yang lebih kritis terhadap sistem monarki.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·5 menit baca
PETER MACDIARMID/GETTY IMAGES
Bunga, foto, dan penghormatan untuk mengenang Putri Diana diletakkan di pintu gerbang Istana Kensington, London, pada 31 Agustus 2005.
Putri Diana meninggal pada tahun 1997 akibat kecelakaan lalu lintas di Paris, Perancis. Akan tetapi, ingatan publik akan dirinya tetap hidup sampai sekarang. Sang putri menjelma menjadi salah satu fenomena budaya populer yang dirayakan, dicerca, dan selalu dikenang tidak hanya bagi masyarakat Inggris, tetapi juga penduduk global.
Juru foto keluarga Kerajaan Inggris, Anwar Hussein, beserta kedua putranya, Zak dan Samir, menggelar pameran koleksi foto Putri Diana yang berjudul ”Princess Diana: Accredited Access” di Amerika Serikat mulai Rabu (1/12/2021). Pameran ini akan keliling ke tiga kota, yakni Los Angeles, Chicago, dan New York.
Hussein adalah juru foto keluarga Kerajaan Inggris terlama. Ia memotret Diana sejak pernikahannya dengan Pangeran Charles, putra mahkota dan ahli waris takhta, pada tahun 1981 hingga sebelum kematiannya di tahun 1997. Dalam pameran itu, pengunjung, yang membayar karcis masuk sebesar 25 dollar AS (setara Rp 359.000) memakai masker serta menunjukkan bukti sudah divaksin Covid-19, akan diberi gawai yang menjelaskan latar belakang dan cerita dari setiap foto yang dipamerkan.
”Ini bukan sekadar foto bangsawan yang cantik, melainkan juga perjalanan hidup Putri Diana dari perempuan yang pemalu menjadi ikon mode dan duta kemanusiaan global. Di setiap foto ada cerita yang menarik sehingga bagi kami foto ini layak dipamerkan,” kata Zak Hussein mewakili ayahnya.
Hussein terkenal dengan cara memotret yang tidak kaku. Ia justru senang memotret keluarga kerajaan ketika mereka sedang tidak berpose, mirip dengan metode yang dipakai oleh wartawan foto dan pembuat film dokumenter. Foto-foto yang diambil oleh Hussein lebih dinamis dan mencerminkan emosi serta gestur yang tidak akan tampak dalam foto-foto formal. Ini membuat anggota keluarga kerajaan Inggris yang ia potret tampak manusiawi, bukan orang-orang dari kelas elite yang seolah terpisah dari dunia.
Kurator pameran, Cliff Skeilliter, ketika berbicara kepada media CBS LA menerangkan alasan segala hal yang bersangkutan dengan Putri Diana masih menarik perhatian masyarakat. Ia hidup di bawah sorotan kamera, tetapi di saat yang sama dituntut untuk memiliki tindak-tanduk tertentu serta menjalankan kewajiban terhadap tugas-tugas monarki.
”Di saat yang sama, Diana sangat berbeda dengan anggota keluarga kerajaan. Contohnya, ia tidak pernah memakai sarung tangan. Diana bersalaman dengan begitu banyak orang dengan tangan telanjang, suatu hal yang tidak pernah dilakukan oleh bangsawan sebelumnya. Ini yang membuat reputasi Diana membumi dan setiap orang seolah bisa berkomunikasi dengan dia,” tutur Skeilliter.
Diskursus
FILE PHOTO
Diana, Putri Wales, dalam arsip foto pada 15 Januari 1997, saat berjalan di salah satu koridor aman di ladang ranjau Huambo, Angola, saat kunjungan untuk membantu kampanye Palang Merah Internasional memberantas ranjau darat di seluruh dunia.
