AS Dikejutkan oleh Uji Coba Rudal Hipersonik China
China telah berhasil menguji rudal hipersonik berkemampuan nuklir yang mengorbit Bumi, Agustus 2021. Pencapaian itu mengejutkan aparat pemerintah dan intelijen AS.
WASHINGTON, MINGGU — China dilaporkan telah membuat kemajuan pesat dalam pengembangan senjata hipersonik terbarunya. Para pejabat Amerika Serikat terkejut begitu mengetahui China berhasil menguji rudal hipersonik berkemampuan nuklir yang mengorbit Bumi pada Agustus 2021.
Menurut harian Financial Times, Sabtu (16/10/2021), China telah membuat ”kemajuan luar biasa dalam hal senjata hipersonik dan jauh lebih maju daripada yang disadari pejabat AS.” Laporan itu mengutip keterangan lima narasumber yang mengetahui secara langsung tentang pengujian tersebut. Pengujian rudal hipersonik China ini membuat badan intelijen AS terkejut.
Lima sumber itu mengatakan, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) telah meluncurkan roket yang membawa wahana luncur hipersonik di orbit rendah Bumi sebelum tiba di sasarannya. Dengan menjelajahi atmosfer rendah, rudal tersebut lebih cepat mencapai target dan bisa bermanuver (seperti rudal jelajah yang jauh lebih lambat, sering kali subsonik), membuatnya lebih sulit dilacak.
Tiga sumber di antaranya menyebutkan, rudal meleset sejauh 32 kilometer dari target yang diharapkan. Dua sumber lain yakin, pengujian rudal hipersonik yang mengitari Bumi menunjukkan bahwa China telah maju pesat dalam hal pengembangan senjata hipersonik. Kemajuan tersebut melampaui apa yang disadari pejabat AS.
Baca juga: AS Uji Senjata Hipersonik Berkekuatan 5 Kali Lebih Cepat dari Kecepatan Suara
Menurut FT, pengujian rudal hipersonik tersebut menimbulkan pertanyaan baru: mengapa AS begitu sering meremehkan modernisasi militer China tanpa mewujudkan keunggulannya. ”Saya tidak tahu bagaimana mereka (China) bisa melakukan ini,” kata salah satu sumber.
Para narasumber mengungkapkan, kendaraan luncur hipersonik itu dibawa oleh roket Changzheng (Long March). Biasanya, China mengumumkan secara terbuka peluncuran roket Long March tersebut. Namun, untuk pengujian rudal hipersonik terbaru pada Agustus lalu, China melakukannya secara rahasia.
Menurut dua sumber, senjata itu secara teoretis bisa terbang di atas Antartika atau Kutub Selatan. Kemampuan ini menjadi tantangan besar bagi AS yang selama ini sistem rudalnya difokuskan di atas Artika atau Kutub Utara.
Pakar kebijakan senjata nuklir China, Taylor Flavel, yang tidak mengetahui pengujian terbaru itu, mengatakan bahwa kendaraan layang supersonik yang dilengkapi hulu ledak nuklir itu juga dimiliki sistem pertahanan rudal AS, yang dirancang untuk menghancurkan rudal balistik yang masuk. Dia mengatakan, sistem pertahanan rudal AS itu mampu menangkis sistem rudal China tersebut.
Baca juga: Berlomba-lomba Uji Rudal Hipersonik, Korut Pun Tak Mau Ketinggalan
Flavel, profesor di Massachusetts Institute of Technology, menyebutkan, jika China sepenuhnya mengembangkan dan mengerahkan senjata seperti yang dimiliki AS, itu akan mengimbangi. Namun, pengujian oleh Beijing kali ini tidak selalu berarti China akan mengerahkan kemampuannya.
Pejabat militer AS dalam beberapa bulan terakhir telah memperingatkan peningkatan kapasitas nuklir China, terutama setelah perilisan citra satelit yang menunjukkan bahwa China sedang membangun lebih dari 200 silo rudal antarbenua. China tidak terikat oleh perjanjian pengendalian senjata dan tidak ingin AS terlibat dalam negosiasi senjata dan kebijakan nuklir.
Kemampuan meningkat
Kekhawatiran tentang kemampuan nuklir China belakangan ini meningkat karena Beijing terus membangun kekuatan militer tradisionalnya serta aktif di Selat Taiwan dan Laut China Selatan (LCS). Uji coba rudal hipersonik China itu terjadi di tengah meningkatnya ketegangan AS-China di dua wilayah itu. Bahkan, LCS menjadi medan konflik yang semakin global.
AS, Rusia, dan China telah mengembangkan senjata hipersonik mereka, termasuk kendaraan layang yang diluncurkan dengan roket ke luar angkasa, tetapi mengorbit di atmosfer rendah Bumi. Bahkan, negara miskin, seperti Korea Utara, juga telah menguji rudal atau senjata hipersonik mereka. India dilaporkan sudah mulai mengembangkan senjata serupa.
