Ketua ASEAN 2021, Brunei Darussalam, akan mengeluarkan pernyataan resmi pada Sabtu (16/10/2921) tentang hasil pertemuan khusus para menteri luar negeri ASEAN tentang krisis Myanmar.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
KUALA LUMPUR, JUMAT — Tidak ada komitmen dari junta militer Myanmar untuk mengimplementasikan lima poin konsensus ASEAN. Ini membuat kecewa negara-negara anggota ASEAN. Sabtu (16/10/2021) ini, Ketua ASEAN 2021, Brunei Darussalam, dijadwalkan akan mengeluarkan pernyataan tentang hasil pertemuan khusus para menteri luar negeri ASEAN tentang krisis Myanmar.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan, jika tidak ada kemajuan nyata dari implementasi lima konsensus ASEAN, Malaysia menegaskan tidak menginginkan pemimpin militer Myanmar menghadiri KTT ASEAN. ”Tidak ada kompromi untuk itu,” kata Saifuddin.
Yusof, yang juga menjabat Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Darussalam, telah ditunjuk ASEAN menjadi utusan khusus untuk Myanmar pada awal Agustus 2021. Pada awal Oktober ini, junta Myanmar tidak mengizinkan Yusof yang memfasilitasi dialog dengan para pihak di Myanmar untuk bertemu dengan pemimpin prodemokrasi terguling, Suu Kyi.
Isu Myanmar kini menjadi keprihatinan kawasan. Pada Jumat sore para menteri luar negeri ASEAN menggelar pertemuan di Kuala Lumpur untuk membahas rencana pengucilan pemimpin junta, Jenderal Min Aung Hlaing, dari KTT ASEAN pada akhir bulan ini.
Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr mendukung Malaysia dan mengingatkan, jika ASEAN mengalah, kredibilitas ASEAN sebagai organisasi regional akan hilang. Lebih lanjut Locsin mendesak agar Myanmar kembali ke tatanan politik sipil yang demokratis.
Sementara itu, Kementerian luar negeri Thailand melihat kunjungan Yusof ke Myanmar sebagai langkah pertama yang penting dalam proses membangun kepercayaan dengan tujuan mendorong dialog. ”Kami juga percaya pada kebijaksanaan kolektif semua negara anggota ASEAN, termasuk Myanmar, untuk mengatasi semua tantangan bersama, dalam semangat keluarga ASEAN,” katanya.
Kepastian pengumuman hasil pertemuan oleh Brunei pada hari ini disampaikan oleh juru bicara Kemenlu Malaysia, Jumat malam, seusai pertemuan para menlu ASEAN soal rencana pengucilan Myanmar dari KTT ASEAN yang akan datang. Pertemuan yang digelar secara virtual itu, di antaranya, membahas rencana pengucilan pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing, dari KTT ASEAN, 26-28 Oktober 2021.
Jika Hlaing diizinkan mengikuti KTT ASEAN, yang akan berlangsung secara virtual, hal itu dapat dianggap sebagai pengakuan atas perampasan kekuasaan oleh militer.
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan bersama, Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada, Korea Selatan, Selandia Baru, Norwegia, dan Timor Leste mendesak agar Myanmar mengizinkan Utusan Khusus ASEAN Erywan Yusof bertemu Aung San Suu Kyi.
Dalam pernyataan bersama itu, mereka menyatakan sangat prihatin dengan situasi mengerikan di Myanmar. Mereka mendesak Naypyidaw ”terlibat secara konstruktif" dengan Yusof. ”Kami selanjutnya menyerukan kepada junta militer untuk memfasilitasi kunjungan rutin Utusan Khusus ASEAN ke Myanmar agar dia dapat terlibat secara bebas dengan semua pemangku kepentingan,” kata pernyataan bersama itu.
Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell, Jumat (15/10/2021), mendukung pernyataan bersama itu. Ia juga mendesak junta militer di Myanmar mengizinkan Erywan Yusof bertemu Aung San Suu Kyi.
Menolak
Di sisi lain, Myanmar menolak tekanan beberapa negara anggota ASEAN. Myanmar bersikeras, Yusof tidak diizinkan bertemu seorang terdakwa kasus kriminal dan menyarankan bertemu pejabat pengganti.
Jubir junta Myanmar, Zaw Min Tin, dalam pernyataan tertulis tertanggal hari Rabu (13/10/2021) mengatakan, utusan khusus ASEAN tidak diperbolehkan menemui Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil Myanmar yang digulingkan junta. Alasannya, Aung San Suu Kyi kini berstatus terdakwa dalam beberapa kejahatan.
Yusof, pekan lalu, menyebutkan, tiadanya komitmen junta Myanmar untuk proses pemulihan krisis politik di negara itu adalah langkah mundur. Tekanan internasional sejauh ini hanya berdampak kecil pada junta, yang melancarkan tindakan brutal terhadap aksi protes massa prodemokrasi menentang kudeta militer pada 1 Februari lalu yang sejauh ini menewaskan hampir 1.200 orang.
Kudeta militer delapan bulan lalu mengakhiri kekuasaan singkat pemerintahan sipil demokratis setelah lebih dari lima dekade dikuasai militer. Pemerintah militer, yang menyebut dirinya Dewan Administrasi Negara, menuding terjadi dugaan kecurangan pemilu pada November 2020 yang dimenangi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi.
Hingga sejauh ini, junta menjanjikan mengadakan pemilihan pada Agustus 2023. Akan tetapi, Myanmar secara luas dipandang tidak menghormati lima konsensus ASEAN meskipun mengklaim telah membantu memfasilitasi bantuan kemanusiaan.
Buruknya tanggapan junta militer Myanmar atas lima poin konsensus ASEAN membuat lembaga itu berada di bawah tekanan internasional. Komunitas internasional, di antaranya, ingin agar ASEAN bertindak tegas, termasuk memaksa Myanmar membebaskan sejumlah tokoh politik, termasuk Aung San Suu Kyi, serta mengembalikan lagi demokrasi di negara itu. Sejak kudeta dilakukan, hingga saat ini, konflik di Myanmar telah menewaskan lebih dari 1.100 warga sipil.
Suu Kyi telah ditahan sejak militer mengudeta pemerintah sipil yang sah. Suu Kyi saat ini diadili atas beberapa tuduhan yang, menurut para pendukung dan analis independen, dinilasi sebagai tuduhan dibuat-buat. Pengadilan itu dilihat sebagai upaya untuk melegitimasi perebutan kekuasaan oleh militer. (AFP/AP/REUTERS)