Setelah Rusia dan China Berhasil, Uji Senjata Hipersonik AS Gagal Lagi
Dengan dana 3,2 miliar dollar AS pada 2021, Amerika Serikat sudah dua kali gagal menguji persenjataan hipersonik pada 2021. Washington bertekad memiliki persenjataan hipersonik yang lebih cepat daripada punya China.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
ALASKA, JUMAT — Uji coba senjata hipersonik Amerika Serikat kembali gagal. Washington mencatatkan kegagalan tepat setelah Rusia dan China kembali sukses menguji perangkat hipersoniknya.
Angkatan Udara AS menguji coba peluncur hipersonik di Alaska pada Kamis (21/10/2021) siang atau Jumat dini hari WIB. Dalam uji coba itu, salah satu bagian roket pengantar peluncur gagal beroperasi. ”Tes tidak berjalan sesuai rencana,” kata Tim Gorman, juru bicara Departemen Pertahanan AS.
Ia mengungkapkan, kegagalan hanya terjadi di bagian roket pengantar. Sementara peluncur dinyatakan tidak sempat diuji.
AS mengembangkan senjata hipersonik yang memanfaatkan rudal sebagai pengantarnya. Peluncur hipersonik diletakkan di rudal yang dilepaskan dari kapal, pesawat, atau peluncur darat lainnya. Setelah mencapai ketinggian dan kecepatan tertentu, peluncur dilepaskan, lalu mulai melaju melebihi kecepatan suara.
Washington bertekad membuat persenjataan hipersonik yang bisa melaju hingga 20 kali kecepatan suara. Sejauh ini, peluncur hipersonik China bisa melaju hingga lima kali kecepatan suara. Sementara rudal dan peluncur hipersonik Rusia bisa melaju hingga 10 kali kecepatan suara. Berbeda dengan Washington, senjata-senjata hipersonik Beijing-Moskwa sudah berkali-kali sukses diuji coba. Tidak hanya meluncur, senjata-senjata itu juga bisa menghantam sasaran.
Uji coba terakhir dilakukan Rusia terhadap Tsirkon, rudal hipersonik yang diluncurkan dari laut, pertengahan Oktober. Sementara China, meski berusaha menyangkal, dilaporkan sukses menguji roket antariksa yang dilengkapi peluncur hipersonik.
Meski uji coba pada Kamis gagal, Gorman berkeras pada program pengembangan hipersonik tetap berjalan sesuai jadwal. ”Uji coba kemarin adalah bagian dari rangkaian tes untuk mengembangkan teknologi ini,” ujarnya.
Bukan kali ini saja AS gagal menguji calon persenjataan hipersoniknya. Pada April 2021, purwarupa rudal hipersonik AS gagal meluncur dari pesawat pengebom B-52. Roket bernama AGM-183A ARRW itu tetap menempel di pesawat setelah beberapa kali percobaan peluncuran.
”Program ARRW menembus batas dalam meningkatkan kemampuan kita. Meski kegagalan peluncuran itu mengecewakan, uji coba tersebut memberikan tambahan informasi untuk pengembangan berikutnya,” kata Brigadir Jenderal Heath Collins, Direktur Eksekutif Direktorat Persenjataan AU AS.
Rudal AGM-183A diharapkan bisa beroperasi dalam beberapa tahun mendatang. Sejauh ini, rudal itu belum diketahui kemampuannya karena belum bisa diuji coba meluncur, apalagi menuju sasaran.
Mirip Rusia
Peluncur AS yang gagal pada uji coba Kamis mirip peluncur Avangard Rusia. Dengan dipasangkan pada rudal balistik antarbenua (ICBM) Rusia yang kini berdaya jangkau bisa melebihi 15.000 kilometer, Avangard bisa menyasar lokasi mana pun di Bumi. Avangard, yang diumumkan Presiden Rusia Vladimir Putin mulai beroperasi pada 2019, dilaporkan bisa meluncur sampai 27 kali kecepatan suara.
