Kekuatan Stok Minyak AS dan Mitranya, Apa Mampu Goyang Harga Minyak OPEC?
AS menciptakan Cadangan Minyak Strategis (SPR) tahun 1975 setelah embargo minyak Arab menaikkan harga bensin dan merusak ekonomi AS. Cadangan itu disimpan di empat lokasi yang dijaga ketat di pantai Louisiana dan Texas.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden tengah mempertimbangkan memanfaatkan stok minyak negaranya, Cadangan Minyak Strategis atau SPR, untuk menurunkan harga minyak di pasar global. Sejumlah analis menilai, efek penurunan harga minyak di pasaran tidak akan lama dengan langkah pelepasan cadangan minyak tersebut.
Meskipun demikian, langkah Washington itu dinilai cukup strategis untuk mencapai sejumlah tujuan jangka pendek Biden. Pemerintah Amerika Serikat menggalang sejumlah negara konsumen minyak terbesar di dunia, termasuk China, India, Jepang, dan Korea Selatan, untuk mempertimbangkan pelepasan stok minyak mentah secara terkoordinasi dalam upaya menurunkan harga minyak dunia.
Washington merasa frustrasi pada Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitranya, seperti Rusia, yang tidak mau menambah produksi minyak sehingga harga minyak dunia tinggi. Kenaikan harga minyak dianggap ikut andil memperburuk inflasi di AS.
Harga minyak pernah menyentuh 85 dollar AS per barel pada akhir Oktober lalu. Kamis petang WIB, harga minyak jenis Brent berada di level harga 79 dollar AS per barel, turun 0,37 persen dari sebelumnya.
Baca Juga: Frustrasi Tuntutan Diabaikan OPEC, AS Galang Gerakan Turunkan Harga Minyak
Sejumlah pembantu dekat Biden menilai, merosotnya rating dukungan publik terhadap pemerintahan Biden dalam beberapa bulan terakhir, antara lain akibat memburuknya inflasi karena kenaikan harga minyak hingga makanan. Indeks Harga Konsumen naik 6,2 persen dalam 12 bulan terakhir dengan komponen energi naik hingga 30 persen terhadap indeks itu.
Pelepasan cadangan minyak dapat memungkinkan pemerintahan Biden untuk menangkis kritik menjelang pemilihan paruh waktu 2022. Biden dikritik sejumlah kalangan warganya karena tidak mampu berbuat banyak melawan kenaikan harga minyak.
Langkah Biden untuk melepas cadangan minyak negaranya juga sekaligus memberi pesan bagi para dedengkot OPEC ataupun OPEC+, yang dipimpin Arab Saudi dan Rusia. Mereka telah menolak seruan AS untuk menggelontorkan lebih banyak pasokan minyak ke pasar global agar harganya turun.
Mengapa SPR dibuat?
AS menciptakan Cadangan Minyak Strategis atau Strategic Petroleum Reserve (SPR) pada 1975 setelah embargo minyak Arab memicu naiknya harga bensin dan merusak ekonomi AS. Para presiden AS telah memanfaatkan persediaan minyak negara mereka untuk menenangi pasar minyak selama perang atau ketika badai menghantam infrastruktur minyak di sepanjang Teluk Meksiko-AS.
Baca Juga: Perusahaan-perusahaan Minyak AS Kembali Terancam Bangkrut
Cadangan strategis minyak AS saat ini mencapai 606 juta barel. Cadangan itu disimpan di empat lokasi yang dijaga ketat di pantai Louisiana dan Texas. Cadangan tersebut cukup untuk memenuhi permintaan konsumen di AS selama lebih dari sebulan.
Karena lokasinya yang dekat dengan pusat penyulingan atau petrokimia besar AS, SPR dapat mengirimkan sebanyak 4,4 juta barel minyak per hari. Departemen Energi AS menyebutkan, hanya perlu 13 hari sejak keputusan presiden dikeluarkan, minyak dari cadangan SPR itu masuk ke pasar.
Dalam sistem penjualan dari SPR, biasanya Departemen Energi AS bakal menggelar lelang secara daring yang diikuti perusahaan-perusahaan energi sebagai penawar.
Presiden AS telah mengesahkan penjualan darurat cadangan minyak dari SPR tiga kali. Terakhir perintah Presiden AS untuk penjualan darurat itu dikeluarkan pada tahun 2011 saat terjadi kekacauan keamanan di salah satu anggota OPEC, Libya. Hal serupa serupa juga Presiden AS saat terjadi Perang Teluk pada tahun 1991 dan setelah Badai Katrina melanda sejumlah wilayah AS pada tahun 2005.
Pertukaran cadangan minyak di AS telah terjadi lebih sering. Pertukaran terakhir cadangan minyak itu diadakan pada September lalu setelah terjadinya Badai Ida.
Bagaimana stok minyak negara lain?
