Resolusi Ketiga Partai Komunis China dan Jaminan Masa Depan Xi Jinping
Pengesahan resolusi ini dianggap pertanda Presiden Xi Jinping (68) tetap akan memimpin China selepas tahun 2022. Menurut aturan PKC, pejabat teras berusia di atas 68 tahun harus pensiun. Tetapi, itu tak berlaku bagi Xi.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·6 menit baca
Kantor berita Xinhua sudah memberi pengumuman, hasil sidang pleno Partai Komunis China atau PKC akan dirilis pada Jumat (12/11/2021). Ada dugaan kuat, PKC akan mengesahkan resolusi yang dibuat Sekretaris Jenderal PKC sekaligus Presiden China Xi Jinping. Jika betul, ini penjamin bahwa Xi tidak akan pensiun tahun depan dan terus memimpin China.
Sidang pleno Partai Komunis China atau PKC, Rabu (10/11/2021), masih berlangsung. Sidang yang dihadiri 400 pejabat tetap dan tidak tetap PKC ini berlangsung tertutup. Pembahasan utamanya mengenai resolusi yang ditawarkan oleh Xi Jinping pada 18 Oktober lalu. Apabila 200 pejabat tinggi menyetujui, hal itu akan menjadi resolusi ketiga yang diterbitkan oleh PKC. Sebelumnya, resolusi pertama dibuat oleh Mao Zedong dan terbit pada 1945. Resolusi kedua dibuat Deng Xiaoping yang terbit pada 1981.
Mao pada 1945 membuat resolusi untuk menetapkan bahwa prinsip sosialisme di China berbeda dengan marxisme di Eropa, terutama Rusia. Ia membuat landasan filsafat sosialisme berkarakteristik China yang anti-penjajahan bangsa asing dan melawan kegagalan pemerintah republik saat itu yang dipimpin oleh Partai Kuomintang. Resolusi Mao ini fokus kepada keadaan di dalam negeri China saat itu, yaitu menghilangkan kelas-kelas sosial dan mendorong masyarakat China beranjak dari budaya agraris menjadi masyarakat industri.
Resolusi kedua yang dibuat oleh Deng Xiaoping pada 1981 mengkritisi pemikiran dan metode Mao. Menurut Deng, China sudah waktunya berubah dan melihat keluar. Apabila tidak mengikuti perekonomian global, pembangunan China akan ketinggalan. Oleh karena itu, melalui resolusi tersebut, Deng mereformasi perekonomian China agar bisa mengikuti pasar bebas.
Resolusi buatan Xi juga mengulas pemikiran dan metode para pendahulunya di PKC. Terkait dengan China di masa depan, Xi menginginkan China yang kuat dan dihormati oleh dunia internasional. Ia juga membahas mengenai masyarakat yang seolah menjadi kacang lupa kulit atau melupakan sejarah terbentuknya Republik Rakyat China.
”China di zaman modern selalu dirisak oleh negara-negara lain, terutama negara Barat. Kita harus menunjukkan kekuatan agar tak bisa diremehkan lagi,” demikian kutipan ringkasan rancangan resolusi yang diterbitkan oleh Xinhua. Isi lengkap dari resolusi Xi masih dirahasiakan.
Ide-ide Xi mengenai China yang dikagumi rakyat dan dihormati dunia tecermin dari berbagai kebijakannya. Ia mewajibkan semua jenis hiburan kini tidak boleh bersifat ahistoris. Bahkan, gim daring sekalipun tidak boleh menampilkan narasi sejarah yang melenceng dari versi PKC. Film dan sinetron harus menjadi perpanjangan tangan propaganda budaya dari PKC.
Di segi ekonomi, Xi menekankan pemerataan kekayaan. Berkat pasar bebas, jumlah orang kaya di China meningkat, tetapi pada saat yang sama kesenjangan sosial membesar. Pemerintah kemudian melancarkan aturan antimonopoli dan perlindungan data pribadi yang mengekang perusahaan-perusahaan swasta, termasuk berbagai raksasa daring. Serangan juga dilakukan secara personal dan berakibat sejumlah pengusaha, misalnya pendiri Alibaba, Jack Ma, kehilangan pamor di masyarakat.
Tidak hanya pengusaha, para bintang film hingga pemengaruh (influencer) di media sosial juga terjaring aturan ini. China melarang segala jenis konten media sosial yang memamerkan kekayaan secara tidak bertanggung jawab. Negara juga mewajibkan rumah-rumah produksi tidak mempromosikan artis yang dinilai tidak memiliki budi pekerti sesuai idealisme PKC.
