Macron Melunak pada Biden, tetapi Tidak pada Morrison
Pemberian sejumlah konsesi Washington melunakkan kemarahan Perancis terhadap AS. Namun, Paris belum bisa menghapus kemarahan mereka pada Australia.
Oleh
Mahdi Muhammad dan Kris Mada
·5 menit baca
CANBERRA, KAMIS — Sepekan setelah dilanda ketegangan akibat pembentukan aliansi tiga negara (Australia, Inggris, dan Amerika Serikat/AUKUS), hubungan antara Perancis dan AS mulai mencair kembali. Namun, tidak demikian halnya dengan hubungan Perancis dan Australia. Canberra butuh waktu lebih banyak serta cara yang lebih luwes dan fleksibel untuk bisa melunakkan Paris.
Hubungan Perancis-AS mulai membaik lagi setelah Presiden AS Joe Biden menelepon Presiden Perancis Emmanuel Macron, Rabu (22/9/2021) malam waktu Paris atau Kamis dini hari WIB. Pembicaraan via telepon itu berlangsung sekitar 30 menit.
Dalam pernyataan bersama yang dirilis seusai pembicaraan, kedua pemimpin sepakat melaksanakan konsultasi mendalam guna membangun kembali kepercayaan. Biden dan Macron disebutkan juga sepakat untuk bertemu di Eropa akhir Oktober nanti.
Dalam pembicaraan itu, Washington sepakat menyokong operasi militer di kawasan Sahel, Afrika, oleh Perancis dan negara-negara Eropa. Biden setuju memperkuat dukungan AS untuk perang melawan teror di kawasan Sahel, Afrika. Di sana, Paris mengerahkan hampir 5.000 tentara untuk membantu pemerintah sekitar Sahel melawan kelompok teror. Sejumlah negara Eropa juga mengirim tentara dengan jumlah lebih sedikit.
Biden juga setuju dengan penguatan tentara Eropa yang selama ini disokong Perancis. Penguatan itu disebut akan membantu melengkapi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Selama bertahun-tahun, Perancis dan Jerman terus menggaungkan otonomi pertahanan Uni Eropa. Upaya itu kurang didukung Inggris dan AS. Sebab, otonomi pertahanan UE dinilai bisa melemahkan NATO.
Dalam pembicaraan Biden-Macron via telepon itu, Gedung Putih juga mengakui berbuat salah telah menjadi perantara dalam kesepakatan Australia akan membeli kapal selam AS, dan batal membeli kapal selam Perancis, tanpa berkonsultasi dengan Paris.
Paris secara terbuka marah atas keputusan AS menggalang aliansi baru bersama Australia dan Inggris, Rabu (15/9/2021). Aliansi bernama AUKUS itu, antara lain, bertujuan membantu Australia memiliki delapan kapal selam bertenaga nuklir. Dampaknya, Canberra membatalkan pembelian 12 kapal selam diesel dari Paris.
Paris pun menuding Washington dan Canberra berkhianat. Perancis menarik duta besarnya di AS dan Australia. Paris juga membatalkan pertemuan tingkat menteri dengan AS dan Australia. Selain itu, Perancis juga mengindikasikan menghambat perundingan dagang Uni Eropa-Australia.
Ketika ditanya apakah Biden meminta maaf kepada Macron dalam pembicaraan telepon, juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, menjawab, ”Dia (Biden) mengakui seharusnya ada konsultasi yang lebih luas.”
Sebagai imbalan atas dua dukungan Biden, Macron setuju menugaskan kembali Duta Besar Perancis untuk AS Philippe Étienne. Beberapa hari setelah AUKUS diumumkan, Étienne diperintahkan pulang. Ia akan kembali ke Washington pekan depan. Tugasnya antara lain mempersiapkan pertemuan para menteri UE-Eropa di Eropa pada akhir Oktober 2021.
Sejumlah media Perancis, seperti Le Figaro dan Ouest France, menyebut, Perancis juga mendapat konsesi lain di luar dua persetujuan Biden itu. Dalam telepon itu, Biden mengakui, peran Perancis amat penting di Indo-Pasifik.
Perancis satu-satunya negara Eropa yang punya wilayah di Pasifik melalui Kaledonia Baru dan Polinesia Perancis. Hingga 93 persen zona ekonomi eksklusif (ZEE) Perancis ada di Pasifik. Perancis menempatkan hampir 8.000 tentara di Pasifik. Tidak ada negara UE punya kekuatan sebesar itu di Pasifik.
