RI-Malaysia Dorong ASEAN Perlancar Perjalanan Lintas Negara
Indonesia-Malaysia akan membawa isu mekanisme pengakuan bersama atas hasil pemeriksaan dan vaksinasi Covid-19 di antara negara anggota ASEAN. Ini penting untuk memperlancar perjalanan lintas negara di kawasan.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dan Malaysia akan membawa soal mekanisme pengakuan bersama atas hasil pemeriksaan dan vaksinasi Covid-19 pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, 26-28 Oktober 2021. Hal ini menjadi dasar penting dalam usaha ASEAN memperlancar perjalanan lintas negara di kawasan dalam situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
”Kami sepakat bahwa semua vaksin yang telah mendapat persetujuan WHO harus diperlakukan sama dan tidak boleh ada diskriminasi,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam keterangan pers bersama Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah di Jakarta, Senin (18/10/2021).
Indonesia-Malaysia akan mengatur laboratorium yang akan digunakan untuk tes Covid-19 yang hasil tesnya dipakai sebagai persyaratan perjalanan lintas negara. Langkah ini untuk mengurangi risiko penyalahgunaan hasil tes dan risiko penyebaran Covid-19.
Saifuddin sepakat, isu pengakuan bersama itu perlu dibahas di tingkat ASEAN. KTT ASEAN pekan depan adalah salah satu kesempatan baik untuk pembahasan isu itu. ”Malaysia punya MySejahtera, di Indonesia ada Peduli Lindungi. Perlu dicari cara bagaimana membuat aplikasi ini bisa membantu kelancaran perjalanan lintas negara,” katanya.
Pembukaan perjalanan antarnegara amat penting untuk pemulihan ekonomi. Sebab, pergerakan orang akan menghidupkan lagi perekonomian yang terdampak pandemi. Oleh karena itu, Saifuddin sepakat upaya-upaya untuk melancarkan lagi perjalanan itu harus dilakukan. ”Mungkin secara bertahap dulu, sesuai dengan tingkat pengendalian pandemi,” katanya.
Saifuddin juga mengumumkan bahwa Perdana Menteri (PM) Malaysia Ismail Sabri Yakob akan segera bertandang ke Indonesia. Namun, waktu pertemuan belum diumumkan. Dalam lawatan mancanegara pertamanya itu, Ismail akan membahas sejumlah isu dalam hubungan Indonesia-Malaysia. ”Hari ini kami membahas sejumlah agenda yang akan diperbincangkan kedua pemimpin,” ujarnya.
Sejak terpilih sebagai PM Malaysia beberapa waktu lalu, Ismail sudah mengumumkan akan menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang dikunjungi. Ia akan menjadi PM ketiga Malaysia yang bertandang ke Indonesia sejak 2018. Sebelumnya ada Mahathir Mohamad pada Juni 2018 dan Muhyiddin Yassin pada Februari 2021.
Menurut Retno, isu yang akan dibahas Presiden Joko Widodo dan PM Ismail antara lain soal pekerja migran Indonesia di Malaysia. Kedua pemimpin juga akan membahas soal perbatasan maritim kedua negara. Untuk itu, Retno dan Saifuddin dalam pertemuan pendahuluan itu pun membahas soal perbatasan maritim kedua negara, yakni di Selat Malaka sisi selatan dan Laut Sulawesi.
Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia-Malaysia terus merundingkan perbatasan maritim kedua negara. ”Upaya penyelesaian negosiasi ini akan memberikan pesan penting bagi semua pihak mengenai penyelesaian isu secara damai dan sesuai hukum internasional,” kata Retno.
Dalam waktu dekat, Presiden Jokowi-PM Ismail akan bersua secara virtual dan KTT ASEAN pada 26-28 Oktober 2021. KTT itu dipastikan tidak dihadiri perwakilan junta Myanmar. ”Upaya kita sebagai satu keluarga tidak mendapat respons yang baik dari militer Myanmar,” kata Retno.
Oleh karena itu, Retno-Saifuddin kembali mengumumkan sikap Jakarta-Kuala Lumpur bahwa Indonesia-Malaysia sepakat tentang tidak adanya perwakilan politik Myanmar dalam KTT ASEAN. ”Keputusan ini tidak menghentikan komitmen ASEAN untuk menawarkan bantuan,” ujar Retno.
Keberatan atas kehadiran junta di KTT ASEAN juga pernah diungkap secara terbuka oleh Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin. Oleh karena itu, dalam pertemuan darurat virtual para menlu ASEAN pada Sabtu (16/10/2021) diputuskan bahwa ASEAN tidak mengundang perwakilan Myanmar di level politik. ASEAN hanya mengundang pejabat pelaksana. Keputusan ASEAN membuat junta ataupun kubu oposisi sama-sama tidak punya wakil di KTT.
Bukan hanya ASEAN yang menolak mengundang perwakilan tingkat tinggi Myanmar. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga memutuskan tidak ada wakil Myanmar dalam sidang Majelis Umum PBB pada September 2021.
Sejak kudeta 1 Februari 2021, belum ada negara yang secara resmi mengakui pemerintahan baru Myanmar. Kubu oposisi, NUG, juga tidak diakui.