Moskwa juga tengah mengembangkan Sarmat, ICBM jenis baru dengan jangkauan hingga 18.000 kilometer dan dirancang untuk mengangkut Avangard. Sarmat bisa mengangkut beban hingga 10 ton. Sementara bobot Avangard dilaporkan hanya 2 ton.
Selain Avangard, Rusia mempunyai rudal udara ke darat Kinzhal alias dagger dan rudal laut Tsirkon. Kinzhal dinyatakan melaju 10 kali kecepatan suara dengan jangkauan hingga 2.000 kilometer. Rudal itu bisa dilengkapi hulu ledak nuklir ataupun bom biasa. Dalam sejumlah latihan, tentara Rusia dilaporkan sudah memakai Kinzhal sejak 2018.
Tsirkon bisa melaju hingga enam kali kecepatan suara. Seperti Avangard dan Kinzhal, Tsirkon juga bisa dilengkapi hulu ledak nuklir. Jangkauan Tsirkon dilaporkan bisa mencapai 500 kilometer. Dengan demikian, Tsirkon hanya butuh kurang dari 7 menit sejak ditembakkan sampai mencapai sasaran.
Moskwa juga tengah mengembangkan Sarmat, ICBM jenis baru dengan jangkauan hingga 18.000 kilometer dan dirancang untuk mengangkut Avangard. Sarmat bisa mengangkut beban hingga 10 ton. Sementara bobot Avangard dilaporkan hanya 2 ton.
Dana besar
Dalam APBN 2021 AS, pengembangan senjata hipersonik mendapat 3,2 miliar dollar AS. Sementara pada 2020, anggarannya hanya 2,6 miliar dollar AS. Dengan dana besar itu, AS berharap bisa mengatasi ketertinggalan dari China dan Rusia.
Beijing menguji senjata hipersonik pertama kali pada 2014 dan diikuti Rusia pada 2016. Kini, persenjataan hipersonik China-Rusia sudah siap pakai.
Mantan Panglima Komando Operasi Utara AS Jenderal Terrence O’Shaughnessy menyebut, persenjataan hipersonik China-Rusia menyulitkan upaya AS menahan serangan. Secara teoretis, sebagaimana tercantum di laporan Kongres AS pada 2020, tidak ada sistem pertahanan udara yang bisa menangkal persenjataan hipersonik.
Sebab, semua sistem pertahanan itu dibangun untuk menangkis rudal-rudal balistik dan rudal lain yang pergerakannya bisa dijejak sejak ribuan kilometer. Sistem pertahanan dibuat berdasarkan prinsip balistik atau memperkirakan benda bergerak di lintasan yang dipengaruhi gravitasi. Pergerakan itu sulit berubah dan karena itu bisa diperkirakan akan dicegat di mana.
Sementara persenjataan hipersonik bisa berbelok-belok selama menuju sasaran. Selain itu, rudal-rudal hipersonik bisa terbang di bawah ketinggian minimum yang dibutuhkan untuk pelacakan radar.
Hal lain, secara teoretis, kecepatan rudal-rudal hipersonik membuat rudal akan menciptakan gelembung plasma selama bergerak. Gelembung itu menyerap semua jenis gelombang radio yang dipantulkan radar dan pelacak apa pun. Akibatnya, rudal nyaris tidak bisa dijejak selama masih bergerak. Tanpa pelacakan, sistem antirudal tidak bisa mencegat rudal hipersonik.
Kalaupun bisa dicegat, pecahan rudal hipersonik tetap membahayakan. Itu karena daya hantam yang dihasilkan dari energi gerak rudal hipersonik ditaksir 50 kali lebih tinggi dari rudal biasa. Hal tersebut membuat sasaran apa pun tetap rusak meski rudal hipersonik bisa dicegat. (AFP/REUTERS)