Kamboja sebagai ketua ASEAN menekankan komitmennya untuk membawa ASEAN terus merangkul Myanmar dalam menyelesaikan krisis domestiknya. Namun, hal ini butuh respons positif dari junta agar solusi berjalan efektif.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai Ketua ASEAN 2022, Kamboja memastikan organisasi kawasan itu tidak akan mengucilkan Myanmar. Phnom Penh akan terus mencoba mendorong solusi krisis yang tengah dialami Myanmar.
Menteri Kamboja untuk Urusan ASEAN Kao Kim Hourn menegaskan, ASEAN tidak pernah mengucilkan Myanmar. Ketidakhadiran Myanmar dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN, Oktober 2021, adalah keputusan Myanmar. ”Myanmar mengabaikan haknya,” ujarnya dalam webinar bertema ”Myanmar Crisis and the Future of ASEAN” yang diselenggarakan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Selasa (9/11/2021). Wakil Tetap Indonesia untuk ASEAN Ade Padmo Sarwono hadir sebagai pembahas.
Kao menyampaikan ulang sikap Kamboja yang disampaikan di sela-sela KTT ASEAN, Oktober lalu. Kala itu, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengatakan bahwa Kamboja akan terus mendorong penyelesaian krisis Myanmar. ”Kami akan terus berhubungan secara konstruktif,” kata Kao.
Kamboja akan mengupayakan semua pilihan tetap tersedia. Oleh karena itu, penting untuk menjaga hubungan dengan semua pihak di Myanmar.
Sebagai negara yang pernah dilanda konflik internal, Kamboja yakin krisis Myanmar akan bisa diselesaikan. Phnom Penh berkaca dari pengalaman menyelesaikan perang saudara yang dialami lebih dari 20 tahun.
Proses dialog akan membutuhkan waktu. Sebab, ada banyak pihak perlu dilibatkan. Kamboja pun melalui proses itu kala berusaha menyelesaikan konflik internalnya hampir 30 tahun lalu. ”Hal terpenting, kita memulai dulu. Bekerja sama dengan semua pihak,” katanya.
Tidak mudah mempertemukan para pihak bertentangan di Myanmar. Negara itu sudah lama dilanda konflik bersenjata yang melibatkan pemerintah dengan sejumlah kelompok etnis. Kini, konfliknya bertambah dengan kehadiran milisi oposisi.
Tawaran keluarga
Ade Padmo mengatakan, pengalaman Kamboja menunjukkan ASEAN punya modal mengelola persoalan sejenis. ”Pengalaman ini, walau sangat disayangkan, menunjukkan ASEAN akan bisa menyelesaikan krisis sekarang,” katanya.
Ia menyebut, tawaran ASEAN kepada Myanmar bukan pelanggaran prinsip ikut campur. Tawaran itu lebih didasari semangat kekeluargaan bangsa-bangsa Asia Tenggara. ”Tawaran ini tawaran kekeluargaan, kepada salah satu anggotanya. Tidak lebih dari itu,” ujarnya.
Sejauh ini, upaya ASEAN membantu Myanmar belum berjalan lancar. Salah satu indikatornya adalah hampir semua poin konsensus yang dicapai ASEAN dengan Myanmar tidak kunjung terwujud. Dari lima poin konsensus, baru penunjukan utusan khusus ASEAN yang terwujud pada Agustus 2021. Adapun empat konsensus lainnya belum jalan, yakni penunjukan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, dialog antarpihak di Myanmar dengan difasilitasi utusan khusus, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan penghentian kekerasan.
Lawatan Utusan Khusus ASEAN, yang kini dijabat Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Darussalam Erywan Yusof, tidak kunjung terwujud. Wakil Kepala Dewan Pemerintahan Negara Myanmar Soe Win menegaskan bahwa permintaan Utusan Khusus ASEAN untuk bertemu Aung San Suu Kyi tidak dapat diterima. Alasannya, Suu Kyi sedang menjadi terdakwa.
Ade menekankan, amat penting bagi junta untuk bekerja sama dengan ASEAN jika ingin krisis Myanmar diselesaikan. Kerja sama tulus dan serius junta serta semua pihak di Myanmar diperlukan agar solusi bisa dicari. Tidak kalah penting adalah komunikasi para pihak di Myanmar tidak hanya dilakukan untuk sekadar menunjukkan sudah bertindak alias formalitas belaka. ”Harus dilakukan dengan niat menerapkan kesepakatan secara nyata,” katanya.
Sejak kudeta 1 Februari 2021, berbagai pihak pesimistis Myanmar bisa segera kembali ke demokrasi. Junta terus-menerus mengingkari dan menghindari aneka upaya menyelesaikan krisis Myanmar. Kondisi semakin memburuk karena baku tembak terus meluas ke berbagai penjuru Myanmar.