Dubes Perancis untuk RI: AUKUS Jadi Ancaman Nyata bagi Kawasan ASEAN
Dubes Perancis untuk RI Olivier Chambard mengatakan, aliansi militer AUKUS tak akan membawa perdamaian di kawasan Indo-Pasifik. Namun, aliansi Australia-Inggris-AS itu jadi ancaman nyata bagi kawasan, termasuk ASEAN.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD
Duta Besar Perancis untuk Indonesia Olivier Chambard (kedua dari kiri) berbincang dengan sejumlah jurnalis di Jakarta, Jumat (24/9/2021), mengenai AUKUS dan dampaknya bagi keamanan di kawasan ASEAN dan Indo-Pasifik.
JAKARTA, KOMPAS — Perjanjian aliansi militer antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat akan memberi efek domino bagi kawasan Indo-Pasifik, secara khusus negara-negara ASEAN. AUKUS, demikian nama aliansi tiga negara itu, bahkan menjadi ancaman nyata bagi keamanan kawasan ASEAN.
”Kita sedang berada pada tahap awal perubahan ini. Efek domino, dalam pandangan saya, akan sulit diprediksi,” kata Duta Besar Perancis untuk Indonesia Olivier Chambard kepada sejumlah jurnalis di Jakarta, Jumat (24/9/2021).
Seperti telah diberitakan sebelumnya, salah satu butir kesepakatan dalam aliansi AUKUS pada 15 September lalu itu, yakni AS dan Inggris akan membantu pengadaan delapan kapal selam bertenaga nuklir. Dalam kerangka AUKUS pula, AS akan meningkatkan kekuatan kapal perang, pesawat tempur, peluru kendali, dan tentaranya di Australia.
AUKUS juga akan bekerja sama di bidang keamanan internet, kecerdasan buatan, teknologi kuantum, dan pengawasan bawah laut. AUKUS ditujukan pula untuk meningkatkan kerja sama dan rantai pasok industri pertahanan di antara anggotanya.
Chambard mengatakan, pembelian kapal selam bertenaga nuklir oleh Australia diyakini tidak akan memberikan perdamaian dan rasa damai di kawasan. AUKUS, dalam pandangan Pemerintah Perancis, menihilkan peran dan sentralitas ASEAN. Bahkan, lanjut Chambard, AUKUS menjadi ancaman nyata bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan, termasuk negara-negara anggota ASEAN.
AFP/US NAVY/ERWIN JACOB V
Foto milik Angkatan Laut AS yang diperoleh pada 7 Oktober 2019 ini menunjukkan kapal induk USS Ronald Reagan (kiri, depan), kapal serbu amfibi USS Boxer (LHD 6), kapal-kapal dari armada serbu Ronald Reagan, dan Boxer Amphibious Ready Group melaju dalam formasi operasi keamanan dan stabilitas di wilayah operasi Armada ke-7 AS di Laut China Selatan, 6 Oktober 2019.
Chambard mengungkapkan, pemerintah Perancis memahami bahwa Pemerintah Australia berhak memilih teknologi apa yang digunakannya untuk meningkatkan postur keamanannya. Namun, pada saat yang sama, sebagai mitra strategis dan sekutu yang sudah memiliki hubungan lama, Australia seharusnya bisa bersikap lebih bijak.
Akibat kesepakatan AUKUS, Australia membatalkan pembelian 12 kapal selam diesel dari Perancis. Paris pun menuding Washington dan Canberra berkhianat. Perancis menarik duta besarnya di AS dan Australia. Paris juga membatalkan pertemuan tingkat menteri dengan AS dan Australia. Selain itu, Perancis juga mengindikasikan menghambat perundingan dagang Uni Eropa-Australia.
Belakangan, setelah pembicaraan via telepon antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Perancis Emmanuel Macron, Rabu (22/9/2021) malam, kemarahan Paris terhadap Washington mereda. Macron juga telah memerintahkan Duta Besar Perancis untuk AS Philippe Étienne kembali bertugas di Washington DC.
Namun, kemarahan Paris terhadap Canberra masih belum sirna. Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Rabu (22/9/2021), mengatakan, dirinya telah coba mengatur percakapan via telepon dengan Presiden Macron, tetapi sejauh ini tidak berhasil.
AFP PHOTO / THE WHITE HOUSE/ADAM SCHULTZ
Dalam foto yang dirilis Gedung Putih ini, Presiden AS Joe Biden tersenyum saat berbicara melalui telepon dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron, Rabu (23/9/2021), di Kantor Oval, Gedung Putih, Washington DC, AS.
