Kebakaran, Perubahan Iklim, dan Reboisasi Hutan di Amerika
Sebagian besar kebakaran hutan di AS terjadi di lahan milik Departemen Kehutanan AS. Otoritas itu hanya mampu menanam kembali sekitar 6 persen dari luasan lahan yang perlu ditanami kembali setelah kebakaran.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
DEER LAKE MESA, RABU — Pendukung reboisasi atau penghutanan kembali di Amerika Serikat mengatakan penanaman pohon membantu memerangi perubahan iklim, melindungi daerah aliran sungai, dan menciptakan lapangan kerja. Namun, sejumlah bukti sejauh ini menunjukkan kampanye penanaman kembali tidak serta-merta dapat mengimbangi dampak kebakaran hutan.
Wilayah barat daya AS adalah salah satu yang terparah kondisinya dari sisi luasan wilayah yang terbakar. Tahun ini, wilayah itu dilaporkan mengalami kekeringan terburuk dalam kurun waktu 500 tahun terakhir. Untuk mengondisikan pohon agar tetap hidup di wilayah itu, ahli biologi Owen Burney membawa bibit dan mencoba menanamnya. Banyak bibit tidak mampu bertahan dan yang hidup kurang dapat berkembang baik karena kekurangan air.
Burney berharap memiliki dana besar untuk memproduksi bibit secara massal dan memperluas pembibitan pohonnya. Dengan kebakaran hutan yang semakin besar cakupannya di AS, hasil pembibitan 300.000 bibit per tahun tidak sebanding dengan penggantian pohon yang musnah terbakar. ”Orang-orang menjadi bersemangat tentang reboisasi, tetapi berbicara itu murah, tanpa tindakan,” kata Burney, yang mengepalai pusat penelitian kehutanan Universitas Negeri New Mexico di Mora. ”Itulah yang kami coba ciptakan, aksi jalur penghijauan yang efektif.”
Argumen bahwa aksi penanaman pohon membantu memerangi perubahan iklim telah membantu membangkitkan antusiasme global dan dukungan bipartisan AS. Anggota parlemen sedang mencari dana federal tambahan untuk upaya tersebut. Beberapa kemitraan publik-swasta yang berkomitmen untuk menanam pohon telah diluncurkan. Namun, sekali lagi, upaya itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Upaya pembibitan dan reboisasi yang telah dilakukan di New Mexico, California, dan Oregon tidak cukup di AS. Hal itu diungkapkan oleh setidaknya belasan pengelola lahan, ahli biologi, dan ahli konservasi yang berbicara dengan kantor berita Reuters sejak Juni. Penanaman kembali hutan oleh pemerintah federal tetap kekurangan dana dan kurang terkoordinasi dengan sektor swasta. Pemilik tanah negara bagian, suku, dan swasta berjuang untuk menemukan bibit yang cukup, kata mereka.
Kebakaran hutan adalah bagian alami dari siklus hidup hutan. Namun, kebakaran yang dipicu oleh iklim begitu ganas sehingga membakar seluruh tegakan pohon bersama dengan benih yang mulai tumbuh kembali. Kondisi pelik itu juga menimbulkan masalah bagi 180 juta orang Amerika yang mengandalkan hutan nasional untuk menyaring air minum. Sebanyak 2,5 juta orang yang bekerja di industri kehutanan pun kelimpungan dengan kondisi itu.
Kebakaran hutan adalah bagian alami dari siklus hidup hutan. Namun, kebakaran yang dipicu oleh iklim begitu ganas sehingga membakar seluruh tegakan pohon bersama dengan benih yang mulai tumbuh kembali.
Sebagian besar kebakaran hutan di AS membakar lahan milik Departemen Kehutanan AS. Otoritas itu menanam kembali sekitar 6 persen dari lahannya yang perlu ditanami kembali setelah kebakaran. ”Sistem kami tidak mampu mengikuti perkembangannya,” kata David Lytle, Direktur Layanan Pengelolaan Hutan, Lahan Penggembalaan, dan Ekologi Vegetasi. ”Perubahan pada kebakaran hutan yang lebih besar dan lebih parah ini telah meningkatkan secara drastis kebutuhan reboisasi kami.”
Semangat penanaman pohon mencapai puncaknya pada tahun 2020 ketika Forum Ekonomi Dunia meluncurkan inisiatif Satu Triliun Pohon atau 1t.org. Gerakan itu dimaksudkan untuk menumbuhkan, memulihkan, dan melestarikan 1 triliun pohon secara global. Mantan Presiden AS Donald Trump mendukung rencana tersebut. Perusahaan dan yayasan AS menjanjikan 50 miliar pohon.
Namun, kondisi di lapangan berbicara sebaliknya. Masalah terkait kondisi tutupan hutan di AS mengemuka. Collin Haffey dari The Nature Conservancy (TNC) menyatakan, tidak ada upaya penanaman besar-besaran, misalnya, di hutan nasional di luar Pacific Northwest. Penebangan pohon masih berlangsung di kawasan itu. ”Sepertinya ini menjadi renungan bagi pengelolaan hutan kita,” kata Haffey, koordinator konservasi kelompok tersebut di New Mexico.
Menurut Lytle, masalahnya bukan soal taktik atau keahlian, melainkan pendanaan. Otoritas Kehutanan AS menghabiskan lebih dari setengah anggarannya untuk memerangi dan mencegah kebakaran. Tahun lalu, Kongres mengalokasikan dana 7,4 miliar dollar AS. Sementara jumlah yang tersedia untuk penanaman kembali setelah kebakaran tidak bertambah sejak tahun 1980-an. Badan tersebut mengatakan tidak memiliki cukup uang atau sumber daya untuk sepenuhnya menghutankan kembali area yang terbakar.
Untuk mendorong penanaman kembali hutan, anggota parlemen telah memasukkan undang-undang—yang disebut Undang-Undang Memperbaiki Lahan Publik yang Ada dengan Menambahkan Pohon yang Diperlukan (REPLANT)—dalam RUU infrastruktur yang sedang dipertimbangkan Kongres. Ini akan membantu upaya menanam 1,2 miliar pohon di 4,1 juta hektar hutan nasional AS yang rusak akibat dilanda kebakaran, serangan hama, dan penyakit, selama 10 tahun ke depan. Caranya dengan menghapus batas pendanaan tahunan sebesar 30 juta dollar AS menjadi sekitar empat kali lipat dari pengeluaran.
Dengan dana masyarakat yang terbatas, Wes Swaffar dari 1t.org mencoba menyalurkan dana swasta untuk upaya reboisasi. Itu bisa berarti perusahaan bekerja sama lewat program nol emisi karbon melalui proyek-proyek yang menyerap karbon. ”Saya sangat frustrasi dengan kenyataan bahwa saya harus melakukan pekerjaan ini sejak awal,” Swaffar. ”Saya harus memainkan peran penghubung antara sektor publik dan swasta ini karena tidak ada yang bisa melakukannya sendiri.” (REUTERS)