Taiwan memilih untuk hidup dalam alam demokrasi. Sebaliknya, China menginginkan reunifikasi di bawah kebijakan ”Satu China”.
Oleh
B Josie Susilo Hardianto
·3 menit baca
TAIPEI, MINGGU — Dalam pidato peringatan Hari Nasional Taiwan, Presiden Tsai Ing-wen mengatakan, Taiwan tidak akan tunduk pada tekanan Beijing. Ia pun dengan tegas mengatakan, Taiwan tetap dalam status quo politik.
”Kami akan melakukan yang terbaik untuk mencegah status quo diubah secara sepihak,” kata Tsai dalam pidatonya, Minggu (10/10/2021). ”Kami akan terus memperkuat pertahanan nasional kami dan menunjukkan tekad kami untuk membela diri untuk memastikan bahwa tidak ada yang bisa memaksa Taiwan untuk mengambil jalan sebagaimana telah ditetapkan China untuk kami.”
Dalam kesempatan itu, Tsai juga meminta parlemen Taiwan mengesampingkan ”perseteruan” politik dan mendorong reformasi konstitusi Taiwan. Konstitusi Taiwan adalah sebuah dokumen yang dibuat oleh Partai Nasionalis yang berkuasa pada tahun 1947. Mereka kehilangan kekuasaan dan melarikan diri dari China. Perang saudara di China berakhir pada tahun 1949.
Kepada Beijing, dalam pidatonya, Tsai menyerukan agar kedua pihak membangun dialog atas dasar kesetaraan. ”Setiap langkah yang kita ambil akan memengaruhi arah masa depan dunia kita,dan arah masa depan dunia kita juga akan memengaruhi masa depan Taiwan itu sendiri,” katanya.
Taiwan yang saat ini berpenduduk 23 juta memiliki pemerintahan sendiri. Taiwan, sebagaimana dikatakan Tsai, memilih untuk hidup dalam alam demokrasi. Sementara itu, China—yang berhaluan komunis—berulang kali menegaskan, Taiwan merupakan bagian integral dari China. Namun, dalam sejumlah jajak pendapat menunjukkan, sebagian besar warga Taiwan tidak mau diperintah oleh Beijing.
”Sebagai orang Taiwan, saya pikir kami tidak dapat menerima (penyatuan kembali), lihat saja apa yang terjadi di Hong Kong,” kata Hung Chen-lun, seorang warga Taiwan.
Dalam pidatonya, Tsai mengakui ketegangan saat ini semakin meningkat. Untuk menanggapi situasi itu, Taiwan memperkuat kemitraannya—tidak resmi—dengan Jepang, Australia, dan Amerika Serikat. Tsai mengatakan, tekanan China yang dihadapi Taiwan semakin kuat seiring dengan berkembangnya hubungan Taiwan dengan tiga negara itu.
Selain dimeriahkan dengan nyanyian yang dibawakan oleh paduan suara yang beranggotakan warga dari beragam etnis di Taiwan, dalam perayaan Hari Nasional itu, Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan memamerkan berbagai persenjataan. Senjata-senjata yang dipamerkan, antara lain, kendaraan berpeluncur rudal dan beragam kendaraan lapis baja. Selain itu, beragam jet tempur seperti F-16 dan Mirage 2000 serta helikopter melakukan terbang lintas.
Tsai—sosok yang tidak disukai Beijing—menganggap Taiwan bukan bagian dari ”Satu China”. Namun, hingga saat ini, ia belum tergerak untuk mendeklarasikan kemerdekaan Taiwan secara formal. Bagi Beijing, hal itu merupakan ”garis merah” yang tidak boleh dilewati. Apabila dilanggar, bisa memicu invasi.
Tekanan
Terkait dengan sikap Taiwan, sejauh ini Beijing menyebutnya sebagai provinsi yang membangkang. Bahkan, Beijing beberapa kali mengatakan, siap menggunakan kekuatan militer atas Taiwan jika diperlukan.
Sejauh ini, untuk menegaskan sikapnya, Beijing berulang kali mengirim sejumlah pesawat militer baik pengebom, pesawat tempur, maupun pesawat angkut berat ke area identifikasi udara (ADIZ) Taiwan. Tahun ini, disebutkan lebih dari 600 penerbangan militer China melintas di ADIZ Taiwan, meningkat tajam dibandingkan tahun lalu yang hanya sekitar 300 sorti.
Sabtu lalu, Presiden China Xi Jinping mengatakan, reunifikasi secara damai dengan Taiwan harus diwujudkan. Ia mengatakan, reunifikasi itu semata-mata untuk kepentingan seluruh bangsa, termasuk Taiwan. ”Tidak ada yang boleh meremehkan tekad, kemauan, dan kemampuan kuat rakyat China untuk menjaga kedaulatan nasional dan integritas teritorial,” kata Xi.
Sejak Tsai Ing-wen memimpin Taiwan, lima tahun lalu, Beijing memperkuat tekanannya atas Taiwan. Selain memutus saluran komunikasi resmi dengan Taipei, Beijing juga melakukan tekanan lewat ekonomi, diplomatik, dan militer. (AP/AFP/REUTERS)