Setelah menutup pintu perbatasan, Amerika Serikat mulai November nanti menerima penerbangan dari 33 negara, termasuk China dan Iran. Warga yang masuk AS diwajibkan telah divaksinasi Covid-19 lengkap dan negatif Covid-19.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Gedung Putih mengumumkan bahwa, per bulan November, orang-orang yang berasal dari 33 negara boleh datang ke Amerika Serikat tanpa perlu menjalani karantina. Syaratnya adalah mereka harus menunjukkan bukti telah mendapat vaksinasi Covid-19 lengkap dan tiga hari sebelum perjalanan mengikuti tes Covid-19 dengan hasil negatif.
Negara-negara yang memperoleh pelonggaran ini adalah Brasil, China, Irlandia, Inggris, India, Iran, Afrika Selatan, dan 26 negara di Uni Eropa yang tercakup di dalam visa Schengen. Pelonggaran ini tidak hanya untuk warga dari 33 negara tersebut, tetapi juga warga negara lain yang berangkat ke AS dari salah satu di antara 33 negara itu.
Khusus untuk warga negara AS yang berada di luar negeri, pemerintah tidak menjadikan vaksinasi sebagai syarat mereka pulang ke tanah air. Mereka hanya wajib menunjukkan bukti negatif tes Covid-19 sebelum keberangkatan. Sesampai di AS, mereka harus membeli alat tes untuk memantau kondisi mereka beberapa hari ke depan.
Di atas pesawat diberlakukan peraturan internasional. Penumpang dilarang melepas masker selama penerbangan, kecuali untuk makan dan minum. Siapa pun yang melanggar aturan akan dikenai sanksi federal.
”Sementara ini, pelonggaran baru berlaku untuk penerbangan. Jalur darat, seperti perbatasan dengan Meksiko dan Kanada, masih ditutup, kecuali untuk kendaraan-kendaraan khusus,” kata Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Gedung Putih Jeffrey Zients, Senin (20/9/2021).
Keputusan ini disambut baik asosiasi maskapai internasional. Berdasarkan data Airlines for America, sebuah organisasi industri penerbangan di AS, selama tahun 2020-2021 jumlah penerbangan di negara tersebut turun sebanyak 43 persen.
Direktur Utama Maskapai Penerbangan Air France-KLM Benjamin Smith mengatakan, 40 persen penerbangan dari Perancis ataupun Belanda bertujuan ke AS. Ia mengaku senang bahwa anak-anak tidak diwajibkan untuk divaksin Covid-19 selama orangtua bisa menunjukkan bukti negatif setelah tes Covid-19.
Duta Besar Jerman untuk AS Emily Haber mengatakan bahwa, selain mempererat silaturahim, pelonggaran ini sangat baik untuk membangun kembali kerja sama bisnis berskala kecil. Menurut dia, selama kedua belah pihak berkomitmen menegakkan protokol kesehatan, semestinya tidak perlu ada pembatasan.
Pemblokiran kedatangan internasional akibat Covid-19 pertama kali dilakukan oleh Presiden Donald Trump pada 2020. Seiring berjalannya waktu, para pengkritik melobi Presiden AS Joe Biden bahwa banyak negara yang masuk daftar merah AS sudah melakukan vaksinasi massal kepada penduduknya. Di China, misalnya, 90 persen warganya telah menerima vaksinasi Covid-19.
Oleh sebab itu, menurut staf Gedung Putih, dalam pidatonya di Sidang Ke-76 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Biden akan mengungkapkan bahwa ia dan jajarannya mendengarkan pendapat para pakar, terutama di sektor kesehatan. ”Ilmu pengetahuan telah membuktikan keamanan vaksinasi, kami mengambil keputusan berlandaskan fakta itu,” ujarnya.
Soal merek vaksin
Industri penerbangan masih menunggu kejelasan pastinya aturan tersebut diberlakukan. Sejauh ini, baik Biden maupun Zients belum mencetuskan tanggal pastinya di bulan November. Selain itu, daftar vaksin Covid-19 yang diakui oleh Pemerintah AS juga masih diolah oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC).
Ada kecemasan bahwa AS hanya mengakui merek-merek vaksin yang telah memperoleh izin edar penuh di negara itu, yaitu Pfizer-BioNTech, Moderna, dan Johnson & Johnson. Kekhawatiran ini dikemukakan oleh anggota Komisi Perdagangan Domestik Uni Eropa, Thierry Breton.
”Mayoritas penduduk Eropa menggunakan vaksin AstraZeneca ataupun Sputnik. Jika AS hanya mengizinkan vaksin produksi mereka yang boleh masuk, ini tetap saja diskriminasi,” tutur Breton.
Dilansir dari media Business World, Juru Bicara CDC Kristen Nordlund mengungkapkan, pihaknya menganalisis daftar vaksin yang diakui oleh Pemerintah AS serta dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). (AFP/REUTERS)