Dalam sejarahnya, ASEAN tidak pernah tidak mengundang setiap pemimpin negara anggota dalam KTT ASEAN. ASEAN mengambil langkah keras terhadap junta militer Myanmar untuk menegakkan kredibilitasnya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO dan MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN sepakat tidak mengundang pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, pada Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT ASEAN, 26-28 Oktober. Kesepakatan ini menunjukkan bahwa ASEAN tidak bersedia diakali oleh junta militer Myanmar.
Keputusan itu diambil dalam pertemuan darurat para menteri luar negeri ASEAN secara virtual, Jumat (15/10/2021). Pertimbangannya, tak ada kemajuan implementasi dalam konsensus ASEAN dan penolakan junta militer terhadap utusan khusus ASEAN. ”Setelah diskusi ekstensif, tidak tercapai konsensus untuk adanya perwakilan politik dari Myanmar untuk menghadiri KTT ASEAN ke-38 dan ke-39 pada Oktober 2021,” demikian pernyataan Brunei Darussalam selaku Ketua ASEAN.
Sebagai gantinya, perwakilan nonpolitik Myanmar bisa hadir. Jika tawaran ini ditolak junta, kursi Myanmar akan dibiarkan kosong.
Brunei menyatakan, kesepakatan ini sebagai penegasan kembali prinsip non-intervensi ASEAN dalam urusan internal negara anggotanya. Langkah itu juga sekaligus untuk memberi Myanmar ruang memulihkan urusan dalam negerinya dan kembali ke kondisi normal.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno LP Marsudi kepada Kompas di Jakarta, Sabtu (16/10/2021), menyatakan, komitmen ASEAN terhadap Myanmar tetap terbuka. Bagaimanapun, ASEAN adalah bagian dari keluarga ASEAN dan ASEAN hadir untuk membantu negara itu. ”Kita cukup adil dan kita konstruktif,” kata Retno soal posisi ASEAN. ”Lima poin konsensus ASEAN (tentang Myanmar) dan utusan khusus tetap ada dan berlaku.”
”Kita cukup adil dan kita konstruktif,” kata Retno soal posisi ASEAN. ”Lima poin konsensus ASEAN (tentang Myanmar) dan utusan khusus tetap ada dan berlaku.”
Dalam sejarahnya, ASEAN tidak pernah tidak mengundang setiap pemimpin negara anggota dalam KTT ASEAN. Langkah terhadap junta ini adalah yang pertama. Di sisi lain, ASEAN telah lama dikritik karena mekanismenya dinilai ompong dan gagal mengendalikan anggotanya karena prinsip non-intervensi. Sejumlah pemimpin negara di Asia Tenggara terang-terangan menggunakan kekuasaan dan tangan besi untuk melakukan kekejaman, menumbangkan demokrasi, dan menganiaya lawan politik tanpa ada tindakan apa pun dari ASEAN.
Dari Naypyidaw dilaporkan, juru bicara junta militer Myanmar, Zaw Min Tun, menuduh intervensi asing telah berada di belakang kesepakatan para menlu ASEAN. Kepada kantor berita BBC Myanmar, dia menyatakan, Amerika Serikat (AS) dan perwakilan Uni Eropa telah menekan para pemimpin ASEAN untuk mengecualikan Jenderal Hlaing dari KTT akhir bulan ini. ”Intervensi asing juga bisa dilihat di sini,” katanya. ”Sebelumnya, kami tahu bahwa beberapa utusan dari sejumlah negara bertemu dengan perwakilan luar negeri AS dan mendapat tekanan dari UE.”
Sejak kudeta militer pecah pada 1 Februari 2021, krisis politik dan keamanan berlangsung di Myanmar hingga saat ini. Lebih dari 1.000 warga sipil tewas dan ribuan warga masih ditahan di sejumlah rumah tahanan di seluruh Myanmar. Kini, militer mengerahkan ribuan tentara ke utara Myanmar untuk menggempur kelompok perlawanan antijunta dan milisi etnis. Situasi mutakhir ini menimbulkan kekhawatiran akan meluasnya perang saudara di negeri itu.
Beberapa menlu lain telah menyatakan sikap negaranya masing-masing terhadap Myanmar. Kementerian Luar Negeri Singapura mengatakan bahwa langkah mengecualikan Jenderal Hlaing adalah ”keputusan yang sulit, tetapi perlu, untuk menegakkan kredibilitas ASEAN”. Pernyataan itu mengutip kurangnya kemajuan yang dibuat pada peta jalan untuk memulihkan perdamaian di Myanmar yang telah disepakati junta dengan ASEAN pada April lalu.
Menlu Malaysia Saifuddin Abdullah dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak ingin pemimpin junta hadir di KTT ASEAN nanti. Malaysia tidak ingin berkompromi dalam hal itu. ”Jika tidak ada kemajuan nyata, maka sikap Malaysia akan tetap, bahwa kami tidak ingin jenderal itu menghadiri KTT,” kata Saifuddin. Sikap ini didukung Filipina.
Ia mengatakan, terserah junta militer Myanmar untuk memutuskan siapa yang menjadi perwakilan di KTT ASEAN. ”Kami tidak pernah berpikir mengeluarkan Myanmar dari ASEAN. Kami percaya Myanmar punya hak yang sama (seperti kami). Tetapi, junta tidak mau bekerja sama. Jadi, ASEAN harus keras untuk mempertahankan kredibilitas dan integritasnya,” ujar Saifuddin, seperti dikutip kantor berita Bernama.
Selama krisis Myanmar berlangsung, ASEAN tidak mengambil langkah progresif. Sejumlah pihak menyerukan agar ASEAN mengambil posisi lebih keras dan tegas terhadap junta.
Analis pada lembaga konsultan Solaris Strategies Singapura, Mustafa Izzuddin, menyebut pengecualian Myanmar dalam KTT adalah langkah sementara untuk meredakan kritik internasional. ”Langkah itu mengirimkan sinyal politis kepada junta bahwa ASEAN bukan pihak yang harus ditekan,” katanya.
Menurut analis independen Myanmar, David Mathieson, langkah tidak mengundang junta dalam istilah ASEAN termasuk ”tamparan di wajah”. Myanmar bisa dipandang sebagai masalah ASEAN yang paling memecah belah negara-negara anggota. Sejak bergabung tahun 1997, Myanmar yang tengah dipimpin diktator militer berikut dengan aturan represifnya menguji persatuan ASEAN. Hal itu sekaligus merusak kredibilitas ASEAN di tingkat internasional. (AP/AFP/REUTERS)