Krisis Myanmar Jalan 8 Bulan, Perang Saudara Tak Kunjung Padam
Krisis Myanmar memasuki bulan ke delapan sejak kudeta militer per 1 Februari 2021. Sampai hari ini, lebih dari 1.100 warga sipil tewas dan hampir 8.000 lawan politik rezim di penjara. Lantas apa peran ASEAN?
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
YANGON, KAMIS - Ribuan warga Kota Thantlang di Provinsi Chin, Myanmar, meninggalkan rumah dan kota tempat mereka tinggal karena ketakutan. Laporan warga dan media setempat menyebutkan, militer Myanmar membom rumah-rumah warga sipil saat bertempur melawan milisi anti-junta.
Juru bicara junta militer Myanmar, Zaw Min Thun, dalam keterangan pada Selasa (21/9/2021), menyatakan, tentara bertempur dengan sekitar 100 anggota kelompok anti-junta di Kota Thantlang. Militer berupaya mendesak milisi ke wilayah terpencil di dekat perbatasan Myanmar-India sejak akhir pekan lalu.
Soal jumlah korban dalam operasi militer itu, Zaw tidak memberikan informasi lebih lanjut. Adapun pertempuran berlangsung selama beberapa hari terakhir.
Video dan gambar yang diterbitkan oleh sejumlah media di Myanmar menunjukkan bangunan di Thantlang hancur. Terlihat pula hewan peliharaan berkeliaran di jalan-jalan kota yang sepi. Menurut Zaw, 20 rumah dan sebuah gedung pemerintah telah hancur dalam kebakaran setelah bentrokan pada 18 September lalu.
Apa yang terjadi di Kota Thantlang itu adalah perkembangan terbaru di Myanmar. Negara itu berada dalam krisis sejak Pemerintah Aung San Suu Kyi digulingkan oleh militer pada 1 Februari 2021. Kudeta itu telah memicu pemberontakan nasional, mulai dari demonstrasi hingga aksi militer oleh kelompok-kelompok milisi.
Serangan terhadap pasukan junta meningkat setelah pemerintahan bayangan negara itu menyerukan "perang defensif rakyat" awal bulan ini. Lebih dari 1.100 warga sipil tewas dan hampir 8.000 ditangkap rezim junta sejak kudeta. Dalam beberapa pekan terakhir, kelompok-kelompok milisi anti-junta menyerang menara komunikasi milik militer.
Serangan acak
Warga sipil di Thantlang dilaporkan mulai meninggalkan rumah-rumah mereka pada awal pekan ini. Hal itu, menurut seorang penduduk setempat yang tidak mau disebutkan namanya, terjadi setelah tentara mulai secara acak menembak jendela rumah-rumah di kota itu.
"Hampir semua orang telah pergi," katanya, seraya menambahkan bahwa dia berlindung di desa terdekat bersama sekitar 500 orang lainnya. Merujuk data sensus terbaru, Kota Thantlang memiliki populasi sekitar 7.500 orang.
Sumber itu juga mengungkapkan bahwa sejumlah warga lari hingga masuk ke India. Hal itu dibenarkan sejumlah penduduk lainnya. Ada dari mereka yang melakukan perjalanan selama tiga hari dengan orang tuanya yang sudah lanjut usia untuk mencapai India.
"Saya tidak pernah berpikir untuk lari dari rumah saya sendiri, bahkan setelah militer mengebomnya. Namun karena keadaan semakin memburuk, saya akhirnya harus melarikan diri," kata salah seorang warga yang enggan disebut identitasnya.
Seorang pengungsi asal Chin dan telah berada di Mizoram mengaku dapat sampai wilayah India itu pada 15 September. Dia harus mengendarai sepeda selama tiga hari untuk sampai ke Mizoram. "Kami sangat ketakutan setelah pengeboman. Kami harus melarikan diri. Dua anak saya tetap di Myanmar untuk melawan militer dan melindungi rakyat kami," kata pria itu, yang juga menolak disebutkan namanya.
Beberapa waktu lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengingatkan bahwa pertempuran baru di Myanmar akan semakin menambah jumlah pengungsi dari Myanmar ke India. Selain faktor perang, pengungsian terjadi akibat warga membutuhkan makanan dan tempat tinggal yang memadai.
Gelombang warga Myanmar dari Provinsi Chin yang sudah sampai ke India dilaporkan terus mengalir. Sekitar 2.000 pengungsi asal Myanmar misalnya, sudah berada di negara bagian Mizoram, India.
Seorang pengungsi asal Chin mengaku tiba di Mizoram pada 15 September. Dia menempuh perjalanan dengan mengendarai sepeda selama tiga hari. "Kami sangat ketakutan setelah pengeboman. Kami harus melarikan diri. Dua anak saya tetap di Myanmar untuk melawan militer dan melindungi rakyat kami," kata pria itu, yang juga menolak disebutkan namanya itu.
Kami sangat ketakutan setelah pengeboman. Kami harus melarikan diri. Dua anak saya tetap di Myanmar untuk melawan militer dan melindungi rakyat kami.
Seorang penduduk desa Thingsai, Mizoram, mengaku mendengar suara tembakan dan bom di seberang perbatasan alias di wilayah Chin, Myanmar. Hal itu dilaporkan terjadi pada 10 September lalu. Adapun menurut keterangan sejumlah penduduk Thingsai lainnya, penduduk desa itu juga melihat pesawat militer yang diduga milik Myanmar menjatuhkan bom ke wilayah Chin.
Berlanjutnya krisis di Myanmar membuktikan bahwa ASEAN tidak efektif mewujudkan perdamaian kawasan. Melalui lima konsensus yang disepakati per 24 April, ASEAN tak mampu membawa perubahan konkret di Myanmar. (AFP)