Uang Tunai Langka, Afghanistan di Ambang Bencana Kemanusiaan
Kelaparan hanyalah satu dari banyak masalah yang dihadapi jutaan orang di Afghanistan. Tanpa uang tunai untuk membayar staf, operasional layanan dasar terganggu dan berimbas pada krisis kemanusiaan lebih luas.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
DUBAI, JUMAT — Krisis kemanusiaan di Afghanistan dikhawatirkan semakin memburuk. Komite Palang Merah Internasional atau ICRC menyatakan kesulitan membayar gaji dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya lewat jalur perbankan. Pelarangan transaksi dengan mata uang asing yang diberlakukan Pemerintah Taliban juga menyulitkan.
”Masalah utama di Afghanistan bukanlah kelaparan. Masalah utama adalah kurangnya uang tunai guna membayar gaji untuk memberikan layanan sosial yang telah ada sebelumnya,” kata Presiden ICRC Peter Maurer dalam sebuah wawancara pada Kamis (18/11/2021) di Dubai.
Komentar Maurer itu mempertegas pernyataan perwakilan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Afghanistan pekan lalu. Ia mengingatkan bahwa Afghanistan di ambang bencana kemanusiaan. Perekonomian Afghanistan yang runtuh akan meningkatkan risiko ekstremisme. Ekonomi negara itu diperkirakan mengalami kontraksi 40 persen sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus lalu.
ICRC yang berbasis di Geneva, Swiss, telah beroperasi di Afghanistan selama lebih dari 30 tahun. Untuk sementara, organisasi itu harus menggunakan uang tunai yang dibawa dengan kantong-kantong ke Afghanistan. Mata uang dollar AS pun harus ditukarkan ke mata uang setempat, afghani, untuk membayar para stafnya.
ICRC bisa melakukannya dengan persetujuan peraturan dari Kantor Pengawasan Aset Asing Departemen Keuangan AS. ICRC juga memiliki kesepakatan dengan Kementerian Kesehatan Afghanistan yang memungkinkan pembayaran dari donor lewat ICRC. Ini terkait dengan pemerintahan Taliban yang belum resmi diakui oleh negara mana pun. ”Jangan lupa bahwa sebagian besar dokter, perawat, operator sistem air, dan sistem kelistrikan ini masih orang yang sama,” kata Maurer.
Kepemimpinan Taliban telah mendesak Kongres AS untuk melonggarkan sanksi dan melepaskan aset luar negeri Afghanistan agar pemerintah dapat membayar guru, dokter, dan pegawai sektor publik lainnya.
Ekonomi Afghanistan yang bergantung pada bantuan asing jatuh ke dalam kekacauan setelah Taliban mengambil alih ibu kota Kabul, 15 Agustus 2021. Taliban berkuasa seiring runtuhnya Pemerintah Afghanistan yang didukung AS hanya beberapa pekan sebelum AS menarik pasukan terakhirnya. Pemimpin Taliban telah mendesak Kongres AS untuk melonggarkan sanksi dan melepaskan aset luar negeri Afghanistan agar dapat membayar guru, dokter, dan pegawai sektor publik lainnya.
Setelah pengambilalihan Taliban, AS membekukan hampir 9,5 miliar dollar AS aset milik Bank Sentral Afghanistan dan menghentikan pengiriman uang tunai. Sejak Taliban naik ke tampuk kekuasaan, organisasi kemanusiaan internasional tidak mungkin mentransfer pembayaran ke rekening di Afghanistan. Sebab, saat ini mata uang internasional tidak dapat diubah menjadi mata uang lokal oleh jaringan bank.
Maurer mengatakan, organisasi kemanusiaan tidak dapat serta-merta memperbaiki kondisi. Yang dibutuhkan adalah kesepakatan tentang suntikan likuiditas yang cukup. Hal ini tetap bisa dilakukan tanpa pengakuan resmi atas Taliban. Anggaran ICRC hingga pertengahan 2022 meningkat dari 95 juta dollar AS menjadi sekitar 163 juta dollar AS untuk memenuhi kebutuhan di Afghanistan yang semakin mendesak.
Kelaparan hanyalah satu dari banyak masalah yang dihadapi jutaan orang di negara itu. Program Pangan Dunia memperingatkan, hampir 9 juta orang di Afghanistan berisiko menghadapi kelaparan. Di luar itu, 14,1 juta warga lainnya mengalami kerawanan pangan akut.
Menurut Mauer, Afghanistan bisa tergelincir ke dalam krisis kelaparan jika kekeringan berdampak pada produksi pangan dan jika gangguan ekonomi berlanjut. Dia menekankan kesulitan pembayaran gaji yang berlarut-larut berisiko atas layanan dasar di negara itu.
”Orang yang tidak mendapatkan cukup makanan akan jatuh sakit,” kata Maurer. ”Jika sistem kesehatan tidak mampu menghadapi rapuhnya kesehatan, ini lagi-lagi menjadi masalah. Jadi saya prihatin dengan keterkaitan antara makanan, kesehatan, air, sanitasi, listrik, dan sistem pendidikan.”
Mantan diplomat kelahiran Swiss itu melakukan perjalanan ke Kandahar dan daerah lain di Afghanistan pada awal September, hanya beberapa hari setelah penarikan pasukan AS. Selama kunjungan itu, ia bertemu salah satu pemimpin tertinggi Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar. Pertemuan itu mencerminkan prinsip netralitas ICRC.
Kunjungan Mauer juga bertujuan mengirimkan pesan yang jelas bahwa ICRC akan terus memberikan layanan kepada mereka yang membutuhkan, terlepas dari siapa yang berkuasa. ICRC memberikan bantuan di Afghanistan sejak 1987, bekerja sama dengan Komunitas Bulan Sabit Merah Afghanistan. ICRC memiliki sekitar 1.800 staf di seluruh Afghanistan, hampir semuanya penduduk lokal. (AP)