Gagal kontak Macron
Sementara hubungan Paris-Washington mulai mencair, ketegangan relasi Paris-Canberra belum mereda. Perdana Menteri Australia Scott Morrison seusai bertemu sejumlah anggota parlemen AS, Rabu (22/9/2021), mengatakan, dia telah coba mengatur percakapan via telepon dengan Presiden Macron, tetapi sejauh ini tidak berhasil.
”Ya, kami sudah mencoba. Kesempatan untuk berbicara lewat telepon itu belum berhasil. Namun, kami akan bersabar. Saya menunggu dan ketika waktunya tepat, ketika ada kesempatan, kami akan berdiskusi,” kata Morrison.
Kemarahan Perancis terhadap keputusan Australia bisa dipahami dalam kerangka lebih luas, tidak sebatas pembatalan pengembangan kapal selam semata. Seperti dikutip laman ABC News, sejarawan dari Universitas Flinders, Romain Fathi, dan analis kebijakan luar negeri di Melbourne, Erin Watson-Lynn, mengatakan, pemahaman atas situasi saat ini bisa dibaca dari kebijakan luar negeri Macron terhadap Indo-Pasifik sejak 2018.
Dokumen kebijakan luar negeri Perancis di Indo-Pasifik yang diumumkan Macron saat berkunjung ke Sydney, Australia, tahun 2018 menyebutkan bahwa ”Benua Kanguru” adalah mitra utama Perancis di Indo-Pasifik. Disebutkan dalam dokumen itu, Australia memiliki hubungan sangat dekat dengan komunitas Pasifik Perancis di Kaledonia Baru dan Polinesia Perancis.
Kemitraan strategis kedua negara pada akhirnya mengacu pada kerja sama keamanan dan pertahanan, mulai dari pengembangan kapal selam dengan Naval Group tahun 2016 (yang akhirnya kandas), latihan militer bersama, hingga partisipasi aktif dalam forum regional di kawasan Pasifik, seperti Simposium Angkatan Laut Samudra Hindia (IONS).
Morrison, dikutip dari laman yang sama, saat berkunjung ke Perancis pada Juni lalu juga menyatakan, proyek pembangunan kapal selam kedua negara adalah pilar kerja sama dan persahabatan yang melambangkan rasa saling percaya kedua negara. Fathi mengatakan, kemarahan Perancis bisa dipahami dalam konteks pernyataan Morrison tersebut.
Selain itu, menurut Kementerian Pertahanan Perancis sesaat sebelum tiga pemimpin dari AS, Inggris, dan Australia mengumumkan pembentukan AUKUS, Pemerintah Australia mengirim surat yang menyatakan puas pada perkembangan prototipe kapal selam dan keseluruhan program itu. Bahkan, seperti dikatakan juru bicara Kemenhan Perancis, Herve Grandjean, Canberra siap melanjutkan kontrak kerja sama itu ke tahap selanjutnya.
Watson-Lynn mengatakan, Pemerintah Australia harus bermain cantik dan menjalin relasi yang lebih baik dengan beberapa negara utama UE lain apabila hubungan dengan Perancis tak bisa membaik dalam waktu dekat. ”Jerman dan Italia berpotensi untuk mengimbangi Perancis,” ujarnya.
Hal ini tidak terlepas dari upaya Australia mencari pasar baru bagi produk-produknya setelah hubungan dengan China, partner ekonomi utama negara ini, juga tegang. PM Morrison telah mengutus Menteri Perdagangan Dan Tehan ke Eropa untuk mencoba menjalin relasi dagang dengan sejumlah negara Eropa dan Uni Eropa.
Namun, situasi ini juga tampaknya berpengaruh bagi para pengambil kebijakan di Uni Eropa. Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen sempat menyatakan keprihatinannya bahwa salah satu anggotanya telah diperlakukan dengan cara yang tidak dapat diterima.
Sebagai ungkapan solidaritas terhadap Perancis, anggota parlemen UE secara terbuka mempertanyakan apakah negosiasi kesepakatan perdagangan dengan Australia masih dimungkinkan untuk tetap dilanjutkan. Akan tetapi, Tehan bersikukuh bahwa kerja sama pasar bebas Australia dan Uni Eropa baik bagi semua pihak. (AFP/REUTERS)