Draf Komunike KTT Ungkap Rencana Gerak Cepat G-20 Atasi Perubahan Iklim
Para pemimpin negara anggota G-20 akan berkomitmen segera mengambil tindakan cepat untuk mencapai target menjaga pemanasan global hingga 1,5 derajat celsius. Namun, pembahasan pembiayaan iklim kemungkinan akan alot.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
ROMA, JUMAT — Para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam G-20 atau kelompok 19 negara plus blok Uni Eropa dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia akan berkomitmen mengatasi ancaman nyata dari perubahan iklim dengan bertindak cepat. Hal ini untuk mencapai target membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat celsius.
Itu merupakan teks rancangan komunike pertemuan G-20 yang akan diselenggarakan pada Sabtu (30/10/2021) dan Minggu mendatang di Roma, Italia. Setelah pertemuan G-20, para pemimpin negara anggota G-20 akan menuju ke Glasgow, Skotlandia, untuk mengikuti pertemuan Konferensi Para Pihak (COP 26) terkait isu iklim yang diikuti 200 negara.
Presiden Joko Widodo dijadwalkan menghadiri secara langsung dua pertemuan tersebut. Indonesia akan mendapat giliran Ketua G-20 tahun 2022. Dalam pertemuan di Roma, juga diagendakan Presiden akan menerima tongkat estafet keketuaan G-20 dari Perdana Menteri Italia Mario Draghi.
Presiden China Xi Jinping, seperti diungkapkan Kementerian Luar Negeri China, akan mengikuti KTT G-20 melalui sambungan video. Begitu pula beberapa pemimpin lain, seperti Presiden Rusia Vladimir Putin dan PM Jepang Fumio Kishida yang tidak bisa hadir langsung. Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah mengonfirmasi akan hadir di Roma. Di sela-sela KTT, ia akan bertemu antara lain dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Perjanjian Paris 2015 telah menyepakati komitmen menjaga pemanasan global jauh di bawah 2 derajat celsius atau di atas tingkat era pra-industri, yakni 1,5 derajat celsius. Sejak itu, para ilmuwan iklim senantiasa mengingatkan pentingnya batasan 1,5 derajat celsius untuk membatasi risiko terjadinya bencana lingkungan.
”Menanggapi peringatan dari komunitas ilmiah, laporan mengkhawatirkan dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, dan mengingat peran kepemimpinan kami, kami berkomitmen mengatasi tantangan eksistensial perubahan iklim,” sebut rancangan komunike G-20 yang kemungkinan masih bisa berubah itu, Kamis (28/10/2021).
Para pemimpin negara anggota G-20 juga disebutkan menyadari dampak perubahan iklim pada 1,5 derajat celsius jauh lebih rendah ketimbang pada 2 derajat celsius. Untuk itu, harus ada tindakan segera demi menjaga agar tujuan atau target 1,5 derajat celsius dapat tercapai.
G-20 juga mengakui perlunya mencapai nol emisi gas rumah kaca global atau netralitas karbon pada tahun 2050. Namun, kemungkinan penetapan batas waktu tahun 2050 ini masih akan dirundingkan lebih lanjut. Pasalnya, negara-negara penghasil emisi terbesar di dunia, seperti China, sudah menyatakan tak bisa mencapai target tahun 2050 itu. China, penghasil emisi terbesar di dunia, mengaku baru bisa mencapai target kira-kira tahun 2060.
Kelompok G-20, antara lain termasuk Brasil, China, India, Jerman, dan AS, menyumbang lebih dari 80 persen produk domestik bruto (PDB) dunia. Populasi mereka pun mencapai 60 persen dari total populasi dunia. Namun, negara-negara itu juga menyumbang 80 persen emisi gas rumah kaca global.
G-20 menegaskan kembali komitmen untuk menghapuskan dan merasionalisasikan subsidi bahan bakar fosil pada 2025 demi membatasi sumber energi dari batubara yang dituding sebagai penyebab utama pemanasan global.
Para pemimpin negara anggota G-20 berkomitmen akan melakukan yang terbaik untuk menghindari pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara yang baru. Namun, di dalam kalimat itu ada tambahan frasa ”dengan mempertimbangkan kondisi nasional”. Hal ini biasanya digunakan untuk menghindari untuk memberikan komitmen yang kuat pada bagian tersebut.
Mereka juga akan menghentikan pembiayaan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara di luar negeri pada akhir tahun ini. Pada tahun 2030 diharapkan bisa tercapai tujuan menggunakan tenaga listrik yang sebagian besar sudah terdekarbonisasi.
Di dalam rancangan komunike itu juga disebutkan bahwa komitmen mengurangi emisi kolektif gas metana dilakukan secara bertahap pada 2030. Kesediaan negara-negara maju untuk membantu membiayai transisi ekologis di negara-negara miskin, atau yang disebut pembiayaan iklim, menjadi sangat penting bagi keberhasilan pertemuan G-20 dan COP 26.
”Kami menekankan pentingnya memenuhi komitmen bersama negara-negara maju mengumpulkan dana 100 miliar dollar AS per tahun hingga 2025 untuk membantu kebutuhan mitigasi negara-negara berkembang dan transparansi pelaksanaan,” sebut rancangan komunike itu.
Negara-negara kaya telah bersepakat pada tahun 2009 untuk mengumpulkan dana 100 miliar dollar AS per tahun untuk membantu transfer teknologi dan meminimalisasi risiko dampak perubahan iklim di negara berkembang. Namun, perkembangan pengumpulan dana itu berjalan lambat.
Presiden Konferensi COP 26 Alok Sharma berharap bahwa dana itu akan bisa mulai tersedia pada 2023 atau tiga tahun lebih lambat dari rencana. Banyak negara berkembang juga enggan berkomitmen mempercepat pengurangan emisi mereka dengan alasan menunggu pembiayaan iklim dari negara-negara kaya terlebih dahulu. Perkara pembiayaan iklim inilah yang diperkirakan akan menjadi isu terpelik dalam perundingan soal isu iklim. (REUTERS)