Duterte Vs Duterte di Pemilu Batal Terjadi
Presiden Duterte menarik ucapannya untuk pensiun dari dunia politik. Ia mencalonkan diri sebagai anggota senat pada pemilu tahun depan.
MANILA, SENIN — Rakyat Filipina tidak akan menyaksikan pertarungan antara ayah dan anak, Rodrigo Duterte menghadapi Sara Duterte-Carpio, pada pemilihan wakil presiden tahun depan. Rodrigo Duterte memutuskan tidak maju dalam pertarungan posisi wakil presiden dan memilih bertarung menjadi anggota senat.
Rencana Duterte untuk maju sebagai calon senator seperti menarik kembali janjinya. Ia semula berencana pensiun dari dunia politik setelah berakhirnya masa jabatan sebagai Presiden Filipina.
”Rencana Duterte maju sebagai anggota senat adalah upaya lain dari seorang tiran untuk menghindari pertanggungjawaban di Pengadilan Kriminal Internasional dan mekanisme akuntabilitas lainnya,” kata Cristina Palabay dari Karapatan, sebuah aliansi sayap kiri kelompok aktivis hak asasi manusia, Senin (15/11/2021). Dia menambahkan, pencalonan Duterte-Carpio dan orang-orang kepercayaan Presiden Duterte adalah upaya sistematis untuk melindunginya.
Selama akhir pekan lalu, Duterte selalu mengatakan berencana mendaftarkan diri sebagai kandidat calon wakil presiden. Dalam wawancara dengan media Filipina, dia mengaku tidak mengetahui putrinya telah menyatakan maju sebagai kandidat calon wakil presiden. Apalagi ketika itu Sara tengah mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiganya sebagai Wali Kota Davao.
”Mereka tidak akan pernah bertabrakan. Mereka tidak akan pernah saling bertarung untuk posisi apa pun,” ujar mantan juru bicara kepresidenan, Harry Roque, tak lama setelah Duterte mendaftarkan pencalonan sebagai anggota senat. Roque juga telah mundur dari jabatannya sebagai juru bicara kepresidenan dan mencoba peruntungan dengan mencalonkan diri sebagai anggota senat.
Duterte, dalam wawancara pada Minggu (14/11/2021), mengatakan, Ferdinand Marcos Jr, putra mendiang diktator Filipina Ferdinand Marcos yang mencalonkan diri sebagai bakal capres, mengorkestrasi pencalonan putrinya sebagai cawapres. Duterte menyatakan tidak akan mendukung Marcos Jr dan memilih mendukung orang kepercayaannya, Senator Christopher Go, sebagai capres.
Terlepas dari kritiknya saat ini, Duterte telah menjadi sekutu keluarga Marcos. Ia mengizinkan pemakaman diktator itu pada 2016 dengan penghormatan militer penuh meskipun ada tentangan sengit dari aktivis sayap kiri dan nasionalis.
Lebih dari 18.000 jabatan pemerintah akan diperebutkan pada pemilihan 9 Mei 2022, termasuk presiden, wakil presiden, setengah dari 24 anggota senat, dan lebih dari 300 kursi di DPR.
Profesor ilmu politik Universitas Filipina, Jean Franco, mengatakan, Duterte mencalonkan diri sebagai senat karena dia takut dengan tuntutan hukum dan pengadilan kriminal internasional. Ini terkait dengan kebijakan perang terhadap narkoba yang diperkirakan menewaskan hampir 30.000 orang di Filipina. ”Sebagai seorang senator, Duterte akan dilindungi dari penangkapan,” kata Franco. Dia menambahkan, Duterte tetap ingin memiliki kekuatan tawar-menawar dalam pemerintahan berikutnya.
Carlos Conde, peneliti senior Human Rights Watch untuk Filipina, mengatakan kepada AFP, Duterte jelas ketakutan dan ingin menutupi peluang yang menyebabkan dia dituntut di muka hukum. ”Bahkan, dengan putrinya mencalonkan diri sebagai wakil presiden dan ajudan tepercayanya, Bong Go, mencalonkan diri sebagai presiden, tampaknya tidak cukup menjamin dia dapat mencapai tujuannya setelah masa jabatannya berakhir,” kata Conde.
