Batas Utang, Pemicu Ancaman Kebuntuan Setiap Tahun di Amerika Serikat
AS mendanai belanja negara atau APBN lewat pajak dan utang. Sejak 1917, AS membuat aturan yang membatasi utang pemerintah. Kongres dilibatkan sebagai kontrol parlemen atas pemerintah. Walakin, praktiknya lebih politis.
Oleh
kris mada
·5 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Pemerintah dan parlemen Amerika Serikat tinggal mempunyai waktu sampai Kamis (30/9/2021) depan untuk menyepakati batas jumlah utang. Jika tidak ada kesepakatan mengenai pagu utang itu, pemerintahan AS akan kembali berhenti dan Washington kehabisan uang untuk membayar aneka kewajibannya.
Penghentian pemerintahan, dikenal dengan istilah shutdown, terjadi beberapa kali sepanjang sejarah AS. Kecuali pada masa pemerintahan George H Bush, semua periode pemerintahan AS sejak masa Jimmy Carter pernah mengalami penghentian layanan.
Penghentian terakhir terjadi pada masa pemerintahan Donald Trump pada akhir 2018 hingga awal 2019. Hampir seluruh layanan pemerintahan federal dihentikan dan pegawai dirumahkan. Waktu itu, AS tidak mempunyai uang untuk membiayai semua langkah operasional pemerintahan.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen telah mengumumkan, Pemerintah AS akan kehabisan uang pada Oktober. Karena itu, ia meminta Kongres mengizinkan pemerintah menambah utang lagi.
Batas utang
Sejak 1917, AS membuat aturan yang membatasi jumlah total utang pemerintah. Pada 1936, cara pembatasan dibuat dan berlaku sampai sekarang. Intinya, Kongres harus menyepakati batas total utang pemerintah. Selama batasnya belum tercapai, pemerintah boleh menambah utang. Jika batasnya hampir tercapai, pemerintah perlu minta izin Kongres untuk meningkatkan batas utang.
Perlu sekurangnya dukungan dari 60 senator dan 218 anggota DPR untuk menyetujui kenaikan batas utang. Di DPR, tidak akan banyak hambatan karena Demokrat mempunyai 220 kursi. Sementara di Senat, bakal ada masalah karena Demokrat hanya mempunyai 50 kursi sehingga membutuhkan sokongan sekurangnya 10 senator Republiken.
Sikap Republiken
Dari 50 senator Republiken, 46 telah menolak rencana menaikkan batas total utang. Sementara 4 lainnya tidak menunjukkan tanda akan mendukung rencana menaikkan batas total utang.
Pelibatan Kongres merupakan bagian dari upaya kontrol parlemen atas pemerintah. Walakin, praktiknya menunjukkan bahwa pembahasan batas utang lebih sering dipicu alasan politis.
Jika Gedung Putih dikuasai Demokrat, Republiken bolak-balik menghambat peningkatan batas utang. Berlaku pula sebaliknya.
Pada masa pemerintahan Donald Trump, Demokrat menolak menaikkan batas utang sehingga layanan pemerintahan AS berhenti dua kali. Sebelumnya pada masa pemerintahan Barack Obama, Republiken menolak menaikkan batas total utang pemerintah.
Ketua Fraksi Republiken di Senat Mitch McConnell bolak-balik mengubah sikap soal batas utang. Pada masa pemerintahan Trump, ia mendukung kenaikan dengan alasan mencegah AS gagal membayar utangnya. Sementara kini pada masa pemerintahan Joe Biden, ia dan puluhan senator Republiken menolak.
Secara terbuka, McConnell menyebut pemerintahan kini dikuasai Demokrat. Karena itu, terserah Demokrat mencari cara mengatasi masalah ini. Jika gagal, Demokrat bisa terancam pada pemilu sela 2022. Lewat pemilu itu, 34 dari 100 kursi senat, seluruh 435 kursi DPR, dan 39 dari 53 gubernur AS akan dipilih.
Dampak
Seperti disampaikan McConnell, salah satu satu dampak kegagalan menaikkan batas utang adalah AS gagal membayar utangnya. Jika itu terjadi, dampaknya bisa meluas karena surat utang Pemerintah AS dibeli berbagai pihak di dalam dan luar negeri. Banyak lembaga kehilangan uang. Terakhir kali ada gagal bayar di AS, pasar keuangan global dilanda krisis seperti pada 2008 dan pada skala lebih kecil di 2011 dan 2013.
Ekonom pada Moody’s Analytics, Mark Zandi, menyebut bahwa kebuntuan politik soal batas utang bisa membuat 6 juta orang kehilangan pekerjaan. Kebuntuan juga bisa menyebabkan 15 triliun dollar AS hilang dari kekayaan warga AS.
Kondisi itu buruk bagi AS yang tengah berusaha memulihkan diri dari dampak pandemi Covid-19. Tambahan pengangguran berarti peningkatan subsidi berupa tunjangan pengangguran, sejenis dengan program prakerja di Indonesia.
Pengutang terbesar
AS adalah negara dengan utang pemerintah terbesar di dunia, dengan total utang 28,4 triliun dollar AS per Agustus 2021. Di luar utang pemerintah, masih ada utang perusahaan bernilai total 11,2 triliun dollar AS per Juni 2021. Dengan kata lain, total utang swasta dan pemerintah AS hampir 40 triliun dollar AS.
Nilai utang swasta AS sedikit di atas total utang pemerintah Jepang. Pada Juni 2021, utang Pemerintah Jepang bernilai 11,1 triliun dollar AS. Pemerintah lain juga mempunyai utang: Singapura 435 miliar dollar AS, China 2,4 triliun dollar AS, dan Inggris 3,1 miliar dollar AS.
Tidak hanya besar, total utang AS juga di atas total produk domestik bruto (PDB) yang pada 2020 bernilai 21,8 triliun dollar AS. Bukan hanya AS berutang di atas PDB atau nilai kegiatan ekonomi yang dihasilkan suatu negara sepanjang tahun. Ada 10 negara masuk daftar utang lebih besar dari PDB dengan Jepang sebagai juaranya. Di Asia Tenggara, hanya Singapura masuk daftar itu.
Indonesia tidak masuk daftar tersebut. PDB Indonesia bernilai 1,1 triliun dollar AS, sementara total utang pemerintah dan swastanya setara 415 miliar dollar AS per Mei 2021. Dari total utang itu, 208 miliar AS merupakan utang swasta dan sisanya utang pemerintah.
Alasan
Seperti sejumlah negara lain, AS mendanai belanja negara atau APBN lewat pajak dan utang. Total pajak AS jauh di bawah aneka belanja AS yang bentuknya beragam, mulai dari biaya operasi militer di sejumlah negara sampai proyek infrastruktur. Pada masa pemerintahan Biden saja, ada proyek infrastruktur bernilai total 6 triliun dollar AS.
AS juga beberapa kali memangkas pajak sehingga pendapatan berkurang. Padahal, pengeluaran terus bertambah. Sepanjang 2020, pandemi membuat AS mengucurkan stimulus atau subsidi bernilai triliunan dollar AS. (AFP/REUTERS)