Pengucilan Junta Myanmar Berlanjut, ASEAN-China Sepakat Jaga Stabilitas Kawasan
ASEAN kembali tidak melibatkan junta militer Myanmar dalam konferensi tingkat tinggi dengan China. Dalam konferensi itu, ASEAN-China sepakat untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan.
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN mengucilkan junta militer Myanmar berlanjut. Bahkan, ASEAN menolak bujukan pihak lain agar pengucilan itu diakhiri. Kini ada kebuntuan dalam hubungan ASEAN-Myanmar.
Pada Konferensi Khusus Peringatan 30 Tahun Hubungan ASEAN-China, Senin (22/11/ 2021), tidak ada perwakilan Myanmar. Dalam rangkaian KTT ASEAN dengan para mitranya pada Oktober 2021, junta juga tidak diundang. ASEAN mengundang perwakilan nonpolitik dari Myanmar pada KTT itu, tetapi junta tidak memberikan izin kepada perwakilan itu untuk berpartisipasi.
Baca juga: 30 Tahun ASEAN-China: Bangun Kepercayaan, Jaga Stabilitas Kawasan
Adapun dalam KTT ASEAN-Eropa pada Kamis-Jumat (25-26/11/2021) pekan ini, junta juga tidak akan kembali diundang. Ada permintaan dari Uni Eropa untuk tak mengundang junta.
Sementara dalam Konferensi Khusus ASEAN-China, kemarin, Utusan Khusus China untuk Urusan Asia Sun Guoxiang mencoba menanyakan perwakilan junta dalam konferensi itu. Perwakilan Brunei Darussalam dan Singapura yang ditemui Sun menegaskan, sikap ASEAN tetap sama. Karena itu, Sun menyampaikan kepada Myanmar bahwa China menghormati sikap ASEAN.
Selama ini, China dikenal sebagai salah satu penyokong Myanmar. Beijing tidak pernah secara jelas menunjukkan sikap soal kudeta 1 Februari 2021 di Myanmar. Dalam sejumlah kesempatan, Beijing hanya menyatakan bahwa perkembangan di Myanmar bukanlah suatu yang diharapkan China.
Beijing juga memutuskan menutup perbatasan dengan Myanmar. Keputusan itu membuat perdagangan perbatasan China-Myanmar terpangkas drastis. Padahal, perdagangan dengan China merupakan salah satu sumber pendapatan penting bagi Myanmar.
Ketua ASEAN 2022, Kamboja, sudah mengatakan bahwa ASEAN tidak pernah mengucilkan Myanmar. ASEAN tetap meminta kehadiran Myanmar. Menurut Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Myanmar mengabaikan haknya kala tidak hadir di KTT ASEAN 2021. ASEAN tidak pernah mengucilkan Myanmar.
Baca juga: Kamboja Tak Mau ASEAN Kucilkan Myanmar
Pakar pada Chulalongkorn University, Thailand, Thitinan Pongsudhirak, menyebut bahwa kini ada kebuntuan dalam hubungan ASEAN-Myanmar. ASEAN tidak akan mengeluarkan Myanmar dan Myanmar tidak akan keluar dari organisasi kawasan itu. Karena itu, penting bagi ASEAN untuk mempunyai utusan khusus yang mampu membuat terobosan.
Sejauh ini, Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar Erywan Yusof tidak kunjung bisa membuat terobosan. Bahkan, ia tidak bisa berkunjung dengan kondisi yang disepakati dalam konsensus para pemimpin ASEAN soal Myanmar.
Jaga stabilitas kawasan
Dalam KTT ASEAN-China dibahas sejumlah isu, salah satunya Laut China Selatan. Pada pernyataan selepas KTT, ASEAN-China sepakat menjaga kedamaian dan keadilan di perairan itu.
ASEAN-China sepakat untuk meneguhkan komitmen pada kebebasan pelayaran dan penerbangan di Laut China Selatan. Semua pihak didesak terus menahan diri dari kegiatan yang bisa memicu atau meningkatkan sengketa serta ikut memengaruhi kedamaian dan kestabilan kawasan.
Dalam isu tersebut, ASEAN-China juga memastikan para pihak terkait untuk menyelesaikan masalah wilayah secara damai tanpa menggunakan ancaman atau kekuatan. Penyelesaian harus sesuai dengan hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Pada konferensi itu Presiden Joko Widodo mengatakan, Pemerintah Indonesia mendorong kerja sama ASEAN-China agar semakin kuat sembari terus membangun rasa saling percaya dan menjaga stabilitas kawasan. Hal ini perlu dilakukan dengan bersama-sama menghormati hukum internasional. ”Rasa saling percaya itu dapat terwujud jika kita semua menghormati hukum internasional,” ujar Presiden.
