Teka-teki Hilangnya Bintang Tenis China, Beijing Diragukan dalam Gerakan #MeToo
Asosiasi Tenis Putri Dunia (WTA) mendesak Pemerintah China menyelidiki kasus hilangnya bintang tenis putri China Peng Shuai setelah mengungkap skandal pelecehan seksual mantan Wakil PM China Zhang Gaoli terhadap dirinya.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
BEIJING, SENIN — Bintang tenis putri China, Peng Shuai (35), masih tidak diketahui keberadaannya setelah dua pekan mengunggah pesan di media sosial bahwa ia dilecehkan secara seksual oleh mantan Wakil Perdana Menteri China Zhang Gaoli (75). Akun media sosial Peng saat ini diblokir.
Sejauh ini juga belum ada kabar mengenai penyelidikan terhadap Zhang. Ini membuat masyarakat mempertanyakan komitmen aparat penegak hukum di China terhadap penghapusan kekerasan seksual, seperti yang dituntut oleh para perempuan melalui gerakan global #MeToo.
Skandal bermula pada 2 November lalu ketika Peng Shuai, petenis putri yang pernah menjuarai Wimbledon 2013 dan Perancis Terbuka 2014 untuk kategori ganda putri, memasang unggahan di media sosial Weibo. Ia memiliki 500.000 pengikuti di situs tersebut.
Dalam pesan yang diunggahnya, Peng mengatakan bahwa Zhang yang menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri China periode 2012-2017 atau di masa jabatan pertama Presiden Xi Jinping memerkosa dia pertama kali sepuluh tahun lalu. Setelah itu, Zhang beberapa kali memojokkan Peng dalam situasi ia dipaksa melayaninya. Terakhir kali pelecehan terjadi tiga tahun lalu.
Unggahan ini merebak di internet dan 30 menit kemudian dihapus tanpa alasan yang jelas. Akun Weibo Peng hingga kini juga diblokir. Peng menghilang dari mata masyarakat.
Adapun Zhang juga tidak tampak batang hidungnya, tetapi di saat yang sama tidak tampak ada penyelidikan yang dilakukan atas tuduhan kejahatan tersebut.
”Korban pelecehan seksual harus didengar, bukan disensor. Ini adalah kejahatan serius. Beri Peng Shuai keadilan dan selidiki kasus ini secara terbuka,” kata pernyataan resmi Ketua Asosiasi Tenis Putri Dunia (WTA) Steve Simon, Senin (15/11/2021).
Kantor Informasi Dewan Negara China dan Asosiasi Tenis China tidak segera memberikan jawaban saat diminta komentar mengenai pernyataan WTA.
Legenda hidup tenis, Martina Navratilova, juga mengutarakan dukungan terhadap Peng melalui cuitan di media sosial Twitter. ”Sikap sangat tegas diambil WTA—dan itu sikap yang benar," cuit Navratilova.
Bintang tenis Perancis, Alize Cornet, juga memberikan dukungan terhadap Peng di media sosial dengan tagar #WhereIsPengShuai. Hal yang sama dilakukan mantan petenis nomor satu AS, Chris Evert, yang juga menyuarakan keprihatinan di media sosial atas kasus yang menimpa Peng.
Tebang pilih
Skandal ini membuat masyarakat mempertanyakan keseriusan gerakan #MeToo di China. Pasalnya, pemerintah seolah tebang pilih menangani kasus kejahatan seksual. Beberapa bulan lalu, publik memuji pemerintah bertindak tegas terhadap penyanyi dan bintang film Kris Wu. Ia terbukti melecehkan sejumlah perempuan, beberapa di antaranya berusia di bawah 18 tahun.
Wu dan timnya mendekati calon korban dengan dalih penampilan mereka cocok untuk masuk ke dalam klip videonya. Korban kemudian diundang ke kediaman Wu untuk rapat lebih lanjut mengenai kontrak kerja mereka. Akan tetapi, di rumah Wu korban malah dipaksa minum-minum hingga mabuk, lalu diperkosa. Kasus Wu ini sekarang dalam proses pengadilan.
Demikian juga dengan kasus pelecehan seksual yang terjadi di perusahaan teknologi Alibaba. Seorang perempuan karyawan melaporkan bahwa ia diperintahkan atasan untuk menjamu klien yang kemudian melecehkannya. Atasan tersebut tahu, tetapi membiarkan kejahatan terjadi. Kasus ini juga dalam proses pengadilan dan Alibaba telah mengeluarkan pemintaan maaf kepada publik.
Di atas permukaan, tampaknya keadilan telah ditegakkan. Akan tetapi, jika dicermati lebih lanjut, kasus pelecehan oleh Wu dan yang terjadi kepada karyawati Alibaba itu masuk ke dalam agenda Pemerintah China. Masyarakat oleh pemerintah dianggap telah melupakan nilai-nilai sosialisme Partai Komunisme China.
Rasa hormat dan kagum tidak lagi ditujukan kepada tokoh-tokoh partai. Sejak China masuk ke pasar bebas, muncul pengusaha, artis, dan bintang idola yang menjadi pusat perhatian masyarakat. Presiden Xi Jinping dalam perayaan hari jadi ke-100 PKC berkomitmen untuk menguatkan kembali dukungan masyarakat kepada partai. Idola-idola semu, seperti pendiri Alibaba, Jack Ma dan berbagai pesohor, dibabat habis pamornya.
Bandingkan dengan kasus yang dialami oleh Zhou Xiaoxuan (28). Pada 2014 lalu ia adalah karyawan magang di stasiun televisi nasional China, CCTV. Ia dilecehkan oleh Zhu Jun (64) yang merupakan salah satu pembawa acara senior di stasiun televisi itu. Zhu juga memiliki kedekatan dengan PKC dan pernah menjadi anggota dari Konferensi Konsultan Politik Rakyat China, sebuah badan penasihat pemerintah.
Zhou mengunggah pengalamannya ke Weibo. Bukannya dukungan, ia malah dirisak oleh para pendukung gerakan nasionalis. Kasus ini kemudian dimejahijaukan dan berakhir dengan kekalahan Zhou. Ia malah dituduh melanggar aturan bermedia sosial dengan mengunggah konten yang tidak pantas dikonsumsi publik. Hakim juga menolak menerima bukti-bukti, seperti rekaman suara dan video dari kamera pemantau di stasiun CCTV. Kuasa hukum Zhou mengatakan akan mengajukan banding.
”Perjuangan masih panjang karena aparat penegak hukum hanya akan memproses kasus tergantung dari posisi pelaku. Jika pelaku adalah bagian dari pemerintah, kecil sekali kemungkinan ada keadilan bagi korban,” kata Darius Longarino, peneliti isu keadilan jender di China dari Fakultas Hukum Universitas Yale, Amerika Serikat, kepada CNN. (AP/AFP)