Menlu: Dunia Berharap Kepemimpinan RI dalam Penyelesaian Myanmar
Topik tentang Myanmar menjadi satu dari tiga topik pokok yang secara konsisten disuarakan Indonesia dalam Sidang Umum Ke-76 PBB. Dua topik pokok lainnya adalah pandemi Covid-19 dan perkembangan situasi Afghanistan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dunia menghargai inisiatif dan kepemimpinan Pemerintah Republik Indonesia di Asia Tenggara, khususnya dalam membantu mengatasi aneka krisis yang terjadi atas Myanmar. Kepemimpinan Indonesia itu diharapkan terus dilanjutkan hingga kondisi Myanmar sepenuhnya stabil dan pulih.
Topik tentang Myanmar menjadi salah satu dari tiga topik pokok yang secara konsisten terus disuarakan oleh Indonesia dalam rangkaian Sidang Umum Ke-76 Perserikatan Bangsa-Bangsa sepekan terakhir. Dua topik pokok lainnya adalah soal pandemi Covid-19 dan perkembangan Afghanistan setelah dikuasai kelompok Taliban. Secara keseluruhan, delegasi RI yang dipimpin Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi selama di New York berpartisipasi dalam 45 kegiatan, 28 di antaranya adalah pertemuan bilateral.
”Dalam setiap pertemuan, dunia menghargai kepemimpinan Indonesia dalam isu ini dan berharap banyak Indonesia akan terus membantu Myanmar dan dunia masih terus mengharapkan kepemimpinan Indonesia dilanjutkan,” kata Retno dalam pernyataan pers yang digelar di New York pada Rabu (29/9/2021) pagi WIB.
Retno melanjutkan, dalam tiap pertemuan, dirinya menyampaikan komitmen kuat RI untuk terus berkontribusi dalam mencari penyelesaian atas Myanmar. Salah satunya dengan mendorong agar akses diberikan kepada Utusan Khusus ASEAN serta mendorong aspek kemanusiaan bagi Myanmar.
Indonesia juga telah mengirim satu pesawat berisi peralatan kesehatan untuk penanganan Covid-19. Bantuan itu telah tiba di Yangon pada 26 September 2021. Ini merupakan bagian dari bantuan ASEAN yang dikelola oleh AHA Centre, lembaga bantuan kemanusiaan ASEAN yang berkantor pusat di Jakarta. ”Jadi sekali lagi, kita sudah bertindak, kita sudah mengirimkan bantuan kepada rakyat Myanmar yang akan disampaikan melalui Palang Merah Myanmar,” kata Retno.
Topik tentang Myanmar itu juga disampaikan Retno dalam pertemuannya dengan Asisten Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB. Asisten Sekjen PBB, menurut Retno, memberikan apresiasi yang tinggi atas kepemimpinan Indonesia dalam membantu rakyat Myanmar.
Masih terkait Myanmar, khususnya nasib ribuan pengungsi Rohingya, juga turut dibahas Menlu Retno dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abdul Momen. Keduanya berdiskusi dan bertukar pandangan mengenai situasi terakhir pengungsi Rohingya.
Secara khusus dibahas tentang upaya-upaya untuk bagaimana membantu pengungsi Rohingya dalam menghadapi pandemi, khususnya mempercepat vaksinasi. ”Dalam pertemuan tersebut saya menekankan bahwa Indonesia akan terus memberikan perhatian kepada isu Rohingya di setiap pertemuan terkait masalah Myanmar,” kata Retno.
Indonesia bersama dengan Bangladesh merupakan bagian dari kepanitiaan dalam kegiatan mengenai isu Rohingya di sela sela Sidang Umum PBB, pekan lalu. Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus membantu Bangladesh menangani isu Rohingya. Di antaranya dalam mempersiapkan repatriasi yang sukarela, aman, dan bermartabat. Sayangnya, hal ini harus tertunda karena pandemi Covid-19.
Upaya penyelesaian masalah-masalah terkait Myanmar akan dibahas dan secara khusus diusung Pemerintah RI dalam sejumlah rangkaian konferensi tingkat tinggi (KTT) lain. Pada Oktober mendatang, misalnya, akan digelar pertemuan Menlu ASEAN dan juga KTT ASEAN. Menurut Retno, tindak lanjut Lima Poin Konsensus soal Myanmar akan menjadi fokus dalam pertemuan-pertemuan tingkat tinggi itu.
Retno juga menekankan pentingnya penggunaan waktu dan capaian-capaian yang seharusnya sudah dapat teraih terkait upaya penyelesaian Myanmar. Sudah hampir enam bulan sejak Pertemuan Pemimpin-Pemimpin Negara ASEAN (ALM) digelar di Jakarta. Pertemuan itu menghasilkan Lima Poin Konsensus soal Myanmar. Namun, sebagaimana diakui Retno, perkembangan implementasi atas kelima konsensus itu belum begitu signifikan.
Krisis Myanmar justru memasuki babak baru di September 2021. Setelah perang sporadis, berbagai kelompok anti-junta militer Myanmar berusaha untuk mengonsolidasikan diri dan menyerukan perang terhadap junta militer. Kubu oposisi Myanmar mengajak seluruh warga negara itu terlibat dalam perang melawan militer.
Hal itu ditanggapi dengan keras oleh junta yang menyerbu basis-basis perlawanan kelompok antijunta. Korban paling mengenaskan nasibnya adalah masyarakat sipil Myanmar. Ratusan warga dilaporkan harus mengungsi sampai Thailand dan India.