Kemitraan ASEAN-China, lanjut Presiden Jokowi, perlu diperkokoh untuk menjadikan kawasan sebagai raksasa ekonomi. Perdagangan yang seimbang serta investasi yang ramah lingkungan dan berkualitas juga sangat penting untuk terus diupayakan.
”Karena itu, kerja sama untuk mendukung transisi ekonomi, transisi energi, dan transisi digital menjadi sangat penting bagi kerja sama ke depan,” ujar Presiden.
Kerja sama ASEAN-China dimulai secara informal sejak 1991. China mitra wicara penuh ASEAN pada 1996 dan menjadi mitra wicara strategis pada Oktober 2003. Pada KTT ke-24 ASEAN-China, Oktober lalu, disepakati peningkatan status menjadi kemitraan strategis komprehensif.
China menjadi mitra dagang terbesar bagi ASEAN selama 12 tahun terakhir. Volume perdagangan ASEAN-China pada 1991 masih 8,36 miliar dollar AS. Tahun 2020, angka ini menjadi 685,28 miliar dollar AS. Peningkatan ini hampir 82 kali lipat dalam kurun waktu kurang dari 30 tahun.
Investasi kumulatif dua arah juga telah melampaui 310 miliar dollar AS selama 30 tahun terakhir. China pun menjadi sumber investasi asing langsung (FDI) keempat terbesar dari seluruh mitra wicara ASEAN.
Negosiasi isu LCS
Dalam konferensi, ASEAN-China juga meneguhkan komitmen pada penerapan penuh dan mangkus pada Deklarasi Perilaku Para Pihak (DoC) di Laut China Selatan (LCS). ASEAN-China pun menekankan pentingnya menjaga situasi yang mendukung perundingan Panduan Perilaku (CoC) Laut China Selatan. Perundingan itu diharapkan segera tuntas serta sesuai dengan UNCLOS 1982 dan hukum internasional lain.
Baca juga: Drama yang Berulang di Laut Sengketa
DoC disepakati ASEAN-China pada 2002. Selanjutnya, ASEAN-China merundingkan CoC yang diharapkan menjadi salah satu pegangan untuk mencegah peningkatan ketegangan dan konflik di Luat China Selatan. Sampai sekarang, perundingan tak kunjung usai.
Selama pandemi 2020, perundingan berhenti sama sekali. Sebab, perundingan harus dilakukan dengan kehadiran para perunding. Sementara pandemi membuat pertemuan, apalagi lintas negara, hampir mustahil dilakukan. ASEAN-China bersepakat perundingan kembali dilanjutkan pada 2021 dan diharapkan segera tuntas dalam waktu dekat.
Baca juga: China Janji Impor Produk ASEAN Senilai 150 Miliar Dollar AS
PM Singapura Lee Hsien Loong mengatakan, ASEAN-China harus terus bekerja sama demi kedamaian dan kestabilan kawasan, termasuk mengelola ketegangan di Laut China Selatan. Ia menilai ada kemajuan perundingan CoC.
Beberapa waktu lalu, PM China Li Keqiang berharap perundingan CoC segera tuntas. ”Tahun depan akan memasuki 20 tahun penandatanganan DoC. China berharap bisa bekerja sama dengan negara-negara ASEAN untuk menandai peringatan itu dengan kegiatan yang berkesan,” katanya.
Peneliti senior National Institute for South China Sea Studies Mark J Valencia mengatakan, pengesahan CoC sangat sulit. Hambatannya antara lain bahwa keputusan ASEAN harus berdasarkan kesepakatan semua anggota. Padahal, para anggota ASEAN berpandangan berbeda soal CoC.
Ia menyebut, Vietnam cenderung berusaha memanfaatkan CoC untuk melawan China terkait rebutan wilayah di Laut China Selatan. Di sisi lain, sejumlah negara ASEAN sangat mendukung China. Jika perbedaan itu tidak kunjung teratasi, sulit mengharapkan CoC segera disepakati.
Penasihat Militer Kantor Hubungan Luar Negeri Uni Eropa Laksamana Muda Juergen Ehle mengatakan, UE mendukung CoC apabila perundingan dilakukan secara adil, berimbang, dan berdasarkan kepentingan semua pihak. Jika tidak, lebih baik tidak perlu ada CoC sama sekali.
Dalam pernyataan pada Minggu (21/11/2021), Uni Eropa mendesak agar CoC mengikat secara hukum dan tidak mempunyai prasangka terhadap pihak di luar ASEAN-China. Namun, sejauh ini belum ada arah CoC akan mengikat secara hukum. (AFP/REUTERS)