Selain AS, sebanyak 29 negara anggota Badan Energi Internasional (IEA) juga diwajibkan menyimpan minyak dalam bentuk cadangan darurat. Cadangan itu harus setara dengan 90 hari impor minyak bersih masing-masing. Termasuk di antara mereka adalah Inggris, Jerman, Jepang, dan Australia. Jepang adalah negara dengan cadangan minyak terbesar setelah China dan AS.
Baca Juga: Harga Minyak Terus Melambung, OPEC+ Pertahankan Angka Produksi Minyak
China adalah anggota asosiasi IEA dan konsumen minyak terbesar kedua di dunia. Beijing menciptakan SPR pada 15 tahun lalu dan mengadakan lelang cadangan minyak pertamanya pada bulan September lalu.
Anggota asosiasi IEA lainnya, India, importir dan konsumen minyak terbesar ketiga, juga mempertahankan cadangan minyaknya. Menurut IEA, cadangan minyak mentah negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mencapai 1,5 miliar barel pada September lalu. Volume itu cukup untuk memenuhi kebutuhan minyak global selama 15 hari di masa sebelum pandemi Covid-19.
Apa peran IEA?
Presiden AS dapat mengoordinasikan pelepasan SPR dengan pelepasan cadangan serupa oleh anggota IEA lainnya pada saat yang sama. Pembebasan potensial yang melibatkan China dan India akan menjadi contoh pertama di mana AS mengoordinasikan pelepasan cadangan minyak yang mencakup dua negara tersebut.
Dibentuk tahun 1974 sebagai organisasi pemantau energi, seperti tercantum dalam laman resminya, IEA membantu mengoordinasikan ”respons kolektif terhadap gangguan-gangguan utama pada pasokan minyak”. Selain itu, IEA juga menyediakan data tentang level ketersediaan minyak global, dan memainkan sejumlah peran lain. Meskipun demikian, IEA menegaskan, respons darurat itu tidak diarahkan sebagai reaksi dan respons atas naiknya harga minyak.
Baca Juga: Ketika Satu Barel Minyak Lebih Murah daripada Sebotol Anggur
Setidaknya tiga kali IEA mengoordinasikan pelepasan cadangan minyak negara-negara anggotanya. Pada 1991, sebanyak 17,3 juta barel cadangan minyak dilepas untuk meminimalkan gangguan pasokan minyak akibat Perang Teluk pascainvasi Irak ke Kuwait. Lalu, pada 2005, sebanyak 60 juta barel cadangan minyak digelontorkan saat terjadi gangguan pasokan 20,8 juta barel akibat badai Katrina di AS.
Pada 2011, sebanyak 60 juta barel cadangan minyak dikeluarkan lagi akibat gangguan pasokan 30 juta barel karena krisis di Libya, salah satu anggota OPEC.
Baca Juga: Harga Minyak Turun Setelah OPEC+ Sepakati Peningkatan Produksi Bertahap
Situs IEA menyebutkan, secara umum terdapat tiga cara untuk mempertahankan level SPR untuk memenuhi persyaratan 90 hari, yakni stok komersial yang dipegang oleh penyuling, stok komersial yang dipegang oleh pemerintah dan stok agen, dan setiap negara memilih keseimbangan di antara keduanya. Adapun struktur cadangan minyak anggota IEA ditinjau setiap lima tahun.
Menurut IEA, langkah-langkah untuk menahan permintaan atau membantu pasokan minyak juga dapat diambil organisasi itu. Langkah tersebut, antara lain, juga mencakup seruan penghematan bahan bakar secara sukarela atau mengalihkan bahan bakar, seperti minyak ke gas, untuk pembangkit listrik. Sebagai langkah antisipasi atas terjadinya lonjakan produksi, IEA juga dapat menyerukan penggunaan cadangan yang ada.
Apa yang baru pada langkah AS saat ini?
Pada langkah-langkah sebelumnya, AS dan negara-negara mitranya biasa berkoordinasi sebelum melepaskan cadangan minyak mereka. Namun, pada langkah kali ini untuk pertama kalinya AS melibatkan China. China adalah anggota asosiasi IEA. Negara itu menciptakan SPR, 15 tahun yang lalu.
Seperti diberitakan, Kamis (18/11/2021), di Beijing pejabat biro cadangan minyak negara China mengatakan sedang merencanakan untuk melepas cadangan minyak mentahnya. Namun, ia menolak untuk mengomentari permintaan AS.
Hal baru lainnya, Washington kali ini tidak melibatkan IEA secara langsung dalam menggalang gerakan untuk menurunkan harga minyak bersama negara-negara lainnya.
Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki, Kamis (18/11/2021), mengatakan bahwa tim keamanan nasional Biden telah membahas langkah-langkah untuk memenuhi kebutuhan minyak. ”Pembahasan soal itu masih berlangsung dan kami juga membahasnya dengan sejumlah negara mitra,” kata Psaki.
Hingga Jumat (19/11/2021), belum terlihat apakah negara-negara utama konsumen minyak bakal merespons ajakan AS. Karena itu, belum bisa diketahui, apakah AS akan berhasil dalam menggalang gerakan untuk menurunkan harga minyak dunia. (REUTERS/SAM)