Julian Assange adalah salah satu orang paling diburu Pemerintah Amerika Serikat. Kegiatannya yang membocorkan ribuan dokumen rahasia membuat berang AS. Saat ini, AS berusaha mengekstradisi pendiri Wikileaks itu.
Oleh
Kris Mada
·5 menit baca
Julian Assange, warga Australia yang mendirikan Wikileaks, dijadwalkan kembali mengikuti sidang banding lanjutan selama dua hari, 27-28 Oktober 2021, di London, Inggris. Getolnya Amerika Serikat untuk mengekstradisi Assange menunjukkan kontradiksi dari kampanye kebebasan berpendapat yang kerap digaungkan Washington di sejumlah negara.
Pemerintah AS menjerat Assange dengan 18 tuduhan sekaligus, di antaranya terkait spionase, peretasan, pencurian berkas rahasia, hingga pengungkapan informan intelijen. Jika terbukti bersalah untuk semua tuduhan itu, Assange bisa divonis penjara hingga 175 tahun.
Guna memulai proses peradilan di AS, Washington berkepentingan mengekstradisi Assange dari London. Upaya ini diajukan Departemen Kehakiman AS ke pengadilan Inggris per 11 Juni 2019. Setelah beberapa kali sesi mendengarkan keterangan pihak-pihak terkait, hakim pada sidang Januari 2021 memutuskan menolak permohonan ekstradisi yang diajukan AS. Lantas AS mengajukan banding. Beberapa sidang kemudian digelar, terakhir Agustus lalu. Terkini adalah sidang yang akan digelar di London, Rabu dan Kamis pekan ini.
Perjalanan kasus Assange mengungkap kesediaan AS menggunakan cara-cara melawan hukum demi mengejar warga Australia itu. Badan Pusat Intelijen AS (CIA) dilaporkan pernah mempertimbangkan menculik hingga membunuh Assange di London, kota tempat dia tinggal sejak 2010. Sementara Biro Investigasi Federal (FBI) AS diduga memalsukan bukti untuk menjerat Assange.
Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard mengatakan, kasus Assange bukan hanya soal perburuan AS terhadap seseorang. Perburuan AS adalah upaya untuk mengalihkan perhatian dari dugaan kejahatan perang AS di Afghanistan dan Irak.
”Sampai sekarang tidak ada yang bertanggung jawab atas dugaan kejahatan perang AS di Afghanistan dan Irak. Tidak ada penyelidikan. Hal yang terjadi, orang yang mengungkap semua itu malah terancam penjara seumur hidup,” katanya.
Perburuan terhadap Assange menunjukkan AS merasa punya kewenangan hukum di mana pun. Ironisnya, perburuan dilakukan terhadap orang yang mengungkap dugaan pelanggaran AS. ”Apa bedanya Inggris dan AS dari China? Sama-sama memenjarakan pengkritik,” kata pengacara sekaligus tunangan Assange, Stella Moris.
Direktur Kampanye Internasional pada Reporter Lintas Batas (RSF), Rebecca Vincent, mengatakan, kasus Assange menjadi preseden buruk pada kebebasan pers. Kasus itu bisa membuat pemerintah di sejumlah negara punya alasan memburu para pengkritik atau pengungkap dugaan pelanggaran meski pengungkap atau pengkritik berada di luar negeri.
Kondisi itu sulit dielakkan karena contohnya adalah AS, negara yang rutin mengampanyekan kebebasan pers dan demokrasi. ”Jika AS sukses mengekstradisi dia (Assange), akan menjadi contoh mengerikan bagi media mana pun,” ujarnya.
Dalam tajuk rencana April 2019, Redaksi Washington Post menyangkal Assange melakukan praktik jurnalisme. Koran milik jutawan AS, Jeff Bezos, itu menyebut, Assange mendapat datanya secara tidak etis. Berkas yang didapatkan tidak diverifikasi, langsung disiarkan secara utuh di internet.