Putri Diana tidak hanya menjadi idola, tetapi juga diskursus, terutama di kalangan generasi muda milenial dan generasi Z. Pada tahun 2020, kanal streaming Netflix menayangkan serial The Crown mengenai kehidupan keluarga Kerajaan Inggris. Acara ini menjadi program terpopuler di Netflix. Kehidupan keluarga kerajaan tetap membuat masyarakat penasaran, terlepas mereka mendukung ataupun menolak konsep monarki.
Pada musim tayang keempat, lakon Diana muncul dan diperankan oleh aktris Emma Corrin yang menggambarkan Diana sebelum dan saat awal pernikahan dengan Charles. Ketika itu ia masih muda dan pemalu. Pada musim tayang kelima, lakon Diana diperankan oleh Elizabeth Debicki yang menampilkan Diana di puncak ketenaran.
Sebelumnya, aktris Naomi Watts pernah berperan sebagai Diana untuk film Diana pada tahun 2013. Baru-baru ini, Kristen Stewart memerankan Putri Wales dalam film Spencer. Semua menunjukkan betapa menderitanya kehidupan Diana di bawah tekanan kerajaan. Ini yang membuat Diana populer di masyarakat, yaitu seorang putri yang bekerja keras tetapi penuh nestapa dan memberontak dalam diam terhadap kerajaan.
Di media sosial bermunculan video-video amatir mengenai kehidupan Diana. Terdapat pula testimoni para penggemar Diana yang umumnya sudah berumur di atas 50 tahun. Cara berpakaian Diana pun banyak ditiru para penggemar mode sekarang.
Namun, tidak semua pandangan terhadap Diana selalu positif. Generasi milenial dan Z memiliki pandangan yang lebih kritis, baik terhadap Diana maupun Kerajaan Inggris pada umumnya. Perseteruan di Wangsa Windsor yang mengakibatkan putra bungsu Diana, Pangeran Harry dan istrinya, Meghan Markle, meninggalkan istana atas alasan perlakuan rasis dari keluarga kerajaan, menjadi penyebabnya.
Belum ada kejelasan mengenai sengketa itu karena Harry dan Meghan serta Istana Buckingham hingga kini masih saling tuduh dan sangkal. Akan tetapi, berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh YouGov pada tahun 2020, masyarakat Inggris kian menganggap monarki tidak relevan. Sebanyak dua pertiga kelompok yang membela monarki adalah penduduk berusia 50 tahun ke atas.
AFP/DANIEL LEAL-OLIVAS
Arsip foto pada 9 Juni 2021 memperlihatkan anggota keluarga Kerajaan Inggris saat berdiri di balkon Istana Buckingham untuk menonton pesawat Angkatan Udara Kerajaan melintas di atas mereka.
Diana, dalam persepsi yang kritis generasi muda, bukan duta kemanusiaan, melainkan simbol kolonialisme. Ia adalah perwujudan dari ”white saviour”, yaitu orang kulit putih yang mendatangi negara-negara miskin dan menolong mereka. Padahal, negara-negara itu sulit meninggalkan keterbelakangan pembangunan salah satu penyebabnya ialah sejarah penjajahan dan perbudakan yang panjang dari bangsa Eropa, terutama Inggris.
Demikian juga dengan kajian yang dilakukan oleh Opinium dan terbit pada Maret 2021. Secara keseluruhan, baru 29 persen rakyat Inggris menginginkan perubahan menjadi republik. Akan tetapi, jumlah ini meningkat 14 persen dibandingkan dengan tahun 2019.
Dalam wawancara dengan media Insider, peneliti monarki Inggris dari Universitas Lancaster, Laura Clancy, menjelaskan, generasi muda memiliki pandangan berbeda dengan pendahulu mereka. Diana pada dasarnya adalah simbol kelompok yang sangat spesifik di Inggris.
”Diana selalu disebut sebagai ’Mawar Inggris’, yaitu perempuan kulit putih, feminin secara tradisional, dan dari kelas atas. Ini konsep yang makin tidak laku di kalangan generasi muda karena Inggris bagi mereka adalah keberagaman dan toleransi,” ucapnya. (REUTERS)