Mundurnya beberapa bakal calon presiden dan wakil presiden yang telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Filipina dan digantikan dengan kandidat lain dinilai sebagai kemunduran dalam sistem politik negara itu. Kongres diminta mencermati hal itu dan membuat perubahan signifikan dalam peraturan perundangan pemilu Filipina di masa depan.
Aksi teatrikal
Beberapa hari menjelang tenggat waktu pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden, Senin (15/11/2021), rakyat Filipina disuguhi ”aksi teatrikal” bakal calon pemimpin mereka. Ada yang mundur sebagai bakal calon presiden dan ada yang mundur sebagai bakal calon wakil presiden. Mereka kemudian mendaftarkan diri sebagai bakal calon presiden untuk memuluskan jalan kandidat lainnya.
Aksi teatrikal ini muncul setelah Duterte-Carpio akhirnya memutuskan maju sebagai kandidat bakal calon wakil presiden, Sabtu (13/11/2021). Duterte-Carpio semula menolak mencalonkan diri karena ingin fokus mengelola kota tersebut. Namun, perubahan pada akhir batas waktu menimbulkan dampak besar pada kandidat lainnya.
Baca juga : Koalisi Dua Wangsa Politik Filipina
Tak lama setelah Duterte-Carpio mengumumkan pencalonan dirinya, Senator Ronald Dela Rosa, yang mencalonkan diri sebagai bakal calon presiden, mundur dari pencalonannya. Dikutip dari laman ABS-CBN, Dela Rosa, orang kepercayaan Duterte untuk melaksanakan kebijakan perang terhadap narkoba, mengaku tidak memiliki persiapan apa pun untuk menjabat sebagai presiden nantinya. Dia mengakui diminta mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan hanya beberapa jam sebelum batas akhir pendaftaran ditutup, Oktober lalu.
Tindakan serupa dilakukan Senator Go yang juga merupakan orang kepercayaan Duterte. Beberapa jam setelah pencalonan Duterte-Carpio, dia menarik berkas pencalonannya sebagai wakil presiden, kemudian mendaftarkan diri kembali sebagai bakal calon presiden pada pemilihan tahun depan.
Marcos Jr melakukan tindakan serupa. Partainya, Partido Federal ng Pilipinas, menunjuk Duterte-Carpio pada Sabtu sebagai pasangannya.
Baca juga : Gado-gado Pilpres Filipina, dari PacMan hingga Dinasti Politik
Analis politik dari Ateneo School of Governmen, Edmund Tayao, mengatakan, tindakan yang diperlihatkan para kandidat bakal calon presiden maupun wakil presiden menjadi bukti adanya masalah sistemik dalam sistem politik Filipina.
”Ada seseorang mencalonkan diri sebagai presiden tanpa wakil presiden. Ada yang mencalonkan diri sebagai wapres tanpa Anda tahu siapa presidennya. Ini sebuah kemunduran,” katanya.
Juru bicara Komisi Pemilihan Umum, James Jimenez, mengatakan, sistem penggantian kandidat bakal capres atau bakal cawapres tengah dipermainkan. Menurut dia, Kongres bisa melihat situasi ini dan memiliki hak serta kekuatan untuk mengubahnya.
Baca juga : Dinasti Marcos Mencoba Bangkit
”Kami percaya bahwa ada tujuan baik di balik (dibolehkannya pergantian bakal calon). Tetapi, bukan berarti Kongres tidak dapat mengubahnya. Jika kongres memiliki pendapat berbeda, kongres memiliki kekuatan paripurna dan mereka bisa melakukan apa pun yang mereka inginkan,” katanya.
Renato Reyes dari koalisi sayap kiri yang populer di Filipina, mengatakan, tandem Marcos-Duterte merupakan ancaman besar bagi aspirasi demokrasi rakyat. ”Tujuannya untuk kepentingan diri sendiri: restorasi (nama baik Marcos) dan perlindungan Duterte yang akan segera lengser,” katanya. (AP/REUTERS)