Guinea, Rangkaian Terbaru Kudeta demi Kudeta di Afrika
Dalam waktu hampir 10 tahun terakhir, pemerintahan tujuh negara Afrika dikudeta oleh militer karena berbagai alasan, entah politik, ekonomi, maupun keamanan. Kudeta terbaru di Guinea dipicu amendemen konstitusi.
Pemerintahan negara-negara Afrika dalam hampir satu dekade terakhir dirontokkan oleh kudeta militer. Dalam rentang waktu tersebut, pemerintahan tujuh negara di Benua Hitam diambil alih oleh militer dengan berbagai alasan. Rangkaian kudeta di Afrika dimulai di Guinea Bissau pada 2012.
Kudeta terbaru terjadi di Guinea, negara bekas jajahan Perancis di Afrika Barat, Minggu (5/9/2021). Junta militer Guinea yang dipimpin Kolonel Mamady Doumbouya (41) melucuti kekuasaan Presiden Alpha Conde (83), menahannya, membubarkan Majelis Nasional, dan membatalkan konstitusi negara.
Setelah mengukuhkan diri menjadi presiden, Doumbouya melucuti jabatan gubernur di seluruh Guinea, Senin (6/9/2021). Pemerintahan provinsi ditempatkan di bawah komandan militer regional masing-masing sebagai gubernurnya. Langkah itu dilakukan junta untuk memperkuat kekuasaannya.
Lihat juga : Kudeta di Guinea Dipicu Amendemen Konstitusi
Pemimpin junta Mamady Doumbouya memerintahkan tentara pengawal Conde bergabung dengan pasukan junta. Dia mengatakan, rezim militer yang baru ini tidak akan melakukan balas dendam terhadap musuh-musuh politik.
”Takkan ada kebencian atau balas dendam. Keadilan akan menjadi kompas yang akan memandu setiap warga Guinea,” kata Doumbouya.
Doumbouya juga melarang atau mencegah semua pejabat pemerintah Conde untuk meninggalkan negara itu. ”Semua dokumen perjalanan dan kendaraan Anda harus diserahkan kepada sekretaris jenderal departemen Anda sebelumnya,” katanya kepada para pejabat sambil mengenakan baret merah dan kacamata hitam di tengah kerumunan tentara bersenjata di ibu kota Conakry.
”Untuk para mantan anggota pemerintah, perjalanan ke luar perbatasan tidak akan diizinkan selama masa transisi,” kata Doumbouya, yang memimpin unit pasukan khusus Angkatan Darat Guinea sebelum merebut kekuasaan, Minggu.
Junta menolak untuk mengeluarkan batas waktu pembebasan Conde. Namun, dia tetap memiliki akses perawatan medis. Blok Masyarakat Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) meminta Conde segera dibebaskan dan akan menjatuhkan sanksi jika permintaan itu tidak dipenuhi.
Junta militer yang kini berkuasa tidak mengutarakan dengan jelas alasan melancarkan kudeta terhadap Conde. Namun, peristiwa itu terjadi setelah Conde berusaha mempertahankan kekuasaan dan memenangi masa jabatan ketiga yang kontroversial pada tahun lalu.
Veteran gaek itu menjadi presiden pertama Guinea yang terpilih secara demokratis pada 2010 setelah bertahun-tahun dibui junta militer sebelumnya. Kemenangan Conde itu seharusnya menjadi awal yang baru setelah beberapa dekade pemerintahan yang korup, otoriter, dan penuh kekacauan politik.
Baca juga : Kudeta Militer di Republik Guinea
Namun, dalam perjalanannya, pemerintahan demokratis Conde juga gagal memperbaiki kehidupan rakyat Guinea yang sebagian besar hidup dalam kemiskinan. Padahal, negara itu kaya akan mineral, seperti bauksit dan emas. Dia berusaha melanggengkan kekuasaannya yang korup dan nepotis.
Sebelum Pemilu Oktober 2020, Conde mengubah konstitusi untuk memungkinkan dirinya bisa maju lagi untuk masa jabatan ketiga. Dia menegaskan, batasan masa jabatan tidak berlaku untuk dirinya setelah ia mengubah konstitusi tersebut.
Hasil Pemilu 2020 pun memenangkan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Kemenangannya kontroversial. Terjadi gejolak politik yang hebat dan demonstrasi besar-besaran di seluruh negeri yang dimotori kubu oposisi. Mahkamah Konstitusi kemudian mengukuhkan kemenangan Conde, tetapi gejolak politik tetap panas.
Sebagian rakyat Guinea yang gembira tampak menyambut penggulingan Conde. Mereka meneriakkan ”kebebasan” ketika menyambut konvoi militer di jalan-jalan ibu kota Conakry. Dalam komentar pertamanya sejak kudeta, partai oposisi lama, Aliansi Nasional untuk Perubahan dan Demokrasi, mengatakan, penggulingan Conde ”membawa harapan baru”.
Pemerintahan demokratis yang cenderung otoriter dan korup selalu mendapat perlawanan publik. Guinea, yang sebelumnya disebut Guinea Perancis, dan kadang-kadang disebut Guinea-Conakry untuk membedakannya dengan negara tetangganya, Guinea-Bissau, sudah beberapa kali mengalami kudeta militer. Kudeta pada tahun 2008 paling mematikan karena 157 orang tewas.
Gejolak
Perampasan kekuasaan terbaru oleh junta militer Guinea terjadi karena pemerintahan Conde yang demokratis cenderung otoriter dan korup. Guinea menjadi negara ketiga yang pemerintahannya digulingkan militer tahun ini, dan negara ketujuh dalam hampir satu dekade terakhir, di Afrika.
Pada 18 Agustus 2020, Mali juga diguncang kudeta. Militer merebut kekuasaan Presiden Ibrahim Boubacar Keita dan Perdana Menteri Boubou Cisse setelah diguncang aksi protes massal sejak 5 Juni 2020 dan terancam pemberontakan milisi Islam garis keras.
Baca juga : Pemimpin Dua Kudeta di Mali Dilantik Jadi Presiden Sementara
Orang kuat di Angkatan Darat Mali, Kolonel Assimi Goita, yang memimpin kudeta kemudian membentuk pemerintahan transisi pada September 2020. Ia menyerahkan pemerintahan peralihan kepada pemimpin sementara, Presiden Bah Ndaw dan Perdana Menteri Moctar Ouane.
Namun, sejak September itu pula terjadi ketegangan antara pemerintahan sipil transisi dan junta militer. Puncaknya terjadi pada 24 Mei 2021 ketika Ndaw merombak kabinet. Ndaw menggantikan dua pemimpin kudeta militer, yakni Sadio Camara dan Modibo Kone, dengan orang dekatnya.
Pada saat yang sama, Goita melucuti kekuasaan Ndaw dan Ouane. Junta menahan keduanya, bersama Menteri Pertahanan Souleymane Doucoure, di pangkalan militer Kati, di luar Bamako, ibu kota Mali. Di bawah tekanan internasional, Goita berjanji mengadakan pemilu demokratis pada Februari 2022.
Gejolak sosial karena persoalan ekonomi, termasuk kenaikan harga barang atau kebutuhan pokok, juga menjadi alasan kudeta militer di Afrika. Kekuasaan diktator selama 30 tahun Presiden Sudan Omar al-Bashir diakhiri oleh kudeta militer pada April 2019 setelah unjuk rasa jalanan selama empat bulan yang dipicu kenaikan harga roti hingga tiga kali lipat.
Baca juga : Krisis Sudan Belum Juga Usai Paca-tergulingnya Bashir
Lebih dari 250 orang tewas dalam protes besar-besaran di Sudan tersebut. Dewan transisi para pemimpin militer dan masyarakat sipil dibentuk pada Agustus 2019 dan seorang perdana menteri sipil diangkat pada bulan berikutnya.
Salah satu pemerintahan yang dibenci oleh rakyat adalah pemimpin yang menggunakan tangan besi, seperti yang terjadi di Zimbabwe. Kepemimpin Robert Mugabe selama 37 tahun sejak negara itu merdeka akhirnya ambruk pada 2017. Pemerintahan tangan besi Mugabe juga menyuburkan korupsi. Dia digulingkan oleh junta militer dan anggota partainya sendiri, ZANU-PF.
Dalam kasus yang lain terjadi di Mesir pada 2013. Militer yang dipimpin Jenderal Abdel Fattah al-Sisi (kini Presiden Mesir) mengudeta pemimpin pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, Mohamed Morsi, setelah demonstrasi besar-besaran menentang satu tahun kepemimpinannya. Morsi saat itu diduga kuat mendukung gerakan Islam garis keras sehingga militer melakukan kudeta.
Sisi memimpin kudeta berdarah dan menjadi presiden. Dia memulai tindakan kerasnya terhadap setiap perbedaan pendapat. Kekuasaannya sedang diuji apakah bisa bertahan lama atau tidak.
Burkina Faso dan Guinea Bissau juga beberapa tahun lalu mengalami kudeta militer. Presiden Burkina Faso Michel Kafando digulingkan dalam sebuah kudeta militer yang dipimpin oleh pengawal presiden sendiri pada 2015.
Peristiwa itu terjadi kurang dari setahun setelah jatuhnya Presiden Blaise Compaore, setelah sebuah pemberontakan rakyat besar-besaran.
Baca juga : Burkina Faso Kian Kacau, 138 Orang Tewas dalam Satu Serangan
Namun, kurang dari seminggu kemudian Kafando kembali berkuasa. Hal itu karena para pemimpin kudeta gagal mengumpulkan dukungan sampai pemilihan diadakan pada November 2015.
Adapun di Guinea Bissau, pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Antonio Indjai menggulingkan presiden sementara Raimundo Pereira dan Perdana Menteri Carlos Gomes Junior pada 2012. Ini adalah kudeta keempat sejak negara ini merdeka dari Portugal pada 1974. (AFP/REUTERS/AP)