Adapun di politik global, China semakin menunjukkan kekuatan militer. Dalam kongres perayaan ulang tahun ke-100 PKC, Xi mengatakan akan menyatukan China kembali. Hong Kong, Makau, dan Taiwan yang menganggap diri sebagai entitas independen harus kembali ke haribaan China dengan berbagai cara.
Diplomasi pun juga berubah menjadi lebih lantang, terutama ketika menanggapi kritik dari pihak luar. Para ”pendekar serigala” siap balas mencerca dan menjatuhkan lawan dari negara-negara Barat serta individu yang mengatakan metode China tidak etis.
Pakar kajian China dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Nur Rachmat Yuliantoro, menjelaskan bahwa resolusi Xi ini adalah perspektif dia mengenai kondisi di dalam dan luar negeri China. Xi ketika terpilih menjadi Sekjen PKC pada 2012 mengutarakan mengenai ”Mimpi China” yang memiliki dua target capaian.
Pertama ialah pada 2021 ketika PKC berumur 100 tahun, China menjadi negara makmur. Target kedua adalah pada 2049 ketika Republik Rakyat China berumur 100 tahun, China menjadi negara modern yang disegani dunia.
”Xi sudah membuat pernyataan bahwa China berhasil mengentaskan kemiskinan dari rakyat. Memang belum ada bukti secara statistik dan faktual, tetapi ini sudah menjadi tolok ukur capaiannya,” kata Nur.
Menurut Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM itu, resolusi ini bukan sesuatu yang patut dicemaskan secara global. Selama China tidak melakukan provokasi, seperti invasi terhadap Taiwan atau Laut China Selatan, dunia juga akan menanggapi dengan tenang. Apalagi, tanpa resolusi itu pun, antara Barat dan China akan terus ada persaingan serta saling tidak percaya.
”Ini murni masalah ideologi. Bagi China, yang terpenting adalah kestabilan negara dan kemakmuran masyarakat. Hal-hal di luar itu tidak dianggap penting. Sebaliknya, Barat mengutamakan kebebasan berekspresi dan keterbukaan pers. Ini dua ideologi yang akan terus berbenturan, tetapi untuk konflik terbuka harus ada pemicunya,” ujar Nur.
Pengesahan resolusi ini juga dianggap menjadi pertanda bahwa Xi tetap akan memimpin China selepas tahun 2022. Aturan PKC mengatakan, pejabat teras yang berusia di atas 68 tahun harus pensiun. Namun, kemungkinan besar ini tidak berlaku bagi Xi. Pada 2018, ia berhasil menghapus aturan bahwa presiden hanya bisa menjabat dua kali.
Meskipun demikian, pakar kajian China Universitas Vienna, Austria, Ling Li, menerangkan bahwa hal ini belum cukup untuk memastikan keberlanjutan kekuasaan Xi. Masih ada kemungkinan ia dilengserkan akibat konflik internal partai. Dalam makalah yang diterbitkan di jurnal ilmiah Made in China edisi 1 November lalu, Ling mengatakan bahwa Xi tetap bisa bertahan di tampuk kekuasaan dengan dua cara.
Pertama ialah dengan tetap menjabat Sekjen PKC. Ia tidak menjadi kepala negara, tetapi menjadi penguasa di balik layar. Cara kedua adalah mengaktifkan kembali jabatan ketua partai. Status ini dibuat khusus untuk Mao pada 1945. Di dalam dokumen PKC, tidak ada penjelasan mengenai lama masa jabatan ketua partai dan wewenangnya. Namun, kenyataan menunjukkan ketika Mao menjabat sebagai Ketua PKC, ia adalah penentu final segala keputusan pemerintahan.
Ketika Mao meninggal, jabatan ketua partai diwariskan kepada Hua Guofeng. Gejolak internal PKC membuat Hua hanya menjabat tidak sampai satu tahun karena pada 1982 ia dilengserkan. Setelah itu, Hu Yaobang yang mewarisi status ketua partai juga tidak genap satu tahun karena jabatan ini kemudian dihilangkan.
”Mengaktifkan kembali ketua partai tidak perlu memulai dari nol karena kelembagaannya sudah ada. Selain itu, sebagai ketua, Xi juga bisa mendidik calon penerusnya yang bisa ditempatkan sebagai wakil ketua atau sekretaris jenderal,” ujar Ling. Adapun kejelasan status Xi akan diputuskan secara resmi pada Kongres PKC tahun 2022.