Untuk kedua kalinya, Myanmar tak ikut pertemuan ASEAN. Negara itu terisolasi seiring menjauhnya mereka dari lima konsensus yang telah disepakati dengan ASEAN.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kurang dari sebulan, Myanmar dua kali ditinggalkan oleh sembilan negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam pertemuan puncak. Pertama, pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN, 26-28 Oktober lalu. Kedua, pada KTT Khusus ASEAN-China untuk memperingati 30 tahun hubungan ASEAN-China, Senin (22/11/2021). Keterisolasian Myanmar akan bertambah pekan ini saat ASEAN-Uni Eropa menggelar pertemuan Asia-Eropa (ASEM) Ke-13.
Seperti dua pertemuan puncak sebelumnya, Myanmar—lebih tepatnya junta militer negara itu—tak akan dilibatkan dalam ASEM pula. Penegasan tentang junta Myanmar ini penting untuk digarisbawahi karena ASEAN sebenarnya tidak mengucilkan negara itu. Dari dua KTT terakhir, ASEAN sebenarnya mengundang perwakilan nonpolitik Myanmar. Saluran video telekonferensi untuk mereka dikirimkan ke Naypyidaw. Namun, uluran itu ditolak junta, yang ngotot ingin pemimpinnya, Jenderal Min Aung Hlaing, hadir.
Hingga saat ini, sejak bergabung tahun 1997, Myanmar masih bagian dari keluarga ASEAN. Hubungan kekeluargaan itu terganggu saat junta militer mengudeta pemerintahan demokratis Myanmar pada Februari 2021. Ada kredo suci di ASEAN, bernama Piagam ASEAN, dicederai oleh junta negara itu, salah satunya terkait dengan prinsip demokrasi, penegakan hukum, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Sebagai kesepakatan intra-ASEAN, Piagam ASEAN mengikat secara hukum (legally binding) negara-negara anggotanya.
Upaya untuk memulihkan krisis politik di Myanmar telah dilakukan, juga dengan melibatkan junta. Upaya itu disepakati pada pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta, April lalu, dalam bentuk lima poin konsensus. Lima poin konsensus itu meliputi penghentian kekerasan di Myanmar, dialog konstruktif menuju solusi damai, penunjukan utusan khusus sebagai mediator dialog, bantuan kemanusiaan, serta kunjungan utusan khusus dan delegasi ASEAN ke Myanmar. Dari lima poin ini, baru satu poin terwujud: penunjukan utusan khusus ASEAN.
Junta Myanmar mungkin tak menduga ASEAN ”sekeras” saat ini sebagai respons atas tindakan para jenderal mereka lari dari tanggung jawab melaksanakan lima poin konsensus. Hubungan ASEAN-Myanmar saat ini sedang buntu. Belum terlihat bakal ada terobosan untuk menyelesaikan kebuntuan itu. Tak lama lagi, tahun 2021 berakhir. Tahun 2022 Kamboja mendapat giliran menjadi ketua ASEAN.
Menjadi pertanyaan besar, apakah Myanmar akan tetap bertahan dalam keluarga besar ASEAN. Pilihan ada di tangan Myanmar. Selama hampir seperempat abad bernaung di ASEAN, mereka menikmati banyak hal. Jika ingin tetap di ASEAN dan hidup dalam keguyuban khas ASEAN, Myanmar tinggal kembali dan melaksanakan kesepakatan bersama, lima poin konsensus itu. Semakin menjauh dari lima konsensus itu, Myanmar semakin mengisolasi dirinya sendiri.