Pyongyang siap melanjutkan pembicaraan dengan Seoul jika persyaratan terpenuhi, di antaranya pelonggaran sanksi ekonomi dan penghentian sikap memusuhi Korut.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
SEOUL, JUMAT — Kim Yo Jong, saudari paling berpengaruh pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Jumat (24/9/2021), menegaskan, Pyongyang siap melanjutkan pembicaraan dengan Seoul jika persyaratan terpenuhi. Di antaranya, Seoul harus membujuk Washington untuk melonggarkan sanksi ekonomi dan menghentikan kebijakan yang memusuhi Korut.
Pernyataan Yo Jong yang disiarkan KCNA, saluran berita resmi Pemerintah Korea Utara, itu untuk merespons seruan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in tentang akhir Perang Korea. Moon dalam pidatonya di Sidang Ke-67 Majelis Umum PBB di New York, Kamis (23/9), mengusulkan deklarasi resmi guna mengakhiri Perang Korea melalui gencatan senjata dan perjanjian damai.
Perang Korea adalah konflik antara Korut dan Korsel yang terjadi sejak 25 Juli 1950 hingga 27 Juli 1953. Keduanya gagal mencapai kata sepakat untuk membentuk pemerintahan bersatu di Semenanjung Korea. Perang pun pecah setelah Pemimpin Tertinggi Korut Kim Il Sung ingin menyatukan keduanya di bawah rezim komunis lewat kekuatan militer.
Konflik berakhir ketika Perjanjian Gencatan Senjata Korea ditandatangani. Terbentuklah Zona Demiliterisasi (DMZ) untuk memisahkan keduanya dan memungkinkan pertukaran para tawanan. Namun, keduanya tidak melakukan gencatan senjata permanen atau meneken perjanjian damai sehingga secara teknis keduanya masih berperang hingga kini.
Menurut Yo Jong, proposal yang disampaikan Moon tersebut ”menarik dan mengagumkan”. Namun, kondisinya tidak tepat dan usul itu tidak masuk akal karena Korsel menerapkan kesepakatan dengan standar ganda, berprasangka buruk, dan selalu memusuhi Korut.
”Dalam situasi seperti itu, tidak masuk akal untuk menyatakan diakhirinya perang. Sementara semua persoalan lain, yang mungkin menjadi benih perang di antara para pihak yang telah berkonflik selama lebih dari setengah abad tetap dibiarkan utuh,” kata Yo Jong, Jumat.
Namun, Yo Jong mengatakan, negaranya bersedia untuk melanjutkan pembicaraan ”konstuktif” dengan Korsel untuk membahas cara meningkatkan dan memperbaiki hubungan yang tegang jika persyaratan terpenuhi. Di antaranya, Seoul diharapkan membujuk Washington untuk melonggarkan sanksi ekonomi yang telah melumpuhkan Korut.
Selain itu, Yo Jong meminta Seoul berhenti memprovokasi Pyongyang dengan kebijakan-kebijakan yang memusuhi. ”Hanya ketika semua syarat itu terpenuhi, akan mungkin duduk berhadap-hadapan dan menyatakan penghentian perang yang signifikan serta membahas masalah hubungan utara-selatan dan masa depan Semenanjung Korea,” kata Yo Jong.
”Agar penghentian perang bisa diumumkan, rasa hormat satu sama lain harus dipertahankan. Prasangka, kebijakan permusuhan dan standar kebijakan ganda yang tidak setara harus dihilangkan terlebih dulu,” katanya sambil menyindir ”senyum yang dipaksakan” Moon saat mengusulkan dekarasi mengakhiri perang.
Pernyataan Yo Jong disampaikan sepekan setelah Korut menguji coba rudal jelajah jarak jauh berkemampuan nuklir dan rudal balistik jarak pendek. Menurut para ahli, uji coba rudal itu untuk menunjukkan Korut akan terus meningkatkan persenjataannya jika sanksi internasional yang dimotori AS berlanjut. Yo Jong pekan lalu menuduh Moon melakukan ”fitnah” setelah kedua Korea menggelar uji coba rudal yang didahului pengujian rudal jelajah jarak jauh Korut.
Kementerian Unifikasi Korsel menyatakan sedang mencermati pernyataan Kim dengan hati-hati. Dikatakan, Korsel akan melanjutkan upayanya untuk memulihkan hubungan dengan tetangganya di utara.
Nam Sung-wook, profesor di Universitas Korea di Korsel, mengatakan, Korut memberikan tekanan tidak langsung kepada Seoul untuk segera mengatur pembicaraan tentang pelonggaran sanksi setelah mendorong deklarasi diakirinya Perang Korea.
”Sepertinya Korut menyatakan akan menyambut usulan deklarasi diakhirinya perang jika pencabutan sanksi juga dapat didiskusikan,” kata Nam.
Sanksi internasional telah diperketat setelah uji coba nuklir dan rudal Korut yang provokatif pada 2016-2017. Jong Un mengatakan, sanksi, pandemi Covid-19, dan bencana alam menyebabkan krisis terburuk di Korea Utara.
Awal tahun ini, Jong Un memperingatkan akan memperbesar progam nuklir Korut jika AS menolak untuk meninggalkan ”kebijakan bermusuhan” terhadap Korut. Kedua Korea telah menyerukan deklarasi untuk mengakhiri perang dan perjanjian damai selama perudingan nuklir dengan AS yang dimulai pada 2018. Namun, perundingan terhenti sejak 2019. (AP/REUTERS/AFP)