Harga Minyak Turun Setelah OPEC+ Sepakati Peningkatan Produksi Bertahap
Pakar OPEC+ merevisi perkiraan pertumbuhan permintaan minyak untuk tahun 2022 menjadi 4,2 juta barel per hari. Prospek 2022 itu terlihat optimistis berdasarkan data 2021.
Oleh
Benny D Koestanto
·3 menit baca
LONDON, RABU — Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya atau OPEC+ pada Rabu (1/9/2021) sepakat untuk melanjutkan kebijakan mereka tentang peningkatan produksi minyak secara bertahap. Kebijakan itu dipertahankan sekalipun kelompok itu merevisi prospek permintaan untuk tahun 2022 menjadi lebih tinggi. Kebijakan juga diteruskan meski ada tekanan terus-menerus dari Amerika Serikat untuk meningkatkan produksi lebih cepat.
OPEC+ sepakat pada Juli untuk menghapus rekor pengurangan produksi dengan menambahkan produksi minyak sebesar 400.000 barel per hari (bph) per bulan. Lewat keputusan itu berarti OPEC bersama sejumlah negara lain yang dipimpin Rusia bakal akan merilis produksi 400.000 bph ke pasar lagi pada Oktober setelah melakukannya pada September.
Pertemuan OPEC+ berikutnya dijadwalkan pada 4 Oktober mendatang. ”Saat efek pandemi Covid-19 terus menimbulkan ketidakpastian, fundamental pasar telah menguat dan saham-saham di negara OECD terus turun seiring percepatan pemulihan,” kata OPEC+ dalam sebuah pernyataan. OECD adalah Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi yang terdiri dari 18 anggota.
Harga minyak di pasar global langsung terpantau turun setelah kebijakan OPEC+ itu diumumkan. Harga minyak West Texas Intermediate turun 0,4 persen pada awal perdagangan Kamis (2/9/2021). Adapun minyak Brent harganya juga melemah hingga 0,6 persen pada awal perdagangan.
Harga minyak West Texas Intermediate turun 0,4 persen di awal perdagangan Kamis. Adapun minyak Brent harganya juga melemah hingga 0,6 persen di awal perdagangan.
Di Amerika Serikat, laporan pemerintah menunjukkan persediaan minyak mentah nasional negara itu mengalami penurunan lebih lanjut. Pemerintah AS melaporkan bahwa stok minyak mentah nasionalnya turun 7,2 juta barel pekan lalu ke level terendah dalam hampir dua tahun. Selain itu, total produk minyak yang dipasok, yang mewakili permintaan, mencapai level tertinggi sejak 1990.
Merujuk pada laporan Bloomberg, harga minyak mentah telah reli sekitar 40 persen tahun ini karena konsumsi bangkit kembali dari dampak pandemi Covid-19. Kenaikan harga itu sebagian besar terjadi pada paruh pertama. Dengan latar belakang itu, OPEC+ secara bertahap memulihkan lebih banyak pasokan yang ditangguhkan tahun lalu ketika krisis kesehatan global akibat pandemi Covid-19 mencapai puncaknya.
Pakar OPEC+, Selasa (31/8/2021), merevisi perkiraan pertumbuhan permintaan minyak untuk tahun 2022 menjadi 4,2 juta bph. Dengan proyeksi kenaikan dari perkiraan sebelumnya di level 3,28 juta bph, maka diperkirakan ada potensi kenaikan produksi dari para produsen minyak di masa depan. Prospek 2022 itu terlihat optimistis berdasarkan data 2021.
OPEC+ memperkirakan permintaan akan tumbuh sebesar 5,95 juta bph setelah terjadi rekor penurunan sekitar 9 juta bph pada tahun 2020 karena pandemi Covid-19. Namun, permintaan tercatat hanya naik sekitar 3 juta bph pada paruh pertama tahun 2021. ”Permintaan telah mengecewakan dibandingkan dengan ekspektasi yang tinggi dan masih ada hambatan, terutama di Asia. Kami hanya memperkirakan permintaan akan naik kembali ke level 2019 pada paruh kedua 2022,” kata Amrita Sen, salah satu pendiri lembaga think-tank Energy Aspects.
Pemerintah AS telah menyerukan peningkatan produksi yang lebih cepat oleh OPEC+ karena patokan minyak mentah Brent diperdagangkan di atas 70 dollar AS per barel, mendekati level tertinggi secara tahunan. Komite teknis bersama (JTC) OPEC+ pada hari Selasa mempresentasikan laporan terbaru tentang pasar minyak pada 2021-2022. Sumber OPEC+ mengatakan, laporan yang belum dipublikasikan ini memperkirakan defisit 0,9 juta bph tahun ini karena permintaan global pulih.
Laporan tersebut awalnya memperkirakan surplus 2,5 juta bph pada 2022. Namun, menurut sumber tersebut, angka itu kemudian direvisi menjadi 1,6 juta bph karena permintaan yang lebih kuat. Akibatnya, persediaan minyak komersial di OECD hingga Mei 2022 akan tetap di bawah rata-rata 2015-2019 dibandingkan perkiraan awal untuk Januari 2022.
Analis Rystad Energy, Bjornar Tonhaugen, mengatakan, belum jelas ”apakah permintaan akan dapat tumbuh secepat OPEC+ dan prediksi pasar mengingat risiko pembatasan baru untuk memerangi penyebaran varian Covid-19 yang belum terselesaikan”. (AP/REUTERS)