Indonesia ingin ada perjanjian resmi dan mengikat untuk memastikan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor domestik di Malaysia.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
Menteri Malaysia Ismail Sabri memilih Indonesia sebagai negara yang disambanginya selepas dilantik sebagai Perdana Menteri Malaysia. Pilihan itu menunjukkan posisi penting Indonesia bagi Malaysia.
Dalam lawatan pada 9-11 November 2021, Ismail membawa sejumlah agenda ke Indonesia. Agenda itu, antara lain, penuntasan perjanjian perbatasan maritim Indonesia-Malaysia dan tata kelola penempatan tenaga kerja migran Indonesia di Malaysia. Politisi UMNO itu membahas soal peluang kerja sama produk pertahanan dan aneka kerja sama perdagangan komoditas lainnya.
Indonesia-Malaysia sudah bertahun-tahun merundingkan perbatasan maritim. Segmen demi segmen diselesaikan lewat rangkaian perundingan panjang. Jakarta-Kuala Lumpur harus berunding karena sebagian perbatasan maritim terletak di laut yang lebarnya kurang dari 24 mil laut.
Perairan hingga 12 mil laut dari titik pasang terendah dapat diklaim sebagai perairan teritorial. Sementara hingga 200 mil laut dari titik pasang terendah dapat diklaim sebagai zona ekonomi eksklusif. Jika lebar laut yang memisahkan kedua negara kurang dari 24 mil, harus ada perundingan untuk menetapkan batas teritorialnya. Jika laut yang memisahkan kurang dari 400 mil laut, harus ada perundingan menetapkan batas ZEE. Jakarta-Kuala Lumpur sama-sama dalam kedua kondisi itu di sebagian perairan sehingga perlu berunding.
Indonesia-Malaysia cukup beruntung karena tidak terlalu berbeda konsep soal ZEE. Sejumlah negara masih berusaha menyangkal status negara kepulauan yang dijamin Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Kementerian Luar Negeri RI menargetkan percepatan perundingan untuk perbatasan di sisi selatan Selat Malaka dan di dekat Laut Sulawesi. Jakarta-Kuala Lumpur juga mulai merundingkan perbatasan ZEE.
Salah satu dampak perbatasan maritim yang belum jelas adalah nelayan Indonesia bolak-balik ditangkap Malaysia. Nelayan Indonesia merasa masih di perairan Indonesia. Sementara aparat Malaysia menilai mereka sudah masuk perairan Malaysia. Kondisi itu juga kerap terjadi pada nelayan Malaysia.
Pekerja Migran
Masalah lain yang tidak tuntas dalam lawatan Ismail adalah tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia di Malaysia. Isu pekerja migran sudah bertahun-tahun menjadi ganjalan. Berkali-kali terjadi kasus pelanggaran hak sehingga, secara resmi, Indonesia memutuskan pembatasan pengiriman tenaga kerja ke Malaysia.
Bagi banyak perusahaan Malaysia, kondisi itu merugikan. Sebab, ada kekurangan sumber tenaga kerja paling efektif apabila membandingkan produktivitas dan biaya. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Malaysia Low Kian Chuan menyebut, banyak perusahaan kekurangan tenaga kerja. Sementara Ketua Federasi Pengusaha Malaysia (MEF) Hussain Husman berharap, Pemerintah Malaysia mau mengatasi kesulitan tenaga kerja yang kini dihadapi pengusaha sektor perkebunan, konstruksi, dan manufaktur.
Sektor perkebunan terpukul oleh kekurangan tenaga kerja. Sebab, banyak hasil panen tidak bisa dipetik. Sementara di sektor konstruksi, banyak proyek tidak berjalan atau lambat selesai. Semua gara-gara kekurangan pekerja asing.
Low dan Hussain sama-sama menyoroti fakta jumlah tenaga kerja migran di Malaysia terpangkas 800.000 orang. Pengurangan itu dampak pembatasan izin kerja bagi migran di Malaysia. Sektor perkebunan, konstruksi, dan manufaktur paling terdampak oleh pembatasan itu. ”Warga Malaysia tidak mau bekerja di sektor itu meski tawaran upah dan subsidinya menarik,” kata Hussain sebagaimana dikutip The Straits Times dan Malay Mail.
Sejumlah diplomat Indonesia menyebut, Indonesia nyaris tidak ada masalah untuk membuka keran pengiriman tenaga migran sektor perkebunan, konstruksi, dan manufaktur. Jakarta masih keberatan karena perincian penempatan pekerja migran untuk sektor domestik belum rampung.
Selama ini, kasus-kasus pelanggaran hak dan kekerasan paling kerap dialami pekerja domestik. Karena itu, Indonesia ingin ada perjanjian resmi dan mengikat untuk memastikan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor domestik di Malaysia.
Indonesia, antara lain, tidak mau perawat bayi dan orang tua disamakan dengan pekerja pengurus rumah tangga. Sebab, perawat bayi dan orang tua butuh keterampilan khusus. Sementara pekerja pengurus rumah tangga harus jelas jenis dan waktu kerjanya.
Pekerja rumah tangga tidak dibolehkan lagi menggarap semua hal.
Karena perincian itu belum selesai, perjanjian tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia di Malaysia belum bisa disahkan dalam lawatan Ismail. Karena itu, Ismail belum bisa menjawab desakan para pengusaha membenahi regulasi soal pekerja asing.