Rudal hipersonik, seperti rudal balistik tradisional yang bisa mengirimkan senjata nuklir, bisa terbang dengan kecepatan lebih dari lima kali kecepatan suara. Namun, rudal balistik terbang tinggi ke luar angkasa dalam bentuk busur untuk mencapai target mereka. Sedangkan rudal hipersonik terbang pada lintasan rendah di atmosfer, berpotensi mencapai target lebih cepat.
Hal paling penting, rudal hipersonik dapat bermanuver (seperti rudal jelajah yang jauh lebih lambat, sering kali subsonik), membuatnya lebih sulit untuk dilacak dan dipertahankan.
Baca juga: Presiden Putin Umumkan Rudal Baru Rusia
Akhir September lalu, AS berhasil menguji senjata hipersonik tercanggih yang mampu melesat di udara dengan kecepatan lebih dari lima kali kecepatan suara. Senjata itu hasil pengembangan Hypersonic Air-breath Weapon Concept (HAWC), yakni sebuah konsep senjata udara hipersonik. Pyongyang juga mengklaim sukses menguji coba rudal hipersonik Hwasong-8.
Bulan lalu, Sekretaris Angkatan Udara AS Frank Kendall mengisyaratkan bahwa Beijing sedang mengembangkan senjata baru. Dia mengatakan, China telah membuat langkah besar, termasuk ”potensi serangan global” dari luar angkasa, yang mirip dengan ”sistem pengeboman orbital parsial" yang telah dikerahkan Uni Soviet dahulu pada masa Perang Dingin.
Jenderal Glenn Vanhelk, Direktur Komando Pertahanan Dirgantara Amerika Utara (NORAD), Agustus lalu, mengatakan bahwa China kian menunjukkan kemampuan kendaraan luncur hipersonik yang sangat canggih. Dia memperingatkan, kemampuan China ”memberikan tantangan yang signifikan terhadap kemampuan NORAD untuk memberikan peringatan ancaman dan penilaian serangan.”
Pengungkapan tentang uji coba rudal hipersonik terbaru China muncul ketika pemerintahan Presiden AS Joe Biden melakukan Tinjauan Postur Nuklir (Nuclear Posture Review), yakni kebijakan dan kemampuan yang diamanatkan oleh Kongres AS.
Baca juga: Korut Klaim Rudal Hipersoniknya Ampuh
Namun, kebijakan ini memicu perdebatan antara pendukung pengendalian senjata dan kelompok yang menginginkan AS memodernisasi persenjataan nuklirnya untuk menghadang China.
Pentagon khawatir
Pentagon tidak mengomentari perkembangan senjata hipersonik terbaru China. Juru bicara Pentagon, John Kirby, mengatakan, dia tak akan mengomentari secara spesifik laporan tersebut. Ia hanya mengatakan, Pentagon sangat khawatir dengan kemampuan militer China yang semakin pesat.
”Kemampuan itu hanya meningkatkan ketegangan di kawasan dan sekitarnya. Itulah salah satu alasan mengapa kami melihat China sebagai tantangan terbesar kami,” ujarnya.
Kedutaan China di Washington menolak untuk mengomentari pengujian rudal hipersonik terbaru Beijing tersebut. Liu Pengyu, juru bicara kedutaan, mengatakan bahwa China selalu mengejar kebijakan militer yang ”bersifat defensif”. Ia menambahkan, pengembangan militernya tanpa menargetkan suatu negara.
”Tidak ada strategi atau rencana global untuk operasi militer seperti AS. Kami sama sekali tidak tertarik pada perlombaan senjata dengan negara lain,” kata Liu.
”Sebaliknya, AS dalam beberapa tahun terakhir telah membuat alasan, seperti ’ancaman China’, untuk membenarkan ekspansi dan pengembangan senjata hipersoniknya. Ini secara langsung mengintensifkan perlombaan senjata dalam kategori ini dan secara signifikan membahayakan stabilitas strategis global.”
Pejabat keamanan dan pakar keamanan China lainnya yang dekat dengan PLA mengatakan bahwa rudal hipersonik terbaru China itu dikembangkan oleh Akademi Dirgantara dan Aerodinamika China (CAAA) di bawah naungan China, Aerospace Science and Technology Corporation (CASC).
Dilaporkan, CASC adalah sebuah badan usaha milik negara yang memproduksi sistem rudal dan roket untuk program luar angkasa China. Menurut dua sumber tadi, kendaraan layang hipersonik yang diluncurkan oleh roket Long March itu digunakan dalam program luar angkasa.
Baca juga: Rusia Operasikan Semua Rudal Hipersonik
Akademi Teknologi Kendaraan Peluncuran China, yang mengawasi peluncuran itu, pada 19 Juli lalu mengatakan di akun media sosial resminya bahwa mereka telah meluncurkan roket Long March 2C, yang ditambahkannya sebagai peluncuran ke-77 dari roket itu.
Pada 24 Agustus diumumkan bahwa mereka telah melakukan penerbangan ke-79. Namun, tidak ada pengumuman peluncuran ke-78, yang memicu spekulasi di kalangan pengamat program luar angkasa tentang peluncuran rahasia. CAAA tidak menanggapi permintaan komentar. (AFP/FINANCIAL TIMES)