Pyongyang Buka Kesempatan Jalin Kontak Lagi dengan Seoul
Strategi pendekatan Korut bertujuan mengamankan pengakuan internasional sebagai negara bersenjata nuklir. Di sisi lain, Pyongyang tetap berkeinginan menekan irisan antara Seoul dan Washington.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
SEOUL, KAMIS — Kabar baik datang dari Semenanjung Korea setelah Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bersedia memulihkan jalinan komunikasi antar-Korea yang sebelumnya terputus mulai bulan depan. Kesediaan Pyongyang itu disertai tuduhan bahwa Amerika Serikat mengusulkan pembicaraan Korut-Korsel tanpa mengubah ”kebijakan bermusuhan” dengan negara itu.
Sebagaimana dilaporkan media Pemerintah Korut, KCNA, Kamis (30/9/2021), pernyataan itu disampaikan Kim di Majelis Rakyat Tertinggi. Parlemen Korut itu berkumpul pada hari kedua guna membahas sejumlah agenda politik, ekonomi, dan sosial negara itu. Diungkapkan, Kim menyatakan kesediaannya untuk berkomunikasi dengan Seoul mulai Oktober sambil tetap mengkritik Korsel yang disebutnya delusional atas anggapan adanya provokasi militer dari Pyongyang.
Kim menyatakan, keputusan mengaktifkan kembali jalur komunikasi adalah untuk ”mewujudkan harapan dan keinginan seluruh bangsa Korea” dan mencapai perdamaian yang tahan lama dalam hubungan lintas batas. ”Kami tidak memiliki tujuan atau alasan memprovokasi Korsel dan tidak ada niat menyakitinya," katanya sebagaimana dikutip KCNA. ”Korsel perlu segera menyingkirkan delusi, kesadaran krisis, dan kesadaran akan dirugikan oleh hal yang mereka anggap provokasi Korut.”
Pyongyang memutus komunikasi dengan Seoul pada awal Agustus sebagai protes terhadap kerja sama Korsel-AS lewat latihan militer. Pemutusan komunikasi dilakukan sepihak, hanya beberapa hari setelah dibuka kembali untuk pertama kalinya dalam setahun. Praktis tidak ada komunikasi di antara dua Korea hingga pekan ini Pyongyang dilaporkan menggelar uji coba rudal hipersonik yang sebelumnya tidak terlihat.
Kim menuduh pemerintahan Presiden Joe Biden menggunakan cara dan metode yang lebih licik dalam mengejar ancaman militer dan kebijakan bermusuhan terhadap Korut.
Uji coba itu meramaikan perlombaan panas yang dipimpin oleh kekuatan militer utama dunia. Pada saat bersamaan Pyongyang sekali lagi menuntut agar Seoul dan Washington membatalkan ”standar ganda” mereka atas pengembangan senjata. Dalam konteks itu, Kim memilih menggunakan nada lebih keras terhadap Washington.
Kim menuduh pemerintahan baru Presiden Joe Biden ”menggunakan cara dan metode yang lebih licik” dalam mengejar ancaman militer dan kebijakan bermusuhan terhadap Korut. Meski menuduh demikian, tidak berarti Pyongyang tertutup untuk bernegosiasi dengan Washington. Hal itu diakui oleh Washington.
Pemerintahan Biden telah menghubungi Pyongyang untuk memecahkan kebuntuan atas pembicaraan penghentian program nuklir dan misil dengan imbalan keringanan sanksi AS. ”AS menggembar-gemborkan ’keterlibatan diplomatik’ dan ’dialog tanpa prasyarat’, tetapi itu tidak lebih dari tipuan kecil terhadap masyarakat internasional untuk menyembunyikan tindakan permusuhan, sekaligus perpanjangan dari kebijakan bermusuhan secara berturut-turut,” kata Kim.
Kalangan analis mengatakan, strategi pendekatan Korut bertujuan mengamankan pengakuan internasional sebagai negara bersenjata nuklir di satu sisi. Di sisi lain, Pyongyang tetap berkeinginan menekan irisan antara Seoul dan Washington. Kim dinilai ingin mengambil keuntungan dari keinginan Presiden Korsel Moon Jae-in untuk memberikan warisan diplomatik sebelum masa jabatannya berakhir.
Kim juga berkomentar soal Perang Korea. Dalam Sidang Majelis Umum PBB, pekan lalu, Presiden Moon menyatakan ingin mengakhiri perang yang berlangsung pada 1950-1953 dan statusnya belum berakhir hingga kini. Menurut Kim, kedua Korea harus terlebih dahulu menarik ”sikap tidak adil dan kesepakatan ganda serta sudut pandang dan kebijakan bermusuhan” terhadap satu sama lain.
Pengangkatan adik Kim
Dari Pyongyang dilaporkan, adik perempuan Kim Jong Un, Kim Yo Jong, telah diangkat menjadi anggota badan pemerintah tertinggi negara itu. Yo Jong, penasihat kunci saudara laki-lakinya, dipromosikan ke posisi di Komisi Urusan Negara di tengah serangkaian perubahan yang disetujui oleh Majelis Rakyat Tertinggi.
Pengangkatan Yo Jong itu diiringi perubahan personel di komisi itu. Tidak kurang dari sembilan anggota komisi diberhentikan, termasuk yang diberhentikan adalah wakil ketua komisi Pak Pong Ju,dan diplomat Choe Son Hui. Choe adalah perempuan senior yang langka dalam hierarki Korut. Dia memainkan peran kunci dalam negosiasi antara Korut dan AS.
Surat kabar resmi Korut, Rodong Sinmun, memuat potret delapan orang yang baru diangkat itu pada edisi Kamis. Sosok Yo Jong tampak menonjol karena usianya yang lebih muda dari anggota lain. Dia juga satu-satunya perempuan dalam keanggotaan komisi itu.
Pengangkatan Yo Jong dalam komisi itu memperkuat spekulasi kemungkinan suatu saat dia akan menggantikan posisi kakaknya sebagai pemimpin tertinggi Korut. Jika kelak terjadi, akan ada transisi di Korut yang secara sosial konservatif dan selalu menjadikan pria sebagai pemimpin tertinggi. Dalam beberapa kesempatan, Yo Jong tampak tampil bersama Jong Un, termasuk di pertemuan puncaknya dengan Presiden AS ketika itu, Donald Trump, dan Presiden Moon. (AFP/REUTERS)