Militer Kudeta Lagi, Transisi Demokrasi Sudan Terhenti
Kudeta seolah tak pernah pergi dari Benua Afrika. Di Sudan saja, tiga kali kudeta terjadi dalam 2,5 tahun terakhir. Sementara sepanjang 2021, Afrika telah mengalami enam kudeta dengan empat usaha di antaranya sukses.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
KHARTOUM, SENIN — Hanya berselang 2,5 tahun, militer Sudan kembali melancarkan kudeta. Mereka menangkap Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok dan sejumlah menteri, Senin (25/10/2021) dini hari. Regu-regu tentara dilaporkan juga menyebar ke berbagai penjuru Khartoum dan sejumlah wilayah lain di Sudan.
Regu-regu tentara dilaporkan mengepung rumah Hamdok pada Senin dini hari. Kepada Reuters, keluarga Hamdok yang menolak disebut identitasnya mengatakan bahwa Hamdok kini dalam tahanan rumah. Sejumlah asistennya juga ditahan di kediaman PM Sudan itu. Tokoh lain yang ditangkap adalah Sekretaris Jenderal Partai Baath Sudan, Ali al-Rayh al-Sanhouri. Seperti Hamdok, Al-Sanhouri dilaporkan ditangkap lalu ditahan di rumahnya.
Sejumlah menteri dan pejabat sipil Sudan sudah memperingatkan soal potensi kudeta militer yang akan kembali terulang. Pada Kamis (21/10/2021), sejumlah menteri sampai ikut unjuk rasa di Khartoum untuk memprotes kemungkinan militer menguasai Sudan. Mereka menuntut militer menyerahkan kekuasaan sepenuhnya kepada sipil pada November ini.
Beberapa hari setelah unjuk rasa itu, militer benar-benar melancarkan kudeta. Asosiasi Pekerja Profesional Sudan (SPA) menyerukan pemogokan massal dan unjuk rasa besar-besaran untuk memprotes kudeta kali ini. SPA merupakan kelompok nonpartai dengan pengaruh paling luas di Sudan. Protes yang dimotori SPA pada 2019 membuat Presiden Sudan Omar al-Bashir terguling.
Setelah Al-Bashir terguling, militer dan sipil membentuk pemerintahan sipil. Sayangnya, setelah lebih dari dua tahun, militer dan sipil tetap belum bisa menyelesaikan perbedaan di antara mereka. Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Wilayah Afrika Utara Jefrey Feltman bertandang ke Khartoum pekan lalu untuk menengahi pertentangan. Dalam lawatan itu, Feltman menemui sejumlah tokoh.
Pokok pertentangan di Sudan adalah militer yang enggan menyerahkan kekuasaan kepada kepemimpinan sipil. Dalam kesepakatan pada 2019, militer setuju menyerahkan kekuasaan sepenuhnya kepada kepemimpinan sipil per November 2021. Sekalipun masa tenggat sudah dekat, belum ada tanda militer akan melakukan itu. Alasannya, pemerintahan sipil tidak becus mengelola negara.
Alih-alih melakukan tahapan penyerahan kekuasaan ke sipil, sejumlah perwira yang dituding setia kepada mantan Presiden Sudan Omar al-Bashir pada 21 September 2021 mencoba menggulingkan pemerintahan transisi. Upaya itu gagal karena pimpinan pelakunya ditangkap.
Kudeta September 2021 terjadi di tengah ketegangan antara kubu sipil dan militer yang tidak kunjung mereda. Sebulan setelah upaya kudeta tersebut, Feltman bertandang ke Khartoum.
Kudeta di Sudan merupakan yang keenam di Afrika sepanjang 2021. Sebelum Sudan, ada dua kali kudeta di Mali dan Guinea. Sementara di Chad dan Niger, upaya kudeta gagal.
Para pelaku kudeta selalu beralasan bahwa pemerintah dipenuhi koruptor yang hidup mewah. Sementara rakyat hidup dalam kesulitan. Padahal, Afrika punya banyak sumber daya alam dan menerima bantuan luar negeri secara melimpah.
Wakil Kepala Kajian Afrika pada Institute of Peace AS, Joseph Sany, mengatakan bahwa masalah Afrika tetap sama selama puluhan tahun. Negara-negara di Afrika tidak kunjung bisa mengatasi masalah mereka meski pemerintahan berganti dan kudeta sudah bolak-balik terjadi. (REUTERS)