Putri Duterte Bakal Calonkan Diri di Pilpres Filipina 2022
Sara Duterte diyakini akan maju dalam pemilihan presiden tahun depan setelah ayahnya, Rodrigo Duterte, menyatakan mundur dari bursa wakil presiden. Namun, sejauh ini, belum ada pernyataan resmi pengusung Sara Duterte.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
MANILA, SENIN — Putri Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Sara Duterte, besar kemungkinan akan maju dalam pemilihan umum presiden Filipina 2022. Sejumlah pihak menilai bahwa manuver itu, jika benar terjadi, ditujukan, antara lain, untuk melindungi Duterte yang menjadi target sejumlah tuntutan hukum selama menjabat sebagai presiden.
Duterte, Sabtu (2/10/2021), mengumumkan mundur dari bursa wakil presiden. Duterte dicalonkan Partai PDP-Laban sebagai wakil presiden pada pemilihan umum presiden (pilpres) 2022. Posisinya digantikan orang dekatnya, Senator Christopher Lawrence ”Bong” Go.
Sejumlah media Filipina, Senin (4/10/2021), menurunkan pemberitaan tentang majunya Sara Duterte sebagai calon presiden Filipina. Ini didasarkan atas jawaban Duterte kepada wartawan ketika door-stop saat menemani orang dekatnya, Senator Christopher Lawrence ”Bong” Go, mengajukan pencalonan diri sebagai wakil presien ke Komisi Pemilihan, Sabtu (2/10/2021). ”Jadi, sudah jelas Sara-Go?” tanya jurnalis. Duterte menjawab, ”Sudah pasti pasangan Sara-Go.”
Dalam potongan rekaman video yang ditayangkan stasiun televisi Filipina, ABS-CBN, misalnya, Duterte juga pernah ditanya soal kapan putrinya akan mengajukan pencalonan diriya sebagai presiden ke komisi pemilihan umum. Duterte menyatakan dirinya tidak tahu soal itu.
Bahkan, saat ditanya apakah dia memberi izin kepada putrinya untuk mencalonkan diri sebagai presiden, Duterte menjawab bahwa mereka berdua tidak pernah berbicara tentang politik. ”Saya mengatakan hal ini untuk hal yang lebih baik,” ujar Duterte.
Partido Demokratiko Pilipino-Lakas ng Bayan (PDP Laban), partai politik tempat Duterte bernaung, belum secara resmi mencalonkan sosok tertentu untuk pilpres tahun depan. Sara Duterte-Carpio, yang saat ini tengah mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga kalinya sebagai Wali Kota Davao, telah bergabung dengan partai lain.
”Kami tidak memiliki komentar tentang hal itu,” kata juru bicara Duterte-Carpio, Christina Garcia Frasco, sebagaimana diberitakan sejumlah media lokal. Go sendiri tidak segera menanggapi permintaan konfirmasi mengenai pernyataan Duterte.
Pengajuan pemilihan kembali wali kota Duterte-Carpio tidak banyak meredakan spekulasi bahwa dia mengincar kursi kepresidenan. Sara, pada saat Duterte mengumumkan pengunduran diri, tengah mengajukan pencalonan untuk masa jabatan ketiga sebagai Wali Kota Davao.
Laman The Manila Times juga menurunkan laporan tentang duet Sara-Go pada pilpres tahun depan. Mereka mengutip pernyataan Sara Duterte-Carpio yang tertera pada platform media sosial Facebooknya.
”Saya merasa terhormat atas kepercayaan dan rasa hormat dari banyak orang Filipina. Terima kasih kepada semua orang yang telah menyatakan dukungan mereka. Banyak dari Anda tidak mengenal saya. Namun, Anda membawa saya ke atas bahu Anda,” kata Duterte-Carpio.
Dia juga menyatakan memiliki keinginan dan mimpi yang sama seperti rakyat Filipina, yakni tentang kehidupan yang damai dan sejahtera. ”Saya meminta kepada semua orang untuk bekerja bersama agar pemilihan Mei 2022 berlangsung dengan jujur, tertib dan kredibel,” katanya.
Temaro Riviera, mantan profesor ilmu politik menilai, pasangan Duterte-Go memiliki kelemahan karena Go tidak memiliki basis politik. ”Itu akan menjadi keputusan politik yang tidak sehat karena apa yang bisa ditambahkan Bong Go ke pencalonan Sara,” kata Rivera.
Analis mengatakan, sangat penting bagi Rodrigo Duterte untuk memiliki penerus yang setia untuk melindunginya dari potensi tindakan hukum di dalam negeri atau oleh Pengadilan Kriminal Internasional atas tuduhan pembunuhan negara terhadap ribuan warga negara dalam perang melawan narkoba sejak 2016.
Dikutip dari laman PhilStar, Duterte mengakui salah satu tujuannya untuk mencalonkan diri adalah untuk mendapatkan kekebalan dan perlindungan hukum atas tuntutan yang mungkin akan dihadapinya setelah tidak lagi menjabat. ”Hukum mengatakan bahwa jika Anda seorang presiden, seorang wakil presiden, Anda memiliki kekebalan. Maka saya akan mencalonkan diri sebagai wakil presiden,” kata Duterte, dalam pernyataan Juli lalu.
Duterte menolak untuk bekerja sama dengan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang kini tengah menggelar penyelidikan terhadap kebijakan perang narkoba yang dilakukannya di awal masa jabatan sebagai presiden. Duterte mengklaim, keluarnya Filipina dari ICC dan Statuta Roma membuat ICC tidak memiliki yurisdiksi lagi.
Sebaliknya ICC menyatakan, penyelidikan dibenarkan karena dugaan pembunuhan di luar proses hukum di Filipina terjadi pada Juli 2017 hingga Maret 2019 (Kompas.id, 22 September 2021).
Sementara itu, salah satu kandidat yang muncul namanya sebagai calon presiden adalah Leni Robredo, Wakil Presiden Filipina petahana. Namun, sejauh ini belum ada sinyal dari Robredo apakah dia akan mencalonkan diri atau sebaliknya.
Barry Gutierrez, juru bicara Robredo, mengatakan, keputusan politisi perempuan berusia 56 tahun itu akan diumumkan pekan ini. Gutierrez mengatakan, Robredo belum menerima nominasi dari koalisi partai oposisi. Masih ada sisa waktu sekitar empat hari untuk menentukan sikap sebelum batas waktu pengajuan, yaitu 8 Oktober.
Sebagian besar kandidat capres, seperti Manny Pacquiao, mendukung kebijakan perang narkoba yang kontroversial. Sebaliknya, Robredo, meski duduk sebagai wapres, dia menjadi salah satu kritikus paling vokal terhadap kebijakan Duterte itu. Hal ini, menurut sejumlah analis politik, bisa menjadi modalnya untuk bersaing dengan kandidat lain.
Profesor ilmu politik Universitas Filipina Jean Franco mengatakan, calon pemilih di negara itu bersedia memilih presiden perempuan. Namun, calon pemilih ingin memilih presiden yang memiliki ”semangat”.
”(Robredo) terlalu bagus, dia terlalu baik,” kata Franco. Robredo, 56, menjabat sebagai wapres setelah menang tipis atas putra mantan penguasa Filipina, Ferdinand Marcos, pada pemilihan 2016. (AFP/REUTERS)