Dengan populasi 1,2 miliar jiwa, Afrika menjadi pasar yang menarik untuk produk Indonesia. Infrastruktur diplomasi dan perdagangan harus diperkuat untuk membantu daya tembus produk Indonesia di kawasan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Afrika, dengan 58 negara di dalamnya, memiliki potensi pasar yang besar untuk produk-produk asal Indonesia. Perkuatan infrastruktur perdagangan internasional dan diplomasi dinilai menjadi penting untuk bisa menembus pasar dengan populasi penduduk lebih dari 1,2 miliar jiwa itu.
Hal demikian mengemuka dalam seminar nasional Diplomasi Ekonomi Indonesia melalui Perdagangan, Investasi, dan Jaringan di Negara Potensial-Pasar Afrika dan Jaringannya, yang diadakan Pusat Riset Kewilayahan serta Pusat Riset Ekonomi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) secara daring, Selasa (9/11/2021).
Saiful Hakam, peneliti pada Pusat Riset Kewilayahan BRIN, mengatakan, minimnya infrastruktur diplomasi ekonomi membuat penggarapan pasar Afrika yang besar dan menarik tidak maksimal. Ketiadaan pusat promosi perdagangan Indonesia di kawasan Afrika, yang dinilainya menjadi salah satu bagian dari infrastruktur diplomasi ekonomi, adalah salah satu hal yang membuat upaya memperluas pasar ekspor non-tradisional itu tidak optimal.
Tidak hanya ketiadaan pusat promosi perdagangan, Saiful juga menyoroti masih minimnya keberadaan kedutaan besar Indonesia di kawasan tersebut. Di Afrika, masih banyak misi diplomatik Indonesia merangkap untuk banyak negara, yang dinilainya membuat kerja promosi menjadi tidak maksimal.
”Contohnya Nigeria yang masih merangkap untuk 13 negara. Begitu juga dengan Etiopia yang merangkap untuk dua negara. Sementara di Afrika ada 50-an negara,” kata Saiful.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan mengatakan, potensi pasar Afrika belum digarap maksimal. Salah satu indikatornya adalah masih rendahnya kontribusi ekspor Indonesia ke kawasan itu, yang hanya berkisar 2-3 persen dari total ekspor Indonesia. Meski demikian, selama pandemi, menurut Kasan, kinerja perdagangan Indonesia dengan sejumlah negara Afrika tumbuh.
Data Kementerian Perdagangan menyebutkan, nilai total perdagangan Indonesia-Afrika naik dari 4,601 miliar dollar AS pada 2019 menjadi 4,614 miliar dollar AS pada 2020. Hingga Agustus 2021, nilai total perdagangan sudah mencapai 4,369 miliar dolar AS.
Sementara itu, Zamroni Salim, peneliti pada Pusat Ekonomi BRIN, mengatakan, selain infrastruktur diplomasi, yang harus dibangun dan dikembangkan dalam menggarap pasar Afrika adalah ketersediaan jalur distribusi dan logistik langsung. Selama ini untuk mengirim barang ke Afrika, para pengusaha Indonesia menggantungkan pada jasa trasportasi langsung milik perusahaan pelayaran asing. Selain itu, ketiadaan penerbangan kargo langsung ke Afrika juga dinilai Zamroni sebagai hal memperlemah peluang untuk menggarap pasar di kawasan itu.
Direktur Perdagangan Multilateral Kemendag Nur Rakhman Setyoko mengatakan, selama ini ekspor Indonesia kebanyakan ditujukan ke pasar tradisonal, seperti Asia dan Eropa, yang sebagian besar adalah negara maju dan memiliki perekonomian yang kuat. Sementara untuk Afrika, dinilai masih minim meski potensinya sangat besar.
”Afrika harus dipandang sebagai kawasan yang memiliki potensi sebagai global value chain. Afrika tidak boleh hanya menjadi kawasan tujuan ekspor kita semata, tetapi juga bisa menjadi tempat untuk membantu suplai internal dan global. Semacam hub-produksi,” kata Nur Rakhman.
Saiful mengusulkan agar intensitas hubungan diplomatik dan politik ditingkatkan agar akses ke pasar Afrika semakin terbuka. Dia menilai, Afrika menanti kehadiran Indonesia untuk menyeimbangkan pengaruh China yang sangat kuat. Masih memandang Afrika sebagai kawasan tertinggal, menurut dia, adalah perspektif yang sangat tidak tepat.