ASEAN Percepat Transisi Menuju Energi Bersih dengan Jaringan Listrik Kawasan
Negara-negara di Asia Tenggara mempercepat transisi menuju energi terbarukan dalam memenuhi kebutuhan listrik mereka, di antaranya, melalui jaringan listrik bersama di kawasan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
SINGAPURA, RABU — Negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN menargetkan tahap uji coba transisi penggunaan energi terbarukan melalui jaringan listrik regional dapat dimulai tahun 2022. Target itu sejalan dengan usulan ASEAN yang menyatakan bahwa 23 persen energi primer di kawasan Asia Tenggara berasal dari sumber energi bersih pada tahun 2025.
Jaringan listrik ASEAN disebut akan memfasilitasi transmisi tenaga terbarukan. Jaringan itu pertama kali diusulkan pada 1999 guna meningkatkan keamanan energi di Asia Tenggara. Singapura, misalnya, akan mulai mengimpor listrik dari energi terbarukan dari Malaysia pada 2022. Pada tahun itu pula ASEAN bakal mulai mentransmisikan 100 megawatt pertama listrik di bawah proyek integrasi daya Laos-Thailand-Malaysia-Singapura.
Pengumuman tersebut disampaikan menjelang pertemuan puncak iklim COP 26 di Glasgow, Skotlandia, mulai 31 Oktober ini. Pertemuan tersebut kerap disebut sebagai kesempatan terakhir bagi negara-negara untuk mencapai target lebih tegas dan jelas dalam memangkas emisi karbon.
Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi menyatakan, ASEAN akan membutuhkan dana 367 miliar dollar AS dalam lima tahun ke depan untuk membiayai kebutuhan energi bersihnya. Ia menyebut kawasan Asia Tenggara perlu meningkatkan lingkungan investasinya dan memperluas sumber keuangan negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai target transisi energinya.
Wakil Direktur Jenderal Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) Gauri Singh, dalam acara Pekan Energi Internasional yang digelar di Singapura, Selasa (26/10/2021), menyatakan bahwa target hampir seperempat sumber energi bagi ASEAN tahun 2025 berasal dari sumber energi terbarukan adalah target sangat ambisius. Butuh kerja sama internasional dan regional untuk mencapai target itu.
”Kami telah mendengar beberapa pengumuman yang sangat positif dalam hal investasi yang masuk ke (subsektor) energi terbarukan,” kata Singh.
Grup Sunseap Singapura, Sembcorp Industries, PLN Batam, dan PT Trisurya Mitra Bersama (Suryagen) dari Indonesia pada pekan ini menandatangani perjanjian tentang proyek tenaga surya baru.
Grup Sunseap Singapura, Sembcorp Industries, PLN Batam, dan PT Trisurya Mitra Bersama (Suryagen) dari Indonesia pekan ini menandatangani perjanjian tentang proyek tenaga surya baru. Australia juga bertekad meningkatkan pasokan energi hijau dengan rencana mengekspornya ke Singapura. Singapura, yang bergantung pada gas alam untuk hampir semua pembangkit listriknya, berencana mengimpor hingga 4 gigawatt listrik rendah karbon pada 2035 atau sekitar 30 persen total pasokan listriknya.
”Mengingat sektor listrik menyumbang hampir seperempat emisi global, dekarbonisasi pembangkit listrik menempati posisi utama dalam upaya menangani perubahan iklim global,” kata Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Gan Kim Yong dalam sambutan pada Pekan Energi Internasional.
Terkait hal itu, Singapura berencana mengumumkan standar dan panduan bagi perusahaan-perusahaan untuk memperoleh sertifikat energi terbarukan. Sertifikat ini akan didasarkan pada verifikasi, apakah listrik mereka berasal dari sumber-sumber terbarukan.
Isu batubara
Di tengah ambisi untuk beralih pada energi terbarukan dalam memenuhi kebutuhan listrik di kawasan, banyak negara ASEAN harus mengatasi ketergantungan pada bahan bakar fosil dalam pembangkit listrik mereka. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia Arifin Tasrif menyatakan bahwa teknologi penyimpanan tangkapan karbon (carbon capture storage/CCS) penting bagi negara-negara yang masih sangat bergantung pada batubara untuk pembangkit listrik.
Bagi Indonesia, lanjut Arifin, teknologi CCS itu sangat penting dalam strategi mencapai target nol emisi dengan target mulai digunakan tahun 2030. ”Kawasan ASEAN dalam beberapa hal masih bergantung pada tenaga batubara. Situasi ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati ketika menetapkan jalan kita menuju netralitas karbon dan upaya signifikan harus dilakukan,” kata Tasrif.
Exxon Mobil Corp saat ini tengah mewujudkan pusat-pusat CCS di sejumlah wilayah di Asia. Perusahaan itu telah memulai pembicaraan dengan negara-negara yang berpotensi memilih teknologi penyimpanan tangkapan karbon dioksida.
Pernyataan ASEAN
Negara-negara anggota ASEAN juga membuat pernyataan bersama terkait fenomena perubahan iklim global. Hal itu termuat dalam pernyataan bersama ASEAN tentang konferensi para pihak tentang perubahan iklim PBB (COP 26). ASEAN, antara lain, mendorong negara-negara meningkatkan dan memperbarui ambisi target emisi dan pengendalian dampak atas perubahan iklim di bawah Kesepakatan Paris.
ASEAN juga mendorong negara-negara untuk melaksanakan komitmen mitigasi dan adaptasi iklim di tingkat regional serta mendorong pembangunan yang tahan terhadap perubahan iklim. Untuk itu, negara-negara juga didorong untuk meningkatkan upaya adaptasi mereka. Upaya itu, misalnya, dengan menyusun dan menerapkan solusi berbasis alam dan pendekatan berbasis ekosistem dengan fokus perlindungan mata pencarian dan kesehatan kelompok rentan.
ASEAN juga mengajak negara-negara untuk terus mempromosikan pendekatan antargenerasi untuk aksi iklim yang kolaboratif. Hal itu diharapkan berjalan antarlintas pemangku kepentingan dan responsif jender dengan mempertimbangkan kelompok rentan.
Sejalan dengan hal itu, ASEAN mengajak promosi dan peningkatan penelitian ilmiah tentang bagaimana perubahan iklim memengaruhi seluruh sistem Bumi, pemanfaatan dan perlindungan berkelanjutan dari sumber daya alam, termasuk ekosistem laut dan laut untuk menjamin pangan dan keamanan air. (AFP/REUTERS/SAM)