Krisis politik di Myanmar menjadi perhatian serius Presiden Joko Widodo dan mitranya, Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin. Mereka sepakat membahas isu Myanmar di forum ASEAN.
Oleh
Laksana Agung Saputra, Benny D Koestanto
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Krisis politik di Myanmar menjadi perhatian serius Presiden Joko Widodo dan mitranya, Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin. Dalam pertemuan di Jakarta, Jumat (5/2/2021), dua pemimpin negara Asia Tenggara itu sepakat membahas isu Myanmar di forum ASEAN.
Selain isu Myanmar, ada sejumlah isu yang dibahas, antara lain kerja sama ekonomi, perlindungan buruh migran, dan isu kelapa sawit. PM Muhyiddin berkunjung ke Jakarta memenuhi undangan Presiden Jokowi.
Terkait dengan Myanmar, Presiden Jokowi dan PM Muhyiddin menyatakan prihatin. ”Kita prihatin dengan perkembangan politik di Myanmar. Kita berharap perbedaan politik itu bisa diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku. Dan, untuk mewujudkan visi komunitas ASEAN, penting bagi kita semua untuk terus menghormati prinsip-prinsip Piagam ASEAN, terutama prinsip rule of law, good government, demokrasi, hak asasi manusia, dan pemerintahan yang konstitusional,” kata Presiden Jokowi.
Sebagai keluarga besar ASEAN, Presiden melanjutkan, Pemerintah Indonesia dan Malaysia melalui setiap menteri luar negeri akan berbicara dengan Ketua ASEAN guna menjajaki kemungkinan pertemuan khusus menlu ASEAN mengenai isu itu. ”Tadi secara detail kami juga bicara soal ini dan dalam pertemuan, kita juga bicara soal isu Rohingya serta berharap ini tetap menjadi perhatian kita,” kata Presiden.
PM Muhyiddin mengatakan, pihaknya memandang serius keadaan politik di Myanmar. Ia menyebut apa yang terjadi sekarang di Myanmar merupakan satu langkah ke belakang dalam proses demokrasi negara itu.
Situasi ini juga dikhawatirkan memengaruhi stabilitas dan keamanan kawasan. ”Setuju kedua menteri luar negeri diberi mandat untuk mencari kesepakatan khas ASEAN untuk membincangkan masalah ini dengan lebih mendalam lagi,” kata PM Muhyiddin.
Terkait dengan pandemi Covid-19, ia mengungkapkan, kedua negara bertekad merevitalisasi perdagangan dan investasi. Diskusi pendahuluan tentang hal itu sudah dimulai di tingkat kerja. Muhyiddin berharap kedua belah pihak dapat meningkatkan pembicaraan untuk menyusun prosedur standar operasi bagi implementasi skema Jalur Hijau Timbal Balik.
Terkait dengan kampanye antisawit, khususnya di Eropa, Australia, dan Oseania, PM Muhyiddin mengatakan, Indonesia-Malaysia sebagai dua produsen terbesar komoditas itu akan terus bekerja sama guna mengatasi diskriminasi atas bisnis sawit. Tentang pekerja migran, kedua negara segera menyelesaikan nota kesepahaman tentang penempatan dan perlindungan pekerja migran asal Indonesia di Malaysia.
Situasi terkini
Dari Myanmar dikabarkan, ratusan pengajar dan mahasiswa di Universitas Dagon di Yangon berunjuk rasa. Mereka mengacungkan salam tiga jari—meniru simbol gerakan prodemokrasi di Thailand—untuk menyatakan perlawanan terhadap kudeta militer. ”Kami harus melawan kediktatoran ini,” kata Win Win Maw, seorang dosen, kepada AFP.
Sementara itu, para siswa meneriakkan ”Hidup Ibu Suu” sambil mengibarkan bendera Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
”Saya yakin kita harus memimpin gerakan ini,” ujar Min Han Htet, seorang mahasiswa. ”Semua orang, termasuk mahasiswa, harus menjatuhkan junta militer. Kami mesti memastikan, junta tak muncul lagi di generasi berikut,” katanya. (AP/AFP/JOS)