Berkas yang disiarkan Wikileaks memang didapat dari hasil peretasan komputer-komputer pemerintahan AS. Semua berkas itu berstatus rahasia dan mayoritas bersumber dari militer serta kantor-kantor sipil AS. Selain dari AS, berkas juga berasal dari sejumlah negara lain.
Bocoran
Pembocoran jutaan berkas oleh Wikileaks mengungkap banyak hal. Berkas pertama diungkap pada April 2010. Kala itu, Wikileaks membocorkan video dan berkas terkait serangan udara oleh AS di Irak. Serangan itu menewaskan sejumlah warga sipil, termasuk wartawan Reuters. Sementara pada Juli 2010, Wikileaks yang didirikan Assange pada 2006 memublikasikan 91.000 berkas laporan operasi militer AS di Afghanistan.
Setelah itu, Wikileaks terus membocorkan hingga jutaan berkas dari sejumlah negara. Sebagian berkas itu termasuk soal Indonesia. Washington, misalnya, lebih suka bila Susilo Bambang Yudhoyono memenangi Pemilu 2004. Lantas dalam surat pada September 2009, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta menekankan pentingnya pemberian visa terhadap Anies Baswedan. Kedubes AS menyebut Anies sebagai sahabat AS dan penting untuk mencapai tujuan AS di Indonesia.
Setelah Wikileaks membocorkan berbagai berkas, Assange mulai diburu. Pada Agustus 2010, dua perempuan Swedia melaporkan Assange ke polisi Swedia. Mereka menuding pria Australia itu melanggar kesepakatan karena berhubungan badan tanpa alat kontrasepsi.
Atas laporan itu, aparat Swedia memulai penyelidikan terhadap Assange. Bahkan, Kejaksaan Stockholm menerbitkan perintah penangkapan pada November 2010. Kala itu, Assange sudah berada di London.
Oleh karena itu, Kejaksaan Stockholm mengajukan permohonan ekstradisi melalui pengadilan di London. Rangkaian sidang digelar sejak Februari 2011 sampai Mei 2012. London setuju mengekstradisi Assange. Sebelum diterbangkan ke Stockholm, Assange masuk ke Kedutaan Besar Ekuador di London pada Juni 2012 untuk mencari suaka politik. Ia tinggal di sana sampai 2019.
Kejaksaan Stockholm bolak-balik membuka dan menutup penyelidikan terhadap Assange. Pada November 2019, Kejaksaan Stockholm akhirnya menghentikan penyidikan. Keputusan ini dibuat setelah AS secara resmi mengajukan permohonan ekstradisi atas Assange per 11 Juni 2019. Setelah rangkaian sidang di London sejak Desember 2019, hakim memutuskan menolak permohonan itu pada Januari 2021. AS kemudian mengajukan banding. Tahapan inilah yang antara lain berlangsung Rabu dan Kamis pekan ini.
Di tengah proses itu, terungkap beberapa hal mengejutkan. Salah seorang saksi kunci FBI untuk mendakwa Assange, Sigurdur Thordarson, mengaku memalsukan bukti dan pernyataan yang dipakai dalam kasus Assange. Kepada koran Inggris, The Guardian, Thordarson mengaku pernah bergabung dengan Wikileaks.
Warga Eslandia juga itu mengaku ketakutan sehingga memilih menjadi saksi bagi FBI dalam kasus Assange. Atas kesediaannya, ia dijanjikan kekebalan hukum oleh FBI. Thordarson memang punya masalah sendiri. Eslandia memburunya atas sejumlah laporan kejahatan keuangan dan pelecehan seksual.
Sebelum pengakuan Thordarson, malah terungkap bahwa CIA pernah merencanakan penerobosan terhadap Kedubes Ekuador di London. Tujuannya menculik hingga membunuh Assange yang kala itu berstatus sebagai penerima suaka politik di sana. (AFP/REUTERS)