Kelompok Taliban akan mengumumkan pemerintahan barunya pekan depan. Di saat yang sama, kelompok-kelompok anti-Taliban masih mengobarkan perang melawan Taliban. Mereka bersatu di Lembah Panjshir.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
KABUL, SABTU - Kelompok Taliban sampai saat ini masih merembuk pembentukan pemerintahan baru pimpinan salah satu pendiri Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar. Hasilnya baru akan diumumkan pekan depan. Di saat yang sama, kelompok anti-Taliban di wilayah Lembah Panjshir masih terus mengobarkan perlawanan sengit.
Pada Jumat malam lalu, di berbagai penjuru Kabul terdengar suara-suara tembakan ke udara dari pejuang Taliban sebagai ungkapan perayaan kemenangan Taliban atas kelompok anti-Taliban di Lembah Panjshir. Tidak ada pengumuman resmi dari Taliban soal itu. Namun ada pernyataan dari salah seorang komandan Taliban. "Kita sudah menguasai seluruh Afghanistan. Para perusuh sudah dikalahkan dan Lembah Panjshir kini di bawah kendali kita," ujarnya.
Namun, kabar itu segera dibantah kelompok anti-Taliban. Mantan Wakil Presiden Afghanistan yang juga salah satu pemimpin kelompok oposisi, Amrullah Saleh, menegaskan pihaknya belum menyerah. Ia mengakui situasinya kian genting dan posisi mereka terpojok karena diserang Taliban. "Tetapi kami masih ada dan bertahan melawan," ujarnya dalam potongan rekaman video yang diunggah di twitter oleh BBC.
Juru bicara kelompok perlawanan di Lembah Panjshir, Ali Maisam Nazary, Jumat lalu, juga menyatakan, pertarungan masih sengit dan belum berakhir. Sejumlah bantahan dari kelompok anti-Taliban ini untuk mengimbangi akun-akun twitter pro-Taliban yang mengunggah potongan-potongan video yang menunjukkan keberhasilan menguasai tank dan peralatan berat militer lainnya di Lembah Panjshir.
Milisi di Lembah Panjshir merupakan kelompok yang pernah selama 10 tahun melawan pendudukan Uni Soviet dan pemerintahan pertama Taliban selama periode 1997-2001. Saat ini, ribuan anggota kelompok anti-Taliban dari kelompok-kelompok milisi regional dikabarkan ikut bergabung melawan Taliban di wilayah itu. Front Perlawanan Nasional yang terdiri dari anggota kelompok milisi anti-Taliban dan bekas anggota pasukan keamanan Afghanistan diduga memiliki simpanan persenjataan cukup banyak di Lembah Panjshir.
Saat ini, komunitas internasional menunggu pemerintahan baru bentukan Taliban. Tantangan mutakhir untuk pemerintahan baru itu adalah mencegah supaya perekonomian tidak memburuk. Harga pangan yang tinggi membuat inflasi meroket. Sementara stok pangan diperkirakan tinggal untuk sebulan ke depan.
Pada saat yang sama, berbagai program dan proyek dari sejumlah lembaga luar negeri yang selama ini membuat roda perekonomian Afghanistan berputar, tiba-tiba berhenti. Afghanista juga didera musim kemarau panjang. Belum lagi berbagai kehancuran akibat 20 tahun konflik yang menewaskan sekitar 240.000 warga Afghanistan. Persoalan krusial lain adalah ancaman keamanan dari kelompok-kelompok jihad lain, termasuk Negara Islam di Irak dan Suriah.
Pemerintahan baru yang dibentuk Baradar bersama dengan putra salah satu pendiri Taliban Mullah Omar, Mullah Mohammad Yaqoob, dan petinggi Taliban, Sher Mohammad Abbas Stanikzai akan diuji dengan berbagai tantangan itu. Meski formasi lengkapnya baru akan diumumkan pekan depan, pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada, disebut akan dipasrahi menangani isu-isu keagamaan dan pemerintahan.
Disebutkan pula akan terdapat 25 kementerian. Kabarnya, semuanya hanya akan diisi oleh anggota-anggota Taliban. Padahal Taliban sebelumnya menjanjikan pemerintahan yang inklusif, termasuk mewakili keberagaman etnis di Afghanistan. Pemerintahan baru juga akan memiliki semacam dewan penasihat atau dewan syura yang terdiri dari 12 ulama.
Taliban juga tengah membahas rencana mengadakan rapat umum pada 6-8 bulan ke depan. Pada forum itu akan dikumpulkan perwakilan-perwakilan masyarakat di seluruh Afghanistan untuk membicarakan konstitusi dan struktur masa depan pemerintah.
Ketika Taliban berkuasa dulu, mereka memberlakukan hukuman penuh kekerasan dan melarang perempuan bekerja serta melarang anak perempuan bersekolah. Kali ini, Taliban berusaha menunjukkan wajah yang lebih "ramah" kepada dunia. Mereka berjanji melindungi hak asasi manusia dan tidak akan membalas dendam.
Namun, Taliban belum menjelaskan akan memberlakukan aturan-aturan sosial seperti apa. Amerika Serikat, Uni Eropa, dan negara-negara lain ragu Taliban akan memenuhi janjinya untuk berubah.
Khawatir Taliban akan sama saja seperti dulu, puluhan perempuan berunjukrasa di dekat Istana Kepresidenan. Mereka menuntut Taliban menghormati hak perempuan untuk bersekolah dan bekerja. "Tanpa kehadiran perempuan, tidak akan ada masyarakat yang sejahtera," kata salah seorang pengunjukrasa, Fatema Etemadi.
Sekitar 250 hakim perempuan di Afghanistan kini juga takut nyawanya terancam setelah orang-orang yang mereka penjarakan kini sudah dibebaskan oleh Taliban. "Ada empat atau lima anggota Taliban yang menanyakan lokasi rumah saya," kata salah seorang hakim yang kini sudah dievakuasi di Eropa itu.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterreres, menyatakan, pihaknya akan mengadakan pertemuan tingkat tinggi terkait isu bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan di Geneva, 13 September 2021. PBB sudah kembali menerbangkan bantuan kemanusiaan ke sebagian wilayah di Afghanistan.
Uni Emirat Arab juga mengirimkan pesawat yang membawa bantuan makanan dan obat-obatan. Guna mempercepat distribusi bantuan, Qatar berhasil membuka kembali bandara Kabul.
Di saat berbagai negara belum menentukan sikap terhadap Taliban, China menegaskan akan tetap membuka kedutaan besarnya di Kabul. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, berharap Taliban akan membentuk struktur politik yang terbuka dan inklusif serta menyusun kebijakan dalam dan luar negeri yang stabil.
"Dan yang terpenting tidak berhubungan dengan kelompok-kelompok teroris," ujarnya.
Sebelum Taliban berkuasa untuk kali kedua ini, Afghanistan sudah dalam kondisi ketergantungan bantuan dari luar negeri. Sebanyak 40 persen dari Produk Domestik Bruto negara itu berasal dari pendanaan asing.
PBB sudah memperingatkan adanya risiko bencana kemanusiaan. Jumlahnya ditaksir sekitar 18 juta jiwa warga. Salah satunya akibat ancaman kekurangan pangan. Jumlah warga yang terdampak bahkan bisa bertambah dengan cepat. (REUTERS/AFP/LUK)