Dalam perbincangan dengan wartawan di Jakarta, Dubes Chambard menjelaskan soal kebijakan luar negeri Perancis di kawasan Indo-Pasifik yang diumumkan di Sydney tahun 2018. Ia mengatakan, Presiden Macron bisa saja mengumumkan kebijakan luar negeri Perancis di kawasan Indo-Pasifik saat berada di India. Namun, kenyataannya, kebijakan ini diumumkan di Sydney.
”Kenapa? Karena Australia dan Perancis adalah mitra dekat, mitra strategis. Perancis dan Australia berbagi hal dan pandangan yang sama soal multilateralisme dan banyak lagi,” kata Chambard.
Dokumen kebijakan luar negeri Perancis di Indo-Pasifik diumumkan Macron saat berkunjung ke Sydney, Australia, tahun 2018. Dokumen itu menyebutkan bahwa Australia adalah mitra utama Perancis di kawasan Indo-Pasifik. Australia, dalam dokumen itu juga disebutkan, memiliki hubungan yang sangat dekat dengan komunitas Pasifik Perancis di Kaledonia Baru dan Polinesia Perancis.
Kemitraan strategis kedua negara pada akhirnya mengacu pada kerja sama keamanan dan pertahanan, mulai dari pengembangan kapal selam dengan Naval Group tahun 2016 (yang akhirnya kandas), latihan militer bersama, hingga partisipasi aktif dalam forum regional di kawasan Pasifik, seperti Simposium Angkatan Laut Samudera Hindia (IONS).
BRENDAN ESPOSITO / POOL / AFP
Dalam foto pada 2 Mei 2018 ini, Presiden Perancis Emmanuel Macron (kedua dari kiri) dan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull (jas biru) meninjau kapal selam Perancis kelas Collins, HMAS Waller, yang dioperasikan Angkatan Laut Australia di Sydney, Australia.
”Kesamaan inilah yang mengikat Perancis dan Australia. Kepercayaan pada multilateralisme di kawasan Indo Pasifik. Bukan pakta militer,” ujar Chambard.
Hargai pandangan RI
Chambard menjelaskan, Pemerintah Perancis memiliki pemahaman yang sama dengan negara-negara ASEAN soal pentingnya sentralitas ASEAN di kawasan. Negara-negara ASEAN seharusnya menjadi poros utama dalam berbagai kebijakan yang menyangkut kepentingan negara dan rakyat di kawasan ini.
Menurut Chambart, China harus diakui dalam beberapa hal bisa menjadi pesaing yang sengit. Meski demikian, bukan berarti Pemerintah China tidak bisa diajak bekerja sama. ”Harus diakui dia mitra yang sulit, tetapi harus dihadapi,” ujarnya.
Pemerintah Perancis, kata Chambard, menghargai pandangan beberapa negara ASEAN, antara lain Malaysia dan Indonesia. Bahkan, dalam pandangan Pemerintah Perancis, sikap Pemerintah Indonesia yang tecermin dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri RI, terutama menyoal keprihatinan terus berlanjutnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan militer di kawasan, menurut Chambard, cukup mengejutkan.
”Kami melihat posisi Indonesia sangat jelas dalam hal ini. Padahal, Indonesia adalah mitra dekat Australia,” ujarnya.
KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD
Duta Besar Perancis untuk Indonesia Olivier Chambard (kiri) berbincang dengan sejumlah jurnalis di Jakarta, Jumat (24/9/2021), mengenai AUKUS dan dampaknya bagi keamanan di ASEAN dan kawasan Indo-Pasifik.
Dua hari setelah pengumuman pembentukan AUKUS, Kementerian Luar Negeri RI mengeluarkan pernyataan keprihatinan Indonesia atas terus berlanjutnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan militer di kawasan. Jakarta menekankan kepada Canberra kewajiban pengendalian nuklir.
Melalui pernyataan Kemlu RI tersebut, Australia didorong memenuhi kewajiban menjaga kedamaian, stabilitas, dan keamanan kawasan. Indonesia juga mengingatkan semua pihak untuk menghormati hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Chambard mengakui, dirinya belum sempat berbicara dengan Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi. Meski demikian, dia telah menjalin komunikasi dengan beberapa pejabat tinggi di Kemlu RI mengenai isu AUKUS dan keamanan kawasan.
Chambard saat ini juga tengah mencoba bertemu dengan Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi untuk membahas hal yang sama. Mengenai rencana Pemerintah Perancis sendiri untuk melakukan dialog ”bersahabat” dengan Australia, Chambard mengungkapkan, saat ini belum ada gambaran. ”Guncangan yang terjadi terlalu kuat,” katanya.