Pemimpin Dua Kudeta di Mali Dilantik Jadi Presiden Sementara
Pemimpin junta militer yang memimpin dua kudeta di Mali dalam sembilan bulan terakhir, Kolonel Assimi Goita, dilantik menjadi presiden sementara negara itu. Dia menjanjikan pemilu, tetapi tanpa waktu yang pasti.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·2 menit baca
BAMAKO, SENIN — Pemimpin junta militer Mali, Kolonel Assimi Goita, Senin (7/6/2021), dilantik menjadi presiden sementara Mali. Ia akan memimpin pemerintahan transisi di negeri itu. Dia berjanji akan mewujudkan semua komitmennya, seperti akan menggelar pemilu yang kredibel, adil, dan transparan untuk memilih pemimpin sipil yang demokratis.
Pengambilan sumpah dilakukan setelah Goita menggulingkan pemimpin sipil pemerintahan transisi negara itu, yakni Presiden Bah Ndaw dan Perdana Menteri Moctar Ouane, 24 Mei 2021.
Kudeta kedua dalam sembilan bulan itu dikecam komunitas internasional. Langkah tersebut juga mendorong blok Uni Afrika dan Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) menangguhkan keanggotaan Mali.
Ndaw dan Ouane sebelumnya diangkat setelah kudeta pada Agustus 2020, yang juga dipimpin Goita, untuk menggulingkan presiden terpilih, Ibrahim Boubacar Keita. Pada pertengahan September 2020, Ndaw dan Ouane ditunjuk untuk memimpin pemerintahan transisi.
Kudeta kedua itu memicu kegemparan diplomatik dan menimbulkan kekhawatiran tentang komitmen militer untuk menyerahkan kekuasaan kembali kepada warga sipil.
Pemerintah transisi sebelumnya telah berjanji untuk mengadakan referendum konstitusional pada Oktober 2021 dan menggelar pemilu pada Februari atau Maret 2022. Namun, Ndaw dan Ouane malah ditangkap dan ditahan di kamp militer, 24 Mei 2021, oleh junta yang dipimpin Goita. Saat mengudeta kedua pemimpin sipil tersebut, Goita menjabat sebagai wakil presiden.
Goita, saat pelantikannya, mengatakan akan menggelar pemilu ”pada tanggal yang dijadwalkan”, tanpa merujuk tanggal yang pasti. ”Saya ingin meyakinkan organisasi subregional dan regional serta masyarakat internasional pada umumnya. Mali akan menghormati semua komitmennya untuk dan demi kepentingan terbaik bangsa ini,” katanya.
Kudeta terbaru mendorong Uni Afrika dan ECOWAS untuk menangguhkan keanggotaan Mali. Bahkan, ECOWAS telah memberikan sanksi kepada para petinggi junta militer, termasuk Goita.
Perancis, negara yang pernah menjajah Mali, juga menangguhkan operasi militer gabungan dengan pasukan Mali dan berhenti memberikan pendampingan bagi militer.
Perancis memiliki ribuan tentara yang ditempatkan di wilayah Sahel yang tandus untuk membantu Mali dalam memerangi kekerasan kelompok sayap Al Qaeda serta Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sejak 2012. Dua kelompok garis keras itu hingga sekarang masih mengancam kawasan Sahel.
Bagi Mali, mempertahankan kemitraan internasionalnya, paling tidak dengan Prancis, sangat penting. Mali adalah salah satu negara termiskin di dunia dan pasukan keamanannya memiliki sumber daya yang terbatas.
Pelantikan Goita diperkirakan akan membuka jalan menuju penunjukan perdana menteri sipil, sesuai tuntutan utama komunitas internasional. (AFP/REUTERS)