Sempat beredar nama Pemimpin Tertinggi Taliban Haibatullah Akhundzada akan menjadi penguasa tertinggi Afghanistan. Namun, tak lama, nama Mullah Abdul Ghani Baradar, Kepala Kantor Politik Taliban di Qatar, juga beredar.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
KABUL, JUMAT — Kelompok Taliban batal mengumumkan susunan pemerintahan baru Afghanistan karena belum ada kesepakatan di internal siapa-siapa yang akan menduduki jabatan di pemerintah. Wajah pemerintahan baru di bawah Taliban akan menentukan masa depan negara ini, yang tengah menghadapi potensi keruntuhan ekonomi, kekeringan, dan kerusakan akibat konflik yang terlalu panjang.
Wajah pemerintahan bentukan Taliban juga dinanti banyak pihak karena akan memengaruhi pengakuan masyarakat dunia, para donor, dan investor internasional terhadap pemerintahan di negara tersebut.
Pada Jumat (3/9/2021) pagi, sempat beredar kabar bahwa pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada, akan didaulat menjadi pemimpin tertinggi Afghanistan. Tiga wakil yang akan mendampingi Akhundzada adalah Mawlavi Yaqoob, putra mendiang Mullah Omar—salah satu pendiri Taliban; Sirajuddin Haqqani, pemimpin jaringan Haqqani dan Abdul Ghani Baradar, pendiri Taliban sekaligus kepala kantor politik Taliban di Qatar.
Namun, jelang petang, nama Baradar muncul sebagai kandidat baru pemimpin Afghanistan. Menurut tiga sumber Reuters di kalangan Taliban, Baradar akan memimpin Afghanistan didampingi oleh Mawlavi Yaqoob serta Sher Mohammad Abbas Stanekzai, petinggi Taliban yang juga memimpin delegasi dalam perundingan Intra Afghanistan.
Sementara, menurut sumber lainnya, posisi Akhundzada lebih fokus pada masalah agama dan pemerintahan dalam kerangka Islam.
”Semua pemimpin tertinggi telah tiba di Kabul. Persiapan sedang dalam tahap akhir untuk mengumumkan pemerintahan baru,” kata seorang pejabat senior Taliban yang tidak mau disebut namanya.
Dalam beberapa pekan terakhir, para petinggi Taliban sering kali mengatakan bahwa mereka ingin membentuk pemerintahan yang inklusif, merangkul semua pihak untuk menciptakan pemerintahan baru. Namun, sejauh ini, sejumlah sumber yang dekat dengan Taliban mengatakan bahwa pemerintahan sementara yang sekarang tengah dibentuk hanya akan terdiri dari para petinggi Taliban, tanpa melibatkan kelompok lain.
Pemerintahan yang baru akan terdiri dari 25 kementerian dengan Dewan Konsultatif atau Dewan Syura yang diisi 12 cendekiawan Muslim.
Taliban juga tengah merencanakan membentuk Loya Jirga atau Majelis Akbar, sebuah forum yang menyatukan para tetua dan perwakilan suku-suku di seluruh Afghanistan. Pada forum ini nantinya diharapkan Taliban bisa berdiskusi untuk membahas amendemen konstitusi hingga struktur pemerintahan Afghanistan di masa depan.
Semua sumber memperkirakan, kabinet sementara akan diselesaikan dalam waktu tak lama lagi, meski mereka tidak bisa memastikan kapan akan diumumkan. Namun, sejumlah pihak menilai, alotnya pengisian posisi di pemerintahan membuat pengumuman akan mundur hingga pertengahan pekan depan.
Dari gambaran struktur pemerintahan Taliban, sebagaimana disampaikan oleh seorang komandan senior Taliban, Waheedullah Hashimi, dalam wawancara dengan Reuters di perbatasan Afghanistan dan Pakistan pada 18 Agustus lalu, rezim Taliban akan menerapkan hukum syariah sebagai dasar pemerintahan Afghanistan dengan pemimpin tertinggi Taliban sebagai pucuk pimpinan nasional.
Di bawahnya terdapat dewan nasional yang akan menunjuk menteri-menteri guna menjalankan pemerintahan.
Struktur pemerintahan Taliban, yang disampaikan Hashimi, menyerupai pemerintahan mereka saat berkuasa pada 1996-2001. ”Tidak akan ada sistem demokrasi sama sekali karena tak ada dasarnya di negara kami. Kami tidak akan membahas sistem politik seperti apa yang harus kami terapkan di Afghanistan karena sudah jelas. Ini hukum syariah. Itu saja,” kata Hashimi.
Dalam wawancara dengan The New York Times di kantornya di Kabul, pekan lalu, jubir Taliban Zabihullah Mujahid menyebutkan, pemerintahan baru akan dibangun atas dasar legitimasi keagamaan. ”Rakyat Afghanistan telah berjuang keras selama 20 tahun untuk membangun sistem Islam,” kata Muhajid.
”Kami telah menjalani lima kali pemilu dan semuanya korup. Setiap pemilu menteri Amerika datang dan menentukan hasilnya. Dalam Islam, kami memiliki prinsip syura yang mewakili rakyat.”
Namun, masih belum jelas detail peran kepemimpinan syura atau dewan nasional. Belum jelas juga, apakah Taliban akan memenuhi janjinya membentuk pemerintahan inklusif. Sejumlah pertanyaan juga muncul, misalnya, apakah para tokoh pada pemerintahan sebelumnya, seperti Hamid Karzai dan Abdullah Abdullah, akan masuk dalam struktur pemerintahan Taliban. Kedua tokoh itu tetap berada di Kabul untuk mengikuti perundingan-perundingan.
Senada dengan pemaparan Hashimi, Mujahid menekankan bahwa pemerintahan baru yang dibangun Taliban bukanlah demokrasi. Mujahid dan timnya berupaya memaparkan wajah pemerintahan yang akan kooperatif dengan dunia, meski banyak pihak meragukannya.
”Kita mempunyai banyak kepentingan bersama,” ujar Mujahid, sambil menyebut terorisme, produksi opium, dan masalah pengungsi sebagai area potensial untuk kerja sama dengan Barat.
Isu kemanusiaan
Legitimasi pemerintah di mata para donor dan investor internasional akan menjadi sangat penting. Kelompok-kelompok kemanusiaan telah memperingatkan bencana yang akan datang dan ekonomi, yang selama bertahun-tahun bergantung pada jutaan dollar bantuan asing, hampir runtuh.
Jauh sebelum Taliban mengambil alih kekuasaan, banyak warga Afghanistan berjuang untuk memberi makan keluarga mereka di tengah kekeringan parah dan jutaan orang sekarang bisa menghadapi kelaparan, kata lembaga bantuan.
”Sejak 15 Agustus, kita telah melihat krisis semakin cepat dan membesar, dengan keruntuhan ekonomi yang akan segera terjadi di negara ini,” Mary-Ellen McGroarty, Direktur Program Pangan Dunia di Afghanistan.
PBB telah memperingatkan 18 juta orang sedang menghadapi bencana kemanusiaan dan 18 juta lainnya dapat dengan cepat bergabung dengan mereka.
Menteri Luar Negeri Italia akan mengunjungi Uzbekistan, Tajikistan, Qatar, dan Pakistan mulai Jumat untuk membantu para pengungsi Afghanistan. Sementara rekannya dari Inggris, menuju ke wilayah itu minggu depan. Menlu Qatar menyatakan bahwa negara Teluk itu bekerja dengan Taliban untuk membuka kembali bandara Kabul sesegera mungkin.
Turki mengatakan pihaknya juga mengevaluasi proposal dari Taliban dan lainnya untuk peran dalam menjalankan bandara.
Sementara sejumlah negara Barat, termasuk Amerika Serikat, memilih menunggu pengumuman pemerintahan baru Taliban, sejumlah negara memperlihatkan tanda-tanda keterlibatan yang semakin cepat. China, misalnya, mengonfirmasi cuitan juru bicara Taliban yang memastikan bahwa Beijing akan tetap membuka kedutaannya di Kabul.
”Kami berharap Taliban akan membangun struktur politik yang terbuka dan inklusif, mengejar kebijakan domestik dan luar negeri yang moderat dan stabil, dan memutuskan hubungan dengan semua kelompok teroris,” kata juru bicara kementerian luar negeri Wang Wenbin. (AFP/REUTERS/CAL